Praiser 3: Past

42 12 35
                                    

NOTIFIKASI ponsel berbunyi tepat setelah dia menutup buku paketnya. Meski sekarang Elsa sudah dinyatakan lulus pun, dia tetap membaca ulang buku-buku SMP-nya. Dia tidak mau ada drama tentang tidak tahu-menahu perihal materi di SMA kelak. Karena menurut penuturan kedua orang tuanya, setiap mata pelajaran yang ada di sekolah sebenarnya bersifat berulang-ulang, yang jadi masalah hanyalah kapasitas otak manusia yang tidak bisa diajak kerja sama untuk mengingat materi.

Karena itulah, Elsa membaca ulang buku paket SMP-nya. Karena siapa tahu, pelajaran yang pernah dia pelajari di masa SMP, akan diajari lagi setelah dia masuk SMA.

Elsa menghidupkan ponselnya. Kemudian menghela napas setelah tahu siapa biang keladi di balik notifikasi ponselnya.

Kinna, dia mengajak dirinya untuk bertemu di taman. Sekarang, dan detik ini juga.

Elsa memutar bola matanya. Semoga saja apa yang akan anak itu katakan tidak sedarurat yang dia ketik di balon pesan. Maksudnya, sekarang sudah pukul tujuh malam. Sudah waktunya orang-orang beristirahat dan Kinna dengan seenak jidat mengajaknya ketemuan. Di jam segini!

Tidak habis pikir. Namun karena Elsa jarang keluar di waktu seperti ini, dia memutuskan untuk keluar saja. Sekalian membeli camilan untuk dia makan sambil membaca buku paket selanjutnya.

Elsa berdiri, kemudian menghampiri gantungan baju dan mengambil outer rajut warna biru. Dia juga mengambil tas selempang warna biru dari sana dan langsung keluar kamar begitu dia sudah selesai. Dia kemudian melangkah menuruni tangga, dan langsung bertemu dengan Ayahnya yang saat itu sedang menonton berita malam.

"Ayah, aku izin keluar, ya."

"Mau ke mana?" Ayah Elsa menoleh sambil menaikan sedikit kacamatanya. Keningnya mengerut. Tidak biasa melihat putri semata wayangnya pergi di jam segini. "Temanku mengajakku ketemuan malam ini. Aku juga sekalian mau beli camilan untuk menemaniku belajar, apa boleh?" Elsa meminta izin sekaligus bertanya.

Pria itu mengubah posisi duduknya dari duduk berhadapan dengan TV menjadi menyamping. Dia bertanya lagi. "Siapa teman yang mengundangmu ketemuan?"

"Kinna, temanku yang sangat cerewet."

Ayah menatap ke atas. Mencoba mengingat-ingat teman Elsa yang memiliki perawakan cerewet. Dia ingat, putrinya memiliki beberapa teman, dan hanya tiga saja yang dekat dengannya.

Kinna? Teman yang ceroboh? Oh! Ayah ingat sekarang.

"Temanmu yang pernah kita undang ke pesta barbeque dulu? Saat kau masih kelas tujuh?"

Elsa terdiam. Astaga, Elsa memang menyuruhnya untuk mengingat Kinna. Hanya saja, dia tidak menyangka kalau Ayahnya bisa mengingatnya sampai sedetail itu. Yah, Elsa juga menyebutnya terlalu detail, sih.

Omong-omong, Elsa juga ingat.

Dahulu, saat masuk ke sekolah SMP untuk pertama kalinya-lebih tepatnya setelah sebulan-Elsa tak kunjung mendapatkan teman. Lebih tepatnya, dia tidak menemukan teman yang bisa dipercaya karena ketika teman-temannya menyentuh segelas air ... Elsa mengindikasikan bahwa rata-rata dari mereka semua tidak bisa dipercaya-airnya berubah hitam dan mengeluarkan asap hitam pekat. Dengan kata lain, mereka hanya ingin memanfaatkan Elsa karena dia siswi terpintar di kelas. Oh, jangan lupa di bagian dia adalah siswi yang memenangkan juara satu olimpiade sains saat masih SD.

Four Ladies of Praiser [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang