Praiser 6: Butterfly

27 5 16
                                    

INI sudah hampir sore, dan Kinna masih belum bangun dari tempat tidurnya.

Diana dan Elsa tidak mengerti mengapa satu temannya yang paling cerewet ini bisa pingsan di tempat. Padahal, anak ini terkenal dengan gelagatnya yang aktif dan jarang sakit. Terlebih, setelah Kinna bergabung ke barisan-disusul Rura-anak itu jadi tiba-tiba diam.

Diamnya Rura itu sudah biasa-karena dia memang pendiam dan pemalu-tetapi diamnya Kinna itu sesuatu yang mesti dipertanyakan mengingat Kinna tipe gadis yang tidak bisa diam.

Rura mengepalkan kedua tangannya di dada. Dia sudah cemas sedari tadi perihal pingsannya Kinna. Apalagi dia ada di dekat Kinna saat itu. Dia ingat betul posisi Kinna yang saat itu diam di tempat dengan kepala terangkat. Tak lupa dibagian ekspresi Kinna yang seperti orang ketakutan dan syok.

Rura adalah orang pertama yang menangkap Kinna. Serta orang pertama yang menyadari kejanggalan dari ekspresi gadis itu.

"Ra, kau tidak perlu cemas. Kinna akan baik-baik saja," ujar Diana ketika dia melihat awan mendung yang ada di atas kepala Rura. Rura sebenarnya berusaha tenang sedari tadi, tetapi pikiran negatif tentang Kinna membuatnya jadi sangat tidak tenang.

Elsa menghela napas. "Baru pertama kali aku melihat anak ini pingsan."

"Iya, dia anak yang sangat aktif. Jarang sekali melihatnya seperti ini." Diana menanggapi. Rura diam saja ketika dua sahabatnya saling menanggapi satu sama lain. Dia ingin mengatakan sesuatu. Hanya saja, bingung harus memulainya dari mana.

Kinna membuka matanya dengan perlahan-lahan. Rura yang awalnya cemas seketika langsung lega begitu melihat Kinna mulai membuka mata. Diana langsung tersenyum cerah, dan Elsa mengambil segelas air dari nakas kemudian memberikannya kepada Kinna.

"Ini, minum dulu," suruh Elsa.

Kinna menerimanya dengan agak linglung dan meminumnya perlahan-lahan. Dia juga sesekali melirik ke arah Rura, Diana, dan Elsa. Setelah meminum air, dia pun bertanya, "ini di mana?"

"Kau tidak ingat?" Elsa menatap Kinna tidak menyangka dan langsung menaruh gelasnya ke nakas. "Kau pingsan saat kita ke depan dan ketika Bu Yura mengumumkan kalau kita akan masuk ke Akademi. Apa kau tidak ingat semua itu?" tanya Elsa. Nadanya agak menuntut karena berkat pingsannya Kinna, dia jadi tidak bisa melanjutkan perdebatannya dengan Bu Yura perihal pendaftaran SMA yang tidak valid itu.

Kinna menggeleng.

"Apa kau merasa sakit? Apa ada hal lain yang kau pikirkan sebelum kau pingsan?" tanya Diana. Kinna menunduk, mencoba mengingat-ingat.

"Kupu-kupu."

"Apa?" Diana dan Elsa berucap bersamaan ketika Kinna mengatakan hal itu.

Kinna menganggukan kepalanya setelah dia yakin dengan apa yang dia ingat. "Aku melihat kupu-kupu sebesar lapangan sekolah sebelum aku pingsan. Sayapnya berwarna biru dengan glitter berwarna putih. Ia terbang di atas kita semua dengan tenang. Aku tidak tahu apa artinya tapi ...," Kinna menjeda sejenak. Ketiga sahabatnya menunggu dengan sabar. "Kupu-kupu itu ... sama seperti kupu-kupu yang pernah kulihat," lanjutnya.

Karena sudah sangat yakin, Kinna pun berusaha menjelaskan dengan lugas tentang apa yang dia lihat. "Kupu-kupu itu muncul sehari sebelum kalian mendapatkan surat misterius, dan tadi sebelum aku pingsan ... kupu-kupu itu memunculkan dirinya ... kali ini dengan ukuran raksasa," jelas Kinna dengan menggerakan tangannya seraya membuat lingkaran besar. Berusaha membuat gambaran agar sahabat-sahabatnya bisa mengerti.

Diana mengernyit. "Astaga ... seram sekali."

"Kau yakin kupu-kupunya sebesar itu?" tanya Elsa tak yakin. Kinna mendecak. "Astaga, apa kau tidak percaya dengan apa yang kukatakan? Kupu-kupunya-"

Four Ladies of Praiser [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang