Praiser 14: Academy (3)

27 6 9
                                    

REMAJA adalah fase di mana manusia sedang labil-labilnya. Mereka ingin A, tetapi ketika benda A sudah ada, tiba-tiba mereka ingin B. Mereka ingin dipanggil orang dewasa, tetapi kelakuan masih seperti anak-anak. Begitu sekiranya. Dan itu adalah hal yang alami. Karena di sanalah manusia belajar mempelajari lingkungannya, teman-temannya, dan juga orang tua yang ... kadang tidak mendengarkan cerita anak-anak mereka meski perkara remeh-temeh.

Itulah mengapa remaja-khususnya ketika ada masalah-enggan bercerita kepada orang tua mereka karena mereka merasa kalau orang tua seperti itu kurang bisa menjadi pendengar yang baik. Tidak semua remaja seperti itu, hanya beberapa saja. Tergantung lingkungan dan kondisi si remaja.

Sekiranya, itulah yang dialami oleh Diana. Dia tidak pernah bercerita pada orang tuanya perihal masalahnya. Karena dia ragu kalau kedua orang tuanya tidak akan mendengar ceritanya.

Pernah dahulu, Diana mendengar cerita kedua orang tuanya. Saat itu, mereka mengeluh tentang kolega, pekerjaan, proyek yang ada di kantor, sehingga Diana dengan suka rela mau mendengarkan.

Diana juga ingin bercerita tentang sekolahnya ketika kedua orang tuanya berkumpul, sungguh. Dia dengan sabar menunggu pertanyaan, "bagaimana sekolahmu hari ini? Apa menyenangkan?" Atau, "apa kau sudah punya teman? Bagaimana mereka? Apa mereka baik?". Ya, Diana sangat menanti-nantikan pertanyaan-pertanyaan itu sampai akhirnya pertanyaan-pertanyaan itu tidak pernah keluar dari mulut kedua orang tuanya.

Diana tidak kesal. Dia hanya berpikir, mungkin ceritanya tidak penting sehingga kedua orang tuanya terus mencerocos dan tidak memberinya ruang untuk bercerita. Karena itulah, Diana memutuskan untuk diam dan mendengarkan.

Namun, karena kebiasaan itu, lama-kelamaan Diana lebih memilih untuk memendam masalah dan ceritanya sendiri. Dia lebih suka mendengarkan cerita orang lain karena sekali lagi, dia merasa ceritanya tidak penting, dan ya, pada akhirnya Diana menjadi telinga orang lain, tetapi orang lain tidak bisa menjadi telinganya.

Padahal, Diana sudah punya Rura, Elsa, dan Kinna yang siap mendengarkannya kapan saja. Meski Diana punya ketiganya, pada akhirnya Diana tetap memendam apa yang ada dipikirannya, dan enggan membicarakannya meski terkadang ketiga sahabatnya bertanya. Diana tidak pernah menjawab dan langsung menyangkal atau mengubah topik ketika ketiga sahabatnya bertanya. Karena 'sekali lagi', Diana merasa kalau ceritanya tidak penting.

Dua hari kemudian, ketika dia pertama kali mengeluarkan kekuatan di depan kedua orang tuanya, barulah dia tidak bisa membendung apa yang ada di dalam otaknya. Diana ... ingin didengar. Ingin mengeluarkan apa yang selama ini ada di kepalanya. Hanya itu.

Ketika kedua orang tuanya membicarakan Akademi Satria, di situlah Diana merasa kalau keinginannya, ceritanya, atau masalahnya yang satu itu harus didengarkan oleh kedua orang tuanya. Karena Diana merasa kalau sekarang, merekalah yang harus mendengarkannya. Karena pasalnya, Diana-lah yang biasanya mendengarkan mereka, dan Diana merasa, dia juga berhak mengatur ingin ke mana dia bersekolah.

Namun, karena terlalu sering mendengarkan orang lain, Diana jadi lupa caranya untuk mengemukakan pendapat pribadinya sendiri. Sampai berakhir, yah, seperti itu.

Manusia itu kompleks, sering berubah-ubah. Entah itu melalui sifat, pengambilan keputusan, dan juga prinsip, dan itu wajar. Namun, beberapa manusia kadang kalanya bingung dengan tingkah manusia lain yang berubah-ubah, itu sekiranya yang orang tua Diana alami. Mereka kurang memahami Diana dan kaget kenapa Diana bersikap tak terima-tepat, sebelum insiden awan hujan dan petir yang tiba-tiba muncul di atas kepala Diana.

"Sayang, bukankah kamu ingin masuk ke International Graciella School?" tanya Bunda. Ayah mengangguk, mengiyakan ucapan Bunda. "Iya, kalau kamu ingin ke sana, kita bisa mengurus dokumen baru."

Four Ladies of Praiser [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang