Undangan pernikahan Ayah sudah tersebar, aku tidak pernah menyangka akan hal ini, akupun tidak bisa melawan ayah, hidupku seakan berantakan.
"Hei Rangga kamu kenapa lagi?" Icha yang tiba-tiba datang menemuiku.
"Ouuh tidak ada apa-apa." Aku berusaha bersikap tenang.
"Rangga mau bohong dari Ica?" Ica dengan tatapan seperti biasanya, yang tak mampu ku beralih darinya.
"Oke, oke, jadi gini Ayahku mau menikah, dengan seorang yang tidak ku kenal sebelumnya, Aku takut Ica, katanya ibu tiri itu jahat, cukup ayah saja yang sering marah, jangan ditambah lagi!!!" Jawabku kepada Ica.
"Ouuh, sudahlah Rangga, sabar saja, Bisa jadi kamu tidak suka tapi itu adalah hal yang baik bagimu." Jawab Ica.
"Tapi kan jelas saja, mana mungkin ia adalah orang baik, ia saja tidak mengenalku?" Tanyaku lagi.
"Hehehe, sabar saja dan percaya takdir." Ica tersenyum riang membuat hatiku sedikit tentram.
Tapi perkataan Ica membuatku teringat dengan perkataan nenek kalau segala sesuatunya sudah menjadi takdir, mulai dari kita lahir, sampai kita meninggal.
Sontak aku teringat akan bayangan hitam itu, apakah hal tersebut adalah bagian dari takdirku juga?
*
"Hari ini anak Rohis sibuk ya Ica?" aku bertanya sembari menunjuk ke arah masjid sekolah."Iya hari ini ada kegiatan musyawarah besar Rohis se-kota Nusa, akan dipilih siapa yang menjadi ketua selanjutnya untuk membawahi Rohis se-kota Nusa ini, kebetulan sekolah kita jadi tuan rumah kegiatan ini." Jawab Ica kepadaku
"Wah bagus ya." Jawabku"
"Hei Ica, Assalamu'alaikum." Tiba-tiba seorang lelaki mendekat dan menyapa kami.
"Wa'alaikumussalam, hee Randy apa kabar?"
"Alhamdulullah, eeh halo aku Randy siapa namanya kak?" Orang ini bernama Randy dan menyapaku juga.
"Aku Rangga salam kenal." Jawabku.
"Kalian berdua satu angkatan." Jawab Ica kepadaku.
"Ouuh iya hehehe, ayo Ica sebentar lagi mau dimulai acaranya, Doain ya." Randy terlihat sangat akrab.
"Oke siip semoga berhasil."Ica pun terlihat sagat riang dan terlihat tatapannya ke Randy sangat berbeda.
"Oke aku duluan ya Ica, Rangga, Asaalamu'alaikum."
"Ica? Icaa!" Aku berusaha memabggil Ica beberapa kali namun Ica terlihat sangat senang dan terpaku menatap Randy.
"Ouuh Iya kenapa Rangga?" Ica menjawab panggilanku yang ke tiga kali.
"Siapa dia Ica?" Aku coba bertanyak lagi.
"Ouuh dia Randy sa... sahabatku sejak SMP, ia ketua Rohis di SMAN 2 Nusa dan kini mencalonkan diri sebagai ketua Rohis se-Nusa jaya." Ica bercerita dengan tatapan kagum sampai lupa kalau aku ada di sini, atau jangan-jangan huruf (R) di diary book Ica memang bukan Rangga tapi..., tapi Randy?
Tapi, kok aku...? aku merasa cemburu? kenapa? Ica kan sedari awal memang orang hebat, Randy pun terlihat sangat pintar dan pastinya orang baik, kenapa ini? ada apa dengan perasaanku ini?
Sadar Rangga, sedari awal aku memang memang tidak pantas untuk suka dengan Ica.
"Heii Rangga ayo, kamu harus ikut kegiatan ini juga." Aku terpaku sampai tidak sadar Ica sudah lebih dulu berjalan.
"Ooh... Iya... baiklah." Jawabku singkat.
*
"Itulah dia pemaparan Visi dan Misi dari calon ketua Rohis se-Nusa Jaya, Ahmaaad Randyyy." Suara MC
KAMU SEDANG MEMBACA
The Streets are Quiet (Novel)
Teen FictionBayangan itu muncul lagi, aku terperangkap dan merasa tubuhku sedang dikuasainya. Aku membunuh semua yang ada di hadapan, tak ada yang tersisa kecuali diriku dan aku, siapa aku sebenarnya...? Akhir sebuah derita adalah penderitaan, yaa itulah kata s...