Terlihat ramai jalanan ini, senyum salam dan sapa orang-orang sangat ramah, aku selalu berharap kebahagiaan seperti ini, datang terus menghampiri rasa tenang damai, tanpa ada kata luka lagi. Seandainya kebahagiaan bisa aku beli pastilah hidup tidak sesempit ini.
Vespi masih rusak, aku belum menyempatkan diri untuk membawanya ke bengkel. Ayah sedang bertugas dengan segala kesibukannya, biasanya membuatku sedikit lebih leluasa untuk kesana kemari, namun tidak kali ini, motorku sedang rusak membuatku hanya bisa berjalan-jalan di sekitaran rumah.
Kota Nusa, adalah kota tempat kelahiran kakek dan kenek, dulunya kota ini adalah perkampungan dengan nama yang sama. Nusa merupakan nama seorang pahlawan yang lahir di tanah ini, kata nenek, keluargaku mempunyai garis keturunan langsung darinya.
*
Nusa adalah sosok yang kuat, ia mempunyai jurus atau gaya bertarung menyerupai simpanse atau monyetlah, "wah apakah gara-gara ini Farel selalu mengataiku monyet? Hahaha," apa yang dia tahu tentang garis keturunanku.Menurut cerita budayawan di sini, Nusa tidak bisa dikalahkan ia adalah manusia terkuat dulunya hingga pada suatu masa, ia dirasuki roh jahat sehingga mengamuk dan membunuh orang-orang di tanah ini, setelah sadar Nusa menyesal dan pada akhirnya puncak penyesalan itu membuatnya rela bunuh diri, agar tidak ada lagi korban yang berjatuhan karenanya.
Adapun cerita lain yang sedikit berlawanan tentang Nusa, yang pernah aku dengar yakni, karena Nusa tidak terkalahkan, tiba-tiba datanglah tokoh jahat untuk menantang Nusa bertarung, pertarungannya sangat menegangkan dan masing-masing dari mereka sama-sama kuat. Singkat cerita Nusa tidak ingin dirinya dikalahkan karena takut kampung ini akan dikuasai oleh orang jahat tersebut, tapi lawannya juga cukup kuat dan sulit untuk dikalahkan, akhirnya Nusa menggunakan jurus terlarangnya sehingga musuhnya bisa mati, namun jaminan dari membuka jurus ini ialah nyawa Nusa sendiri untuk ditumbalkan, Nusa pun ikut mati pada saat itu, maka diangkatlah Nusa jadi pahlawan kampung dan untuk mengenangnya, diberilah nama kampung ini Nusa dan beratus-ratus tahun berlalu kampung ini telah berubah menjadi kota dengan nama yang sama.
*
"Aaakh," suara sakit seseorang yang tiba-tiba terhempas keluar dari sebuah gang."Astaga, siapa dia" aku berbisik dalam hati. Tak lama setelah orang itu terjatuh, muncullah seseorang lagi dengan sosok menyeramkan, tinggi dan kekar berpenampilan preman dengan baju rumpi lapis, celana jeans persis seperti korean style. Ia terus menggebuki orang yang terjatuh tadi.
"Kekuatan kita harus digunakan untuk menolong yang lemah," aku teringat nasihat nenek, sontak saja diriku langsung berteriak dan lari ke arah preman besar itu.
"Oii hentikan, hiaaa" aku berusaha memukulnya dengan pukulan yang paling kuat.
Tassss, sial dia manangkap tinjuku hanya dengan satu tangan.
"Aaaakh" jeritku kesakitan, orang besar ini memutar tanganku, aku merasakan sakit yang amat sangat, sial apakah tanganku akan dipatahkannya?
"Aaaakh lepaskan woii" jerit semakin sakit, orang ini sangat kuat.
"Hiaaa Buuug" tiba-tiba dengan begitu cepat tendangan keras dari arah samping mengenai orang besar ini.
"Sial tendanganmu lumayan juga" bicara orang besar ini sembari bangkit.
Tiba-tiba datang lagi sosok misterius menggunakan masker dan topi cowboy mirip seperti karakter dari game yang pernah kumaini. Sang cowboy tidak berbicara apa-apa ia langsung menyerang preman besar yang sudah kembali berdiri.
Pertarungan tak terhindarkan, dua-duanya sama-sama kuat dan saling pukul dan menangkis, si preman begitu lihai dalam memukul dan melakukan serangan namun ang cowboy juga sangat lincah untuk menghindari setiap serangan dari si preman.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Streets are Quiet (Novel)
Teen FictionBayangan itu muncul lagi, aku terperangkap dan merasa tubuhku sedang dikuasainya. Aku membunuh semua yang ada di hadapan, tak ada yang tersisa kecuali diriku dan aku, siapa aku sebenarnya...? Akhir sebuah derita adalah penderitaan, yaa itulah kata s...