Praiser 10: House

36 5 10
                                    

MENGEJUTKAN.

Saat mereka mencari-cari Diana di sekolah-dengan harapan gadis itu datang meskipun terlambat-harus menghadapi kenyataan bahwa Diana sakit. Menurut penuturan sang Ayah, Diana ingin bertemu dengan mereka. Saat ini, dan detik ini juga.

Ayah sendiri yang menghubungi Rura. Rura membuka fitur loud speaker agar Elsa dan Kinna dapat mendengar apa yang Ayah Diana katakan. Ayah Diana mendapat nomor telepon Rura dari ponsel putrinya. Karena keinginan putri tercintanya, dia pun memutuskan untuk menghubungi salah satu teman dekat Diana. Meski agak terpaksa dan kurang setuju dengan permintaan putrinya.

Telepon ditutup setelah Ayah Diana memberitahu. Kinna panik, Rura khawatir, dan Elsa hanya bisa menggelengkan kepalanya ketika melihat dua sahabatnya yang mulai gila. Daripada melihat hal gila ini, dia pun langsung mengajak keduanya untuk pergi ke rumah Diana-menjenguknya-dan ucapan Elsa pun, langsung disetujui oleh keduanya.

Mereka bertiga pun keluar gerbang sekolah. Setelah keluar, mereka kedatangan mobil hitam mewah milik keluarga Diana.

Seorang sopir kemudian menyuruh mereka masuk, dan mereka pun langsung menurut karena mereka tahu benar kalau sopir yang mereka temui adalah sopir yang biasanya menjemput atau mengantar Diana. Selain itu, mereka juga ingin menjenguk Diana, jadi ini adalah kesempatan yang sangat mujur.

Setelah masuk ke mobil, Elsa pun meminta kepada sopir tersebut untuk berhenti di toko buah. Sebelum dijemput pun, dia dan kedua sahabatnya sepakat untuk pergi ke toko buah terlebih dahulu. Uang patungannya juga bahkan sudah ada di tangan Elsa. Yah, mereka sadar betul akan sangat tidak enak kalau menjenguk orang tanpa membawa sesuatu.

"Tidak perlu. Tuan bilang, langsung ke rumah saja." Si sopir berkata dengan tersenyum. Rura, Elsa, dan Kinna saling tatap.

Memangnya tidak masalah, ya? Tidak membawa buah tangan ke orang sakit? Hanya tangan kosong? Serius? Pikir Elsa. Tak hanya Elsa. Kinna dan Rura pun berpikir begitu.

Di antara mereka berempat, Diana-lah yang paling kaya. Rumahnya besar, punya banyak pembantu dan pekerja, dan yang paling penting, kedua orang tuanya adalah orang penting yang lumayan terkenal di kota ini. Kalau saja Diana tidak memiliki kekuatan yang sama seperti mereka bertiga, sudah pasti lingkaran pertemanannya akan berbeda level. Tidak hanya kaya, Diana juga terkenal karena memiliki rupa yang cantik, sikapnya yang bak seorang putri, dan tidak sombong. Semua orang menyukainya, semua anak laki-laki berlomba-lomba ingin menjadi pacarnya, dan ketiga sahabat ini, tentu menyayanginya tanpa syarat.

Rura, Elsa, dan Kinna jadi tak enak. Apa betul mereka tidak perlu membawa buah tangan? Ketiganya sadar diri, kalau mereka hanyalah 'rakyat biasa'. Tidak seperti Diana yang seorang putri kesayangan raja dan ratu, juga kesayangan para bangsawan pria yang berbondong-bondong ingin mendekatinya. Mereka betul-betul hanya 'rakyat biasa'. Bak tiga budak yang dipaksa menghadap ke istana atas titahan sang raja. Rura sendiri yang memikirkan hal itu, dan dia pun langsung menggeleng.

Aku mikir apa, sih? Rura mengomeli dirinya sendiri. Di saat seperti ini, sempat-sempatnya dia memikirkan hal lain.

Beberapa menit kemudian, akhirnya mereka sampai di perumahan real estate. Perumahan orang-orang kaya. Kinna sampai melihat keluar jendela dan menatap rumah-rumah itu dengan kagum. Rura selaku gadis yang duduk di sisi lain juga melihat rumah-rumah itu. Matanya berbinar dengan sesekali membuka komunikasi dengan bunga-bunga cantik yang ada di sisi jalan. Meski mereka lumayan sering ke sini pun, pemandangan seperti ini rasanya tidak pernah bosan untuk dilihat. Maklum, orang-orang biasa.

Tidak seperti dua sahabatnya yang lain, yang mengagumi keindahan perumahan real estate, Elsa justru sibuk berpikir. Hal yang dia pikirkan pun sangat sederhana. Diana sakit apa?

Four Ladies of Praiser [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang