✰ TERLAMBAT ✰

28 5 0
                                    

Cahaya pagi merembes masuk melalui kaca kamarku, penanda hari yang membosankan ini akan dimulai.

Pukul 6.30, tatap rabun melihat jam weker yang terus menertawakan keperawakanku pagi ini, seolah berbisik agar segeraku mandi. Aku sangat benci waktu pagi, begitu melelahkan bagiku semua orang terlihat sibuk pagi ini.

Hari senin yang sangat melelahkan, awal hari seteleh weekend begitu buruk. Harapku hari senin tidak ada di dunia ini, dan semua hari adalah hari Minggu, ooh begitu menyebalkannya hari ini.

Belum lagi hari ini adalah hari pertama masuk sekolah, kini aku masuk kelas XI. Aku anak MIPA tapi tak ada satupun mata pelajaran MIPA yang aku kuasai, mulai dari Kimia yang menghitung suatu hal yang tak terlihat, Fisika yang menghitung rumus untuk mendapatkam rumus lain agar tercipta jawaban yang berakhir rumus juga, belum lagi Matematika peminatan yang soalnya sederhana tapi jawabannya full papan tulis, "aaaah menyebalkan sekali."

*
kriiinggggg, kriingggg, kringgg,

"Waduuuh, pukul 6.30, Sial aku tertidur, sepertinya aku akan kembali terlambat untuk upacara sekolah lagi, Aakhh."

Dengan sesegera mungkin kupakai seragam sekolahku, putih abu-abu dengan logo sekolah disebelah kiri, bertuliskan SMAN 1 Nusa Jaya.

Pukul 7.00 penanda upacara telah dimulai, jam weker tua ini terus berisik, bahkan mengejekku karena kesekolah tidak mandi, "emang apa masalahmu jam butut!"

Sayangnya Jam jelek ini adalah pemberian nenekku satu satunya menjadi kenangan setelah kepergiannya dua tahun yang lalu.

Aku begitu menyayanginya, dia adalah nenek yang merawatku selalu, orang tuaku terlalu sibuk bekerja dan tak pernah punya waktu untuk dirumah. Yang mereka tahu cuma marah-marah ketika melihatku bermalas-malasan.

Tapi tidak dengan nenekku ia adalah sosok yang selalu mendukung apa yang kulakukan, walau memang kadang juga dimarahi karena malas mandi. Setidaknya nenekku masih ada waktu untukku.

*
Oooh tidak, gerbang sekolah sudah tertutup, pembina upacara sementara menyampaikan amanatnya. Sial keterlambatan kali ini akan menyeramkan lagi.

Aku bingung, kadang menjadi suatu penyesalan tersendiri dari semua kecerobohanku ini, tapi aku menikmatinya. Aku bahkan berpikir "untuk apa kita sekolah?" hidup ini penuh dengan kenyataan yang tidak mesti didapatkan di sekolah.

Banyak dari mereka yang bersekolah tinggi tapi hanya sekedar sekolah, toh cuman jadi pengangguran, bahkan ada yang sekolah tinggi-tinggi hanya jadi koruptor.

Tapi, amanat nenekku sepeninggalnya, membuatku berjanji untuk tetap sekolah.

"Kamu sekolah yang tinggi ya, sampai sarjana, supaya nenek bisa tersenyum nanti, kamu harus janji ya?"

Tak mampuku menahan rindu bila mengingat momen terakhir bersama nenek, ia selalu yakin kalau aku akan sukses suatu saat nanti.

Akhirnya upacara selesai, tempatku bersembunyi sangat jauh, sedari tadi aku bersembunyi di dalam WC kantor tua depan sekolah, ini adalah kantor lama yang terbengkalai, tempat ternyaman untuk lari dari persembunyian bang Aceng. Bang Aceng adalah satpam sekolah kami, sosok yang menyeramkan dengan tatapan mata yang tidak pernah berkedip dengan alis yang bersambung membentuk kerucut yang mengarah kebawah. Tatapannya kepada siswa seperti tatapan singa yang siap menerkam mangsanya.

Setelah beberapa kali mengintip, aku perlahan berjalan, mengendap keluar WC busuk ini. Sesekali melirik kekiri, kekanan, memutar badan sambil memperhatikan Jam tanganku yang kini masuk pukul 8.00.

Kelasku ada di belakang kantor ruang guru. Perjalan yang begitu jauh untuk sampai kesana, sehingga butuh kelihaian khusus dalam mengendap-endap agar tak terlihat oleh satpam.

Sekolah ini sangat menerapkan kedisiplinan. Siswa-siswinya harus masuk sekolah pukul 7.00, ukuran Rambut harus 3x1 persis sepertu tentara, "kayaknya sekolah ini salah deh, bukan SMA tapi Akademi Militer."

Dan bang Aceng adalah tokoh utama disekolah ini, hampir setiap peraturan sekolah dia yang usulkan, semua peraturan yang diusulkan, dititik beratkan pada kedisiplinan, sesekali guru yang melanggar juga kena hukuman. Kalau guru saja bisa kena apa lagi kami.

Bang Aceng tahu siapa saja yang terlambat masuk kesekolah, matanya sangat jeli, dia ada di mana-mana. Tak ada satupum siswa yang bisa lepas.
Cuma anehnya, aku tidak melihatnya hari ini, bahkan di pos Satpam pun aku tidak melihtnya, kemanakah ia, apakah keterlambatanku kali ini akan selamat?

Begitu mengerikan bila seseorang bertemu dengannya dalam hal keterlambatan. Kadang mereka dijemur sampai pingsan, Ada yang disuruh membersihkan WC sebulan penuh, dan ada yang sampai dikeluarkan dari sekolah.

Orang-orang yang baru masuk kesekolah ini terheran-heran kenapa bisa seorang satpam mengeluarkan siswa di sekolah dan menghukumnya dengan keras. Bang Aceng adalah mantan anggota militer, kemudian menjadi mantan kepala sekolah di sini, kini adiknya yang menjabat jadi kepala sekolah, maka dari itu dia punya kekuatan penuh atas sekolah melalui adiknya.

Dia mempunyai prinsip kalau "orang yang bodoh adalah orang yang tidak dapat menghargai waktu."

Buug, sepertinya aku menabrak seseorang, tapi aku yang terjatuh.

"Ooh tidakk bencaanaa, bang Aceeengg!"

Aku berusaha lari, tapi cukup terasa, kerah bajuku telah tertarik olehnya. Aku diseret bagai kucing.

"Mau kemana kau Rangga, tamatlah riwayatmu."

Keringat dingin, rasa takut, dan debar jantung ini berpadu jadi satu, untuk kesekian kalinya aku bertemu orang ini, ooh tuhan tolonglah.

*

Dassss, bagai sebuah boneka aku dehempaskan kesofa, kali ini cukup aneh, ia tidak membawaku ke WC seperti biasanya aku dihukum, tapi kali ini dibawanya diriku ke Ruangan BK.

"Selamat Pagi Ibu," salam bang Aceng.

"Iya selamat pagi pak Aceng," jawab ibu Fani

"Ini ibu, seperti biasa, si Rangga, kali ini aku serahkan ke ibu saja ya?" tanya bang Aceng.

"Ouuh iya baiklah Pak Aceng. Wah Rangga, kamu berulah lagi" ibu Fani dengan senyumannya.

"Ok Ibu ya, saya tinggal dulu," pamit bang Aceng.

"Iya pak, terima kasih" jawab ibu Fani.

Sedikit lega walau masih gemetaran, karena tidak seperti biasanya bang Aceng melepaskanku begitu saja.

"Nak Rangga kenapa lagi?" tanya ibu Fani kepadaku.

Ibu Fani adalah sosok guru BK yg baik hati dan penyayang, entah kenapa disekolah lain, siswa takut dengan guru BK, disekolahku guru BK ada 3, mereka semua ramah, malahan yang menyeramkan cuma bang Aceng.

"Nak Rangga kenapa melamun?" tanya ibu Fani yang melihatku tertunduk.

"Iya Ibu maaf, tadi masih syok ketemu Bang Aceng," jawabku.

"Kasian, ini minum dulu nak, lalu ceritakan apa masalahnya." Ibu Fani mengambilkan gelasnya.

"Iya Ibu, terima kasih," jawabku sembari minum.

Sosok ibu Fani yang baik hati membuatku begitu merindukan nenek, yang juga sama penyayangnya.
Walau dua tahun telah berlalu, sungguh mengingat kenangan bersama sang nenek selalu membuatku nangis.

"Nak, kenapa nangis?" tanya ibu Fani.

"Maaf ibu, tidak apa-apa, jadi begini...."

The Streets are Quiet (Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang