✰ MURID BARU ✰

9 3 0
                                    

"Heuh... Heuuh..., cepat, cepat, cepat"

Terus berlari secepat mungkin, walau asap dan debu jalanan menabrakku, dan kadang sesekali aku yang menabrak orang, tak akan bisa menghentikan langkahku. Upacara kali ini aku tidak boleh terlambat lagi. Sungguh menyeramkan bila harus bertemu bang Aceng lagi, kali ini ia pasti tidak akan melepaskanku.

Sial, entah apa yang membuat motorku tidak bisa menyala pagi ini. Aku tahu motor Vespa peninggalan kakekku ini adalah motor yang sudah sangat tua, tapi aku selalu merawat motor ini agar usianya bisa bertahan lebih lama.

*
(Pagi tadi)

Trenden den den puh...
Trenden den den puh...
Trenden den den den den den puh...
(Stater Vespa)

"Sial aku sudah bangun sangat pagi, melawan rasa malas ini demi nenek, tapi malah dirimu yang tidak bisa menyala, Vespi ooh Vespi"

*
Vespi adalah nama motor pemberian kakek, katanya motor ini dulu pernah dipakenya untuk PDKT debgan nenek, dan menemani kakek berkeliling perkampungan sebelum jadi kota seperti sekarang.

Kakek adalah orang yang romantis, walau memang juga adalah orang yang pemalas dan kotor, namun setelah menikah dengan nenek, ia tampil begitu berbeda dan semakin bersih, karena nenek adalah orang yang sangat disiplin dan bersih, seperti itulah yang diceritakan nenek semasa hidupnya.

Sekarang Pukul 6.30, upacara dimulai pada pukul 7.00, perjalananku tinggal 20 menit lagi, aku masih sempat 10 menit sebelum gerbang ditutup lagi.

"Praaaaak, aaah, aduuh," aku tertabrak dan kesakitan.

Tiba-tiba mobil menyerempet tepat pada bagian sisi kanan badanku, mobil ini sungguh tidak asing bagiku.

"Ini pasti dia."

"Hahaha, dasar si pemalas," di balik kaca mobil tertawalah si Farel dan para kecoanya.

"Sial kau, aduh," aku menahan sakit dari lengan kiri yang lecet akibat terjatuh setelah mobil Farel menyerempetku.

Lututku sedikit berdarah namun lumayan bisa membuatku sulit untuk berlari lagi ke sekolah, "sial, aku akan terlambat lagi."

"Good by nyet, semoga kamu gk ketemu bang Aceng ya, hahahaha, yuk berangkat," Farel melambai dari atas mobilnya sembari mengejek.

Senin yang buruk akhirnya kembali menghampiri, "aaah siaal."

(Pukul 8.00)

Aku telah sampai di sekolah. Upacara telah selesai, tapi anenhnya bang Aceng tidak ada di pos satpam, kata bang Amin teman dari bang Aceng, ia sedang sakit dan izin untuk tidak masuk ke sekolah.

Akhirnya, kesialan dan keberuntungan datang secara bersamaan. "Tapi aku heran, bang Aceng lagi sakit apa?" Ia adalah sosok yang kuat dan belum pernah mengalami sakit sebelumnya, tapi apa peduliku, yang jelas pagi ini aku tidak kena hukuman lagi.

Tok, tok, tok "Assalamu'alaikum," aku masuk kedalam kelas.

Sial, rupanya kepala sekolah ada di kelasku pagi ini, akankah masalah baru mengahampiri, terlepas dari bang Aceng kini harus berurusan dengan adiknya.

"Wa'alaikumussalam, Farel..! kamu terlambat lagi ya?" tanya kepala sekolah kepadaku.

"Iya maaf ibu, tadi ada sedikit masal.."

"Diam..!, tidak ada alasan, sekarang berdiri di pojok kelas itu, pegang telingan dan angkat satu kakimu" ibu kepala sekolah memotong penjelasanku.

"Baik ibu" jawabku dengan sedikit emosi.

"Dasar kamu, syukur-syukur ibu tidak mengelurkan kamu dari kelas ini" respon kepala sekolah dengan tatapan tajamnya.

Sial, tiada hari tanpa derita, aku tidak tahu apa lagi respon ayah seandainya ibu kepala sekolah kembali menelponnya.

The Streets are Quiet (Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang