O16 : Lost Badly

62 6 1
                                    

Sayang dan cinta adalah suatu ungkapan yang sama. Namun, keduanya memiliki makna yang berbeda.

- Haikal Angkasa Permana -
.
.
.
.
.

***

Happy reading-!
Jangan lupa untuk vote♡

***

“Gue mau nyerah atas Narenza."

Jevano mengalihkan pandangannya menatap Nandya di depannya. Tunggu, ia tidak salah mendengar, kan?

“Kesambet apaan lo?”

Nandya terdiam.

“Nandya, Nandya, lo pikir nyerah segampang itu? Lo yakin? Narenza pergi dikit aja lo langsung kepikiran. Gimana lo mau nyerah?”

“Ck! Lo bukannya dukung gue atau apa kek, malah bikin gue mikir lagi.”

Jevano menggeleng. “Liat? Belum apa-apa aja lo udah bingung, kan? Dya, gue emang pengen lo berhenti, tapi kalau lo nggak ada niat buat apa? Percuma,” jelasnya.

“Tapi gue udah capek, Jev. Gue gak akan pernah menang buat milikin hati Narenza,” cicit Nandya menjawab.

Jevano mengulum bibirnya rapat-rapat. Iya, meskipun ia bukan Tuhan yang mengetahui segala takdir, tapi pernyataan Nandya memang selaras dengan kenyataan yang terjadi saat ini.

“Terus sekarang mau lo gimana?” tanya Jevano.

“Gue pengen nyerah, tapi—”

“Tapi, lo belum yakin sama keputusan lo. Rasa lo buat Narenza bukan sekedar cinta, tapi juga sayang, Dya. Lo nggak yakin karena lo udah jalanin ini dalam waktu bertahun-tahun. Gue bener, kan?”

Nandya menghela napas kasar sebelum akhirnya gadis itu mengangguk pelan tanda setuju. Apa yang dikatakan Jevano memang tepat sekali.

Jevano tersenyum tipis lalu menepuk pelan bahu Nandya. “Gapapa, gue tau rasanya pasti susah banget untuk ngelepasin orang yang udah jadi “rumah” kita selama ini. Gue maklum, kok. Satu pesan gue, lo boleh suka sama siapa pun, tapi jangan Narenza, ya?”

Kenapa...

Kenapa harus Narenza dari semua pengecualian yang ada?

“Apa iya kalau gue bisa? Gue takut gagal, Jev. Gue takut kalau perasaan gue terus jatuh buat dirinya,” lirih Nandya bertanya.

Jevano menggeleng. “Gak ada yang perlu lo takutin selagi lo mau berusaha. Gue yakin lo bisa buat ngelepasin Narenza perlahan tanpa harus terburu-buru.”

Jevano beranjak dari tempat duduknya. Sesaat dia menepuk-nepuk bahu Nandya, meyakinkan gadis itu.

“Lo tau, kan? Setiap orang ada masanya dan setiap masa ada orangnya. Kita gak bisa memaksa orang itu untuk terus stay sama kita, ada saatnya dia pergi, atau pun justru sebaliknya kita yang pergi karena terlalu lelah sama keadaan.”

"Yang harus lo ingat— Kalau dia jodoh lo, dia pasti balik lagi sama lo. Percaya gak percaya tapi Tuhan pasti udah mempersiapkan yang terbaik buat hamba-Nya,” sambungnya.

Setelah merasa cukup dengan ucapannya, Jevano pun pergi tanpa berpamitan pada Nandya. Lelaki itu pergi meninggalkan sang teman di rooftop sana.

Nandya hanya mampu terdiam menatap kepergian Jevano. Perkataan Jevano sesaat yang lalu berhasil membuat dirinya tertegun.

HOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang