Sumpah malu banget, ketika harus bercerita panjang lebar dengan Ibu Fani, tapi yaah seperti itulah ketika aku berhadapan dengannya. Selain nenekku, ia adalah sosok Ibu guru satu-satunya yang menjadi tempatku bercerita di sekolah ini, dan sesekali memang aku menangis di hadapannya.
Bukan cuman aku yang selalu terbawa perasaan ketika berhadapan dengan Ibu Fani, tapi beberapa Siswa juga yang aku dengar selalu merasa lega selepas bercerita dengannya.
*
Pembelajaran telah selesai, hari ini semua guru sibuk mempersiapkan hari ulang tahun sekolah dan kelas kosong sejak pagi. Sebuah keajaiban, seandainya guru masuk, pasti kembali Aku mendapatkan hukuman karena terlambat masuk kelas, yah minimal membersihkan kelas.Aaakhhh sekali lagi sekolah ini adalah penjara bagiku!!!
Bell berbunyi, sorak ramai setiap kelas mulai terdengar, akhirnya penderitaan hari ini telah selesai. Aku sudah tidak sabar lagi kembali ke rumah dan menghabiskan waktu untuk menyelesaikan game "The Streets are Quit", game tersulit untuk dimainkan, kata sebagian orang.
Tapi tidak denganku, aku sudah masuk ke level pertengahan. Aku akui game ini cukup membuatku tersiksa memikirkan jalan keluarnya.
Game ini bercerita tentang perjalanan dang tokoh Cowboy yang berusaha menguasai Dunia dengan berkelana di seluruh dunia demi mengumpulkan 6 Permata Rahasia yang dapat membuat dirinya tidak dapat mati dan memiliki kemampuan hebat.
Sekarang Permataku sudah ada 3, lumayan sulit untuk memecahkan misteri permata selanjutnya. Aku harus mencari sosok perempuan yang berhati mulia dan baik, setelah kudapatkannya aku harus membunuh dan mengalahkannya karena dialah yang memegang permata yang keempat.
*
*
Plakkk, sebotol Air mineral medarat tepat di kepalaku."Aduh siapa yang nimpuk kepalaku woiii kalau berani, keluar kamu!!!
"Hahaha..." Terdengar suara orang tertawa dari belakangku, suara yang tidak asing di telinga. Seketika emosiku meluap, dia adalah seseorang yang sangat kubenci di dunia ini.
"Hahaha, sakit ya monyet"
Sial, ternyata kau lagi, Farel si kecoa pengganggu bersama 4 orang kecoa lainnya.
"Buset dah, lu ngatain Bos Farel Kecoa? bagaimana Boss? Sikat?
"Rangga! si siswa pemalas," Ejek Farel sembari berjalan memutariku.
"Diam kau..!" jawabku.
"Rangga, berhentilah bersikap bodoh di sekolah, kalau kau mau aku bisa membantumu untuk dikeluarkan dari sekolah ini, hahaha"
"Anj*ng kau, Buuug", seketika tinjuku mendarat tepat di pipi kirinya.
"Kurang ajar kau, maju semua" teriak kelima kecoa Farel."
Buug, Buug, Buug plak, duss
Akhirnya perkelahian tidak terelakkan. Aku selalu bisa mengimbangi mereka. Disamping kemalasanku, Aku sebenarnya Rajin ikut Pencak Silat, dari keempat teman Farel cuman dia yang ikut pencak silat, jadi mereka berempat tidak ada apa-apanya bagiku. Cuma Farel yang bisa mengimbangi pertarunganku, karena sedari kecil aku dan Farel pada mulanya berasal dari satu perguruan Pencak Silat, hingga konflik melanda perguruan kami. kami terpecah menjadi dua, dan membuat aku dan Farel juga harus berpisah.
Pada Awalnya perguruan kami bernama Tinju Bumi dimana almarhum kakekku sumai dari nenekku adalah ketua perguruan, pada mulanya perguruan ini didirakan oleh dua orang yakni Bang Sultan, kakekku suami dari nenekku dan Bang Udin tidak lain adalah kakeknya Farel.
Mereka berdua melatih dan mengembangkan Perguruan Pancak Silat yang mereka dirikan hingga pada suatu masa perguruan ini besar dan mereka sepakat melegalkan perguruan ini agar terdaftar di IPSI.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Streets are Quiet (Novel)
Teen FictionBayangan itu muncul lagi, aku terperangkap dan merasa tubuhku sedang dikuasainya. Aku membunuh semua yang ada di hadapan, tak ada yang tersisa kecuali diriku dan aku, siapa aku sebenarnya...? Akhir sebuah derita adalah penderitaan, yaa itulah kata s...