✰ SENYUMNYA KEMBALI ✰

2 1 0
                                    

"Huaah, ngantuk sekali pagi ini." Letih menyelimuti akhir pekanku, mata berat yang ku paksa untuk terbuka, sangat pegal dan capek akibat pertandingan silat kemarin. Pertandingan silat itu diadakan dua hari, dan kemarin aku berhasil membawa sekolahku masuk final, sayangnya aku kalah dari SMAN 2 Nusa Jaya sekolahnya Farel, tapi bukan Farel yang aku lawan. Aku tidak tahu siapa yang aku lawan kemarin, seandainya Farel, pasti aku gampang menang.

Untuk pertama kalinya aku kalah dari seseorang, siapa dia sebenarnya. Gaya bertarung yang cukup bagus, dapat menghindari seluruh seranganku, pukulannya juga selalu mengenai titik yang dapat membuat poinnya tinggi.

Awalnya aku pikir dia adalah Farel, tapi gaya bertarung menyerupai harimau itu membuatku tidak yakin, dan benar saja setelah ia membuka Head Guardnya nampak sangat asing bagiku, ia juga tidak terlihat seperti anak geng jalanan yang rata-rata punya gaya bertarung silat, tapi ia pasti orang baik, setelah pertandingan ia langsung memelukku dan meminta maaf jikalau pertandingan itu ada hal yang aku tidak sukai darinya.

Dibalik jendela, terlihat ayah sudah pulang. Aku teringat dengan mimpiku kemarin, aku sempat berpikir apakah ayah akan mencariku juga jika aku hilang? apakah ia akan mengorbankan dirinya juga hanya demi diriku? Pertanyaan ini terus mengambang di kepalaku.

"Eeeh, siapa itu." Seorang perempuan turun dari mobil ayah, dan menggandengnya keluar mobil.

Tok... tok... tok...

"Ayah tunggu di ruang tamu sekarang ya," pintu diketuk, ayah masuk dan memanggilku untuk keluar ke ruang tamu.

Aku menuruni tangga, menatap kebawah, seorang perempuan duduk bersama ayah, ia adalah perempuan yang aku lihat tadi.

"Rangga, sini duduk nak." Panggil ayah dengan nada lembut, sungguh hal yang baru dan tak pernah kudapatkan dari Ayah, apa yang membuatnya seperti itu pagi ini.

"Rangga, kenalkan ini calon Ibumu, ayah akan menikah bulan depan dengannya." Sontak aku syok mendengar perkataan ayah. Aku takut keluarga ini akan semakin berantakan dengan kehadiran orang baru di dalamnya. Ayah saja cukup membuatku menderita, apa lagi ditambah ibu tiri yang kebanyakan hanya mencari kekayaan suaminya, kasar kepada anak-anaknya dan bermuka dua, kata orang-orang dan di film-film yang pernah ku tonton.

"Halo ini Rangga ya? kenalkan saya Maya, semoga nak Rangga bisa menerima saya jadi ibu ya." Aku cuman menatap heran perempuam ini, membaca setiap pergerakan dan perkataannya.

"Rangga ayok salim sama Maya." Ayah memberikan kode dengan tatapan sinis.

Aku langsung pergi dan kembali ke kamar. "Sabar ya, Rangga memang begitu orangnya, tapi saya yakin kamu bisa mengatasinya," ayah berbicara kepada perempuan itu setelah aku pergi.

Aku tidak mau ada perempuan itu di rumah, aku tidak mau penderitaan ini semakin menjadi, walaupu memang aku belum pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Ibuku meninggal ketika aku berusia enam bulan setelah dilahirkan.

Tapi kata nenek, ibuku adalah seorang penyayang, hampir setiap hari ia menangisi orang-orang miskin atau yang kurang mampu, ia juga sangat senang membantu orang lain.

Tassss...

"Rangga!!!" Ayah masuk membanting pintu, aku kaget dan aku yakin, ayah marah karena perkara tadi.

Taaps... tapss... Tamparan keras dari ayah mengenai pipi kiri dan kananku.

"Anak kurang ajar kamu, mempermalukan Ayah saja!!!" ayah dengan amarahnya yang meluap-luap.

"Rangga tidak mau kalau ayah menikah lagi, ia pasti orang jahat." teriakku penuh emosi di hadapan ayah.

Tassss... "kamu melawan ayah ya?" ayah menamparku lagi.

Aku berlari menurungi tangga, keluar dengan penuh amarah, akan pergi keluar rumah. Sungguh sangat perih sebuah derita keluarga ini, ayah selalu bersikap semena-mena, kini ia akan menikah dengan orang yang tidak kukenal.

Aaaaaakh...

*
Pada sebuah gang sempit, aku terpaku dan merenung di sini, tenang sebuah jalanan sepi, tak ada orang yang berani lewat sini selain anak geng-geng dekat kompleks ini.

Tertunduk menatap tanah, dengan dada yang sesak air mata terus bercucuran, perih sebuah kisah akan cerita dengan plot-plot sedihnya, mungkin aku adalah tokoh dengan penggambaran kesialan.

"Aaaaakhhh..." memukul-mukul tembok yang ada di hadapan, tangan terluka bukanlah masalah, perih dalam dada lebih sakit rasanya, ketimbang darah yang bercucuran di tangan.

"Heiii bang! Bang Rangga kah." Tiba-tiba terdengar betul suara yang yang sangat kukenali.

"eeeh benar lah bang Rangga, waaah lama awak tak nampak abang." Benar ia adalah bang Jack, aku kaget ia bisa menemukanku di sini.

"Heii, ternyata mas Rangga ya." Bang Yan juga ikut bersama bang Jack.

"Waaah, kalian berdua apa kabar?" Tanyaku sembari menghapus air mata yang jatuh.

"Wah nampaknya awak tengok bang Rangga sedih sangat ye?" tanya bang Jack kepadaku.

"Biasalah, masalah rumah." jawabku.

"Wah, apapun masalahnya mas saya tau perasan mas Rangga gimana, sayapun berasal dari keluarga yang berantakan, ayahku cerai, ibuku pergi tak tahu kemana, akhirnya saya hidup sendiri, sempat depresi, tapi untung aku bertemu teman-teman geng sagitarius, sehingga lukaku terobati seketika," bang Yan menceritakan keluarganya yang juga berantakan.

"Iya bang Rangga, sebenarnya kami memang mau kerumah bang menyelinap, makanya kami lewat gang ini, supaya bisa masuk lewat belakang, tapi yah kayaknya kita berjodoh jadi ketemu di sini." bang Jack sudah terlihat ceria lagi, senyumnya telah kembali.

"Ouuh, ada keperluan apa bang?" tanyaku.

"Iya mas, saya mau ajak mas gabung di geng saya walau sebelumnya mas Rangga nolak, kali ini saya yakin sih mas Rangga mau gabung hehehe," jawab bang Yan dan ajaknya kepadaku.

"Bagai mana ya bang, aku sebenarnya sudah lama ini..."

"Ayo bang sebentar ada tantangan bentrok dengan geng Elang, bang Rangga kalau tidak mau ikut bisa nonton saja, liat kemampuan awak sudah berkembang hahaha," bang Jack tertawa lepas.

Aku terdiam sejenak,  berpikir, sebaiknya aku ikut dan nonton saja, dari pada harus kembali kerumah dan terjadi keributan lagi.

"Oke ayolah, tapi aku nonton saja ya hehehe." jawabku dan menerima ajakan mereka.

*
"Woaaah ini markas geng Sagitarius?" tanyaku heran kepada bang Yan dan bang Jack.

"Iyaps betull," jawab bang Jack.

Aku terkagum-kagum dengen markas ini, serba putih dan bersih, orang-orangnya terlihat ramah dan baik-baik.

"Ouuh halo ketua, mas Yan, dan siapa namanya bang?" seseorang menghampiri kami, perawakan kekar dan rambut kribonya, menggambarkan ia dari timur.

"Ouuh, saya Rangga bang, salam kenal." aku menyalaminya.

"Saya Soju bang salam kenal, ouuh iya ketua, pasukan sudah siap, bagaimana sekarang?" "Tunggu dulu ia menyebut bang Jack ketua? Bisikku dalam hati.

"Oke siapkan pasukan, kita berangkat sekarang." bang Jack tiba-tiba berubah ekspresi sangat serius.

"Bang Jack? ketua?" tanyaku keheranan.

"Iya mas, ketua yang dulu sudah meninggal dan saya sebagai perdana mentri memilih bang Jack sebagai gantinya, kemampuannya hebat di atas rata-rata kami semua hehehe." Jawab bang Yan.

"Hahaha tidaklah bang Yan ini berlebihan, tetap bang Rangga yang paling hebat di antata kami." Mukanya yang tadi serius kini kembali riang dan terlihat bahagia dengan senyuman itu.

"Oke, semuanya Pasukan siaaap... berangkat...!!!"

"Hiaaaaaaaaa" teriak gemuruh dalam markas ini.

The Streets are Quiet (Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang