Rumah adalah sebuah tempat dimana kamu merasakan perasaan nyaman saat tinggal disana. Apabila yang disebut rumah tidak membuatmu nyaman maka tinggalkan saja. Itulah yang ada di dalam pikiran remaja yang tengah bertelanjang dada di ruangan tamu. Di belakangnya ada sang ayah yang membawa tas miliknya.
"Dev pakai bajumu!" tegas Fahri.
"Males pakai baju," keluh Deva.
Pemuda itu akan berlari kearah kamarnya ditahan sang ayah. Deva mengernyitkan dahinya bingung akan itu semua. Fahri memberikan kaos milik Deva. Deva mengambilnya lantas memakai kaos tersebut.
"Besok jangan sekolah ya," ujar Fahri mengelus rambut anaknya.
"Kata mama kalau tidak sekolah aku semakin bodoh," ujar Deva polos.
"Anak papa tidak bodoh," ujar Fahri.
"Hari ini Dev mau sama papa seharian," ujar Deva menundukkan kepalanya.
"Apapun untukmu," ucap sang ayah.
Pemuda itu tersenyum akan ucapan sang ayah. Memang mereka baru saja kembali dari kantor Fahri setelah melaksanakan Salat Subuh berjamaah. Jadi Fahri tidak mengizinkan sang anak pergi ke sekolah takut kesehatan anaknya menurun.
Deva menarik tangan sang ayah menuju kamarnya. Alasan dia tidak suka di rumah ibunya karena dipaksa bersekolah apapun keadaan dia. Jadi Deva tidak suka disana ditambah ibunya sering menghina, bahkan membentaknya apabila dia melakukan kesalahan kecil.
Fahri memang sering memarahinya, tapi akhirnya Fahri yang meminta maaf terhadap Deva. Itulah yang menyebabkan Deva suka dimarahin ayahnya, karena biasanya Fahri akan menjanjikan mainan untuk penembusan rasa bersalahnya.
Perbedaan paling jelas antara tinggal di rumah ibunya dan ayahnya adalah rasa nyaman Deva sendiri. Deva yang terbiasa berteriak di rumah tidak bisa melakukan itu semua di rumah ibunya, Deva belum terbiasa akan kehadiran ibunya.
Bella memang ibu kandungnya pernah tinggal satu atap bersama selama tujuh tahun lamanya. Cuma Deva sekarang canggung akan itu semua. Bahkan Bella seperti tidak mau berdekatan dengan Deva sedikitpun.
Ibunya seolah membuat dinding tinggi pembatas antara dirinya dan Deva. Deva yang anaknya memang sulit didekatin jadi semakin menjaga jarak dengan sang ibu.
"Hey melamun kamu!" pekik Fahri menepuk pundak anaknya.
"Dev mau sekolah saja," ujar Deva.
"Yakin, hm?" tanya Fahri mengelus rambut sang anak.
Pemuda itu mendekat kearah sang ayah. Fahri mengangkat tubuh anaknya untuk digendong. Deva malah bersembunyi di ceruk leher ayahnya.
Fahri tahu anaknya menyembunyikan suatu hal yang tidak dia ketahui. Fahri biarkan saja lagipula nanti Deva akan menceritakannya sendiri.
Di depan pintu bertuliskan nama Deva. Fahri menendang pintunya pria itu merasakan sedikit getaran di pundaknya. Fahri lupa bahwa Deva tidak suka kegelapan. Fahri membuka gorden kamar Deva agar matahari masuk ke kamar Deva.
"Sakit," gumam Deva.
Ayah Deva menurunkan anaknya. Dia membuka baju sang anak. Memeriksa tubuh anaknya. Dia ingin memastikan apakah ada luka di tubuhnya.
"Papa aku tidak suka disini," gumam Deva.
Fahri berbaring di sebelah sang anak. Deva yang seolah tahu mendekat kearah ayahnya. Pemuda itu menduselkan kepalanya di dada bidang Fahri.
"Deva mau sama papa saja. Disini pada galak semua," gumam Deva.
"Papa galak tidak?" tanya Fahri.
"Papa tidak galak. Cuma nyeremin aja kalau marah," gumam Deva.
Duda itu terkekeh akan jawaban anaknya. Fahri merasa kehilangan saat Deva tinggal bersama mantan istrinya. Bahkan dia jadi jarang pulang ke rumahnya. Rey yang mengambil pakaian Fahri setiap harinya ke rumah. Fahri tidak suka kembali ke rumah. Dia tidak suka sendirian jadi lebih memilih lembur di kantornya.
Pria matang yang sebentar lagi berusia empat puluh tahun menyusul anaknya ke alam mimpi. Deva tersenyum dalam tidurnya. Selama sebulan dia jarang tidur senyaman ini.
Beberapa hari kemudian Deva dipanggil ke ruangan kepala sekolah. Deva merasa tidak melakukan kesalahan apapun belakangan ini. Sebagai siswa baik dia menurut saja. Dia berjalan sendirian kesana karena dia menyuruh Atha ke kelas duluan.
Saat dibuka ternyata sosok ibunya. Bella akan memeluk tubuhnya dihindari Deva dengan memundurkan tubuhnya.
"Ada apa, pak?" tanya Deva.
"Terimakasih pak. Saya ingin berbicara dengan putraku," ujar Bella membungkukan badannya.
"Sama-sama nyonya," ujar kepala sekolah.
Bella memegang tangan kanan Deva sangat kuat. Deva merasakan bahwa kuku panjang Bella melukai pergelangan tangannya. Tidak tahan rasa sakitnya dia melepaskan secara paksa tarikan sang ibu.
"Mama ingin membicarakan apa?" tanya Deva langsung ke intinya.
"Aku ingin kau tanggung jawab atas kelakuanmu waktu itu," ujar Bella.
"Sebutkan saja nominalnya. Aku yakin papa bisa membayar berapapun uang yang mama minta," ujar Deva datar.
"Didikan Fahri tidak benar sekali. Harusnya kamu dimasukkan ke dalam asrama agar disiplin," ujar Bella karena tersinggung akan nada bicara Deva.
"Kau bahkan tidak membesarkan putramu sendiri, nyonya Bella," ujar seseorang sangat dingin.
Mereka berdua kompak membalikkan badan. Disana ada sosok Fahri wajahnya sangat tidak ramah sekali. Deva mengerti ayahnya tengah menahan emosi yang akan meledak kapan saja.
"Berikan dia cek." Fahri memberi kode kepada Rey. Rey mengganggukkan kepalanya dia memberikan apa yang diperintahkan Fahri kepada Bella. Fahri mendekat kearah anaknya. Dia mencium kening Deva. "Kurasa cukup sebulan putraku tinggal bersamamu," ujar Fahri.
"Seperti anak kecil saja," ledek Bella.
"Orang yang dibesarkan dengan penuh kasih sayang tidak akan mengerti," ujar Fahri dengan senyumannya.
Bella berdecak kesal dia pergi dari sana. Fahri menyuruh Rey pergi dia ingin berdua saja dengan anaknya. Rey sangat kesal akan perintah yang sayangnya dari bos. Kalau bukan bos pasti Rey tidak mau.
"Katanya banyak meeting hari ini," ujar Deva.
"Males ah. Papa mau santai saja di rumah," ujar Fahri malas.
"Wajah lu macem bocil putus cinta aja!" ledek Deva melihat wajah ayahnya.
"Ngeselin lu sebagai anak!" pekik Fahri.
"Hahahaha," tawa Deva karena berhasil membuat ayahnya kesal.
Hal yang membuat Deva lebih suka bersama ayahnya adalah ini Fahri bisa diajak bercanda layaknya teman sebaya. Tawa Deva terhenti karena merasakan perasaan perih di pergelangan tangannya.
"Dev kamu dilukai mama?" tanya Fahri menunjuk ada goresan di salah satu pergelangan tangan Deva.
"Aduh!" rengek Deva.
Fahri duduk di atas rumput sang anak juga mengikutinya. Deva malah tiduran di paha Fahri, pemuda itu merengek terhadap ayahnya merasakan sakit di pergelangan tangannya.
"Bangun dong nak. Papa akan obati," ujar Fahri mengelus rambut anaknya.
"Bobo ah. Biar gak kerasa sakitnya," guman Deva memeluk perut Fahri.
"Terserah kamu saja," sahut Fahri.
"I love you my superhero. Deva sayang banget sama papa," gumam Deva yang suaranya terendam karena memeluk perut Fahri.
Fahri tersenyum dia memang biasa mendengar bahwa anaknya sangat menyayangi dirinya. Dirasa Deva tertidur Fahri menghubungi Rey untuk mengambil kotak P3K di mobil.
Jangan lupa tinggalkan vote, komentar dan kritikan bagi penulis
Sampai jumpa
Senin 30 Oktober 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Deva (END)
Teen FictionNot BL/Only Brothership. Ini hanya kisah ayah dan anak saja tidak lebih. Zyandru Bakrie Radeva cowok dingin yang sering disebut kulkas berjalan oleh teman-temannya menyimpan trauma berat tentang suatu kejadian di masa lalunya. Deva panggilan akrabny...