O15 : Fight

31 4 0
                                    

“Seseorang akan memperlakukanmu sebaik mungkin sesuai perlakuanmu padanya.”

- Daviandra Jevano -
.
.
.
.
.

***

Happy reading-!
Jangan lupa untuk vote♡

***

Masih di hari yang sama, jam pelajaran terakhir telah selesai dilaksanakan. Kini para murid di kelas 12-3 sudah siap untuk pulang menuju rumahnya masing-masing.

“Gua duluan, ya, udah ditungguin sama Bima,” sahut Narenza seraya melakukan tos ala lelaki bersama Jevano dan Haikal.

“Yoi, bro. Hati-hati!” seru Jevano.

Narenza mengacungkan jempolnya lalu segera pergi meninggalkan kelas. Hari ini ia memang mempunyai jadwal latihan futsal bersama Bima.

Melihat kepergian Narenza yang terburu-buru membuat Nandya terdiam dengan pikiran yang berkecamuk. Entah kenapa perasaannya kini terkesan khawatir terhadap lelaki itu.

“Kok perasaan gue gak enak, ya?”

Jevano, Haikal, Rachna dan Bianca menoleh menatap Nandya.

“Halah! Cuman perasaan lo doang itu. Calm down, girl,” jawab Haikal.

“Enggak, Kal, beneran ini perasaan gue gak enak banget soal Narenza,” jawab Nandya.

Haikal mendengus sebal. “Lo mikirin Narenza mulu dah. Padahal dia mikirin lo aja kagak kayaknya, Dya,” sarkasnya menjawab.

Nandya menghela napas kasar, berusaha tidak memperdulikan ucapan Haikal. Namun, perasaannya itu tidak kian berubah, entah kenapa dia tiba-tiba khawatir dengan Narenza.

Rachna menepuk-nepuk pundak Nandya agar tenang. “Jangan dibawa kena pikiran. Santai aja,” ucapnya.

“Iya, Narenza pasti baik-baik aja,” sambung Bianca.

Hahh... Kenapa sama gue, sih?

“Cuman perasaan lo doang, Dya. Positif thinking, okay?” ujar Jevano.

Nandya mengangguk pelan.

“Iya, semoga aja.”

***















































“Terus gimana? Lo berantem sama Chelsea?”

“Enggak, Chelsea ngerti bahwa apa yang gue lakuin ke Nandya karena bentuk peduli, bukan suka. Tapi—”

“Tapi apa?”

“Dia malah bahas masa lalu nya. Ah, sial, gue ngerasa kalah telak.”

“HAHAHA!”

Bima tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Narenza. Jujur, belum pernah ia melihat Narenza cemburu seperti ini, ini pertama kalinya.

“Mampus! Karma lo, Za, karena udah nyakitin Nandya. Sekarang? Lo yang disakitin Chelsea dengan cara bahas masa lalunya.” Ledek Bima puas.

Narenza berdecih sebal. “Apa-apaan? Emang karena takdirnya aja kali,” balasnya tidak mau kalah.

“Iya dah si paling bawa takdir.” Lagi, Bima kembali meledek Narenza. Yang diledek hanya bisa menghela napas pasrah.

HOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang