Praiser 4: Academy

53 19 70
                                    

DIANA melihat dengan jelas di atas kepala pria itu terdapat awan tak kasat mata yang melambung tenang. Hanya saja, di awan tersebut terdapat bintang-gembitang yang kelap-kelip mengelilingi si awan. Sehingga Diana nyaris mengira kalau awan yang ada di atas kepala pria itu terdapat glitter berwarna putih yang mengelilinginya.

Tak lazim, ini sangat tak lazim. Umumnya jika orang itu netral, maka awan yang ada di atas kepalanya pun juga netral—mengambang dengan tenang seperti biasanya. Namun, awan yang ada di atas kepala pria itu agak lain.

Pria berbaju adat Jawa itu sontak menoleh ke arah Diana setelah dirinya puas memperingati Elsa perihal jangan membuang surat. Ah, Mengenai surat, Diana tentu menerimanya juga. Dia ingat kalau surat itu masih tersimpan rapi di meja belajarnya.

Pria itu kemudian memasukan surat ke dalam amplop dan merapikannya sedikit. Lalu setelahnya, dia pun menerbangkan surat itu ke arah Elsa.

Keempat mata gadis itu sontak membesar. Rura bahkan mundur dan hendak berlari kalau saja pria berbaju adat Jawa itu adalah hantu. Namun, karena kakinya menapak ke tanah, dia jadi yakin kalau sebenarnya pria itu aslinya memang bukan hantu.

Surat itu terus terbang ke arah Elsa. Sampai Elsa berhasil menerima surat itu dengan tatapan terkejut dan akan refleks menjatuhkannya kalau saja dia tidak menangkapnya dengan benar. Pria itu bertepuk tangan sedikit. Mengapresiasi karena Elsa berhasil menangkap suratnya. "Tangkapan yang bagus Praiser Air. Untuk selanjutnya, tolong simpan suratnya terlebih dahulu."

"Kau siapa?" Kinna langsung menyerang pria itu dengan pertanyaan. Kakinya melangkah ke depan dengan berani, dan kedua alisnya pun saling bertaut serta tatapan bingung pun terpancarkan di sana.

Pria itu membuka blangkonnya dan menunduk hormat. "Selamat malam, nama saya Sobari Sobri, saya adalah Praiser Angin sekaligus kepala humas Akademi Satria." Pria itu menjawab pertanyaan kasar Kinna dengan sopan, dan setelahnya, dia pun memakai blankonnya lagi. "Alasan saya datang ke sini adalah ingin meralat perihal isi surat itu. Di dalam surat, kami menyebut bahwa kalian akan kami masukkan ke Akademi Satria setelah kalian menerima ijazah SMP. Namun Kepala Sekolah meralat, dan sebagai gantinya, kami akan menjemput serta memasukan kalian ke Akademia Satria setelah kalian mengikuti pesta kelulusan di sekolah kalian," jelasnya.

Elsa menatapnya dengan nyolot. "Apa kau bercanda?"

Pria itu menatap Elsa bingung. "Kami sudah memilih akan di mana kami bersekolah. Kami sudah mendaftarkan diri ke SMA yang kami sukai, dan kau atau kepala sekolahmu, tidak bisa seenak jidat memasukkan kami ke ... Akademi—yah, apa pun namanya!" kata Elsa.

"Benar. Kami sudah mendaftarkan diri ke SMA lain sebelum class meeting, dan dua Minggu setelah pesta kelulusan, kami akan pergi ke sekolah pilihan kami." Rura menambahkan. Elsa diam-diam tersenyum padanya.

"Betul, kami minta maaf karena tidak bisa datang atau masuk ke Akademi yang Anda maksud. Kami sudah memilih SMA yang akan kami masuki. Jadi, kami juga mohon maaf dengan sangat," kata Diana, sesopan mungkin.

Pria itu mengangguk. "Ya, saya mengerti. Akan saya sampaikan kepada Kepala Sekolah mengenai hal ini. Mudah-mudahan, beliau mau mengerti," kata pria itu.

Diana dan Rura menghela napas lega. Akhirnya masalah ini selesai dengan gampang.

Kinna menatap pria itu dengan menyilangkan kedua tangan di dada. Sementara Elsa masih penasaran dengan perawakan dan motifnya selain mengajaknya dan ketiga sahabatnya untuk masuk ke Akademi yang entah apa namanya.

Pria itu mundur selangkah, hendak pamit. "Kalau begitu, saya pamit Praiser semua. Semoga kita bisa bertemu lagi," salamnya, dan setelah itu, dia pun pergi ke daerah yang lebih gelap.

Rura menatapnya khawatir karena pria itu memasuki daerah gelap yang tidak ada lampunya. Namun Rura menggeleng. Astaga, kenapa dia harus peduli? Pria itu 'kan sedari awal memang muncul dari kegelapan memangnya apa yang perlu dikhawatirkan?

Dia punya mata, dan kemungkinan pengelihatannya tajam. Dia pasti tidak akan tersandung akar atau batu, iya 'kan?

Setelah dirasa pria itu tak terlihat lagi, Rura pun bergabung dengan Diana, Elsa, dan Kinna. Mereka sedang mendiskusikan sesuatu. Yup, pulang.

Yah, karena sudah malam dan sudah tahu siapa biang keladi pembajakan chat itu, akhirnya mereka memutuskan untuk membubarkan diri. Kinna pulang dan hendak mampir ke tempat Bibinya. Elsa pulang dan hendak mampir ke mini market terdekat. Rura dan Diana juga sama. Pulang. Hanya saja karena tempat parkir mobil cukup jauh, Diana memutuskan untuk berjalan Kaki. Rura juga ikut, dan bersedia mengantarkannya sekaligus pulang karena jalan yang dia tuju searah dengan lapangan parkir yang hendak Diana datangi.

-

Diana tidak bisa tidur. Ini sudah lewat jam tidurnya dan dia sama sekali tidak bisa menutup matanya. Dia kepikiran perihal awan kelap-kelip yang ada di atas kepala pria itu. Dia merasa apa yang dia lihat benar-benar tak lazim. Dia juga bahkan tidak bisa membaca perasaan si pria, dan apa yang pria itu katakan perihal Akademi pun, Diana balas sesopan mungkin karena saking tidak bisa memahami perasaannya.

Karena itulah, Diana pun memutuskan untuk bangun saja, dan mencari catatan penelitian tentang awan yang pernah dia tulis dahulu. Sedari kecil, semenjak Diana tahu kalau dia bukan gadis biasa, dia selalu mengingat dan mencatat tentang fenomena awan di atas kepala yang dia lihat. Seperti awan dengan petir yang artinya marah, awan dengan pelangi artinya bahagia, dan awan yang biasa saja artinya netral. Tujuannya sederhana, yaitu agar dia bisa memahami perasaan orang lain.

Dia pun bangun, menghampiri rak buku serta menarik sebuah buku tebal, dan berjalan menuju meja belajarnya. Setelah duduk, barulah dia menyalakan lampu belajarnya, mengambil pena yang ada di gelas pena, kemudian menuliskan temuannya.

Kebiasaan yang nyaris dia tinggalkan pun akhirnya kembali—karena Diana hatam dengan semua emosi awan yang ada. Namun berkat pria itu, mau tak mau dia jadi penasaran. Dia menemukan temuan baru yang berhubungan dengan kekuatannya, serta emosi lain yang tampaknya tidak pernah dia dengar, yang layak dia tulis dan dia ingat, serta dia cari arti dan maknanya.

Seorang pria Jawa dengan topeng kelana. Yang memiliki awan netral dengan bintang kelap-kelip yang ada di sekelilingnya.

Four Ladies of Praiser [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang