13. Rumor Tentang Faris

828 84 70
                                    

Jika takdirku bukan bersamanya, coba baca ulang Ya Allah. Kali aja salah baris, sehingga tertukar dengan  perempuan lain

Beberapa hari setelah itu, Aneesha masih terlihat begitu murung. Yang biasanya banyak makan, kini dirinya tak terlalu antusias lagi terhadap makanannya. Hal itu membuat Kahfi dan Halwa khawatir dengan kondisi putrinya.

Kebiasaan Aneesha berubah begitu banyak, Aneesha kini lebih banyak melamun. Meski sekarang Aneesha melaksanakan sholat tepat untuk, namun itulah yang paling membuat orang tuanya heran.

"Kenapa?" Halwa menepuk pundak Aneesha yang lebih memilih duduk di jendela kamarnya di bandingkan keluar di balkon kamarnya.

Aneesha menoleh, namun dirinya tak membalas pertanyaan Halwa. Dia kembali memandang bintang yang bertebaran di atas langit. Air matanya kembali menetes ketika melihat bintang yang begitu indah.

Halwa melihat bila Aneesha menangis, dia duduk di hadapan putrinya. Memaksa Aneesha untuk menatap dirinya.

"Kamu kenapa?" ulang Halwa.

Bukannya menjawab, Aneesha kini semakin terisak. Dia tak memperdulikan lagi bila Halwa mengetahuinya. Rasa sakit yang di hatinya tak bisa lagi dia tahan.

"Ummah, apa salah Aneesha jatuh hati dengan laki-laki?" Aneesha menatap mata Halwa. Mata cantik yang menyebalkan kini memperlihatkan kesedihan yang begitu banyak di dalamnya.

"Tidak, Mencintai seseorang itu wajar,"

"Tetapi mengapa rasanya begitu menyakitkan?" tanya Aneesha dengan nada yang tertahan.

"Resiko mencintai itu adalah patah hati, itulah mengapa Abi selalu melarangmu untuk selalu berdekatan dengan laki-laki. Yang sesingkat ini aja kamu bisa jatuh hati, apalagi yang sudah lama kenal?" papar Halwa, dia mengelus lembut jemari Aneesha.

"Ummah tau siapa yang Aneesha cintai?" tanya Aneesha heran, karena Aneesha tak pernah menceritakan tentang Faris setelah hari itu.

Halwa mengangguk, "Dari Abimu," balasnya sembari mengambil teh hangat yang sempat dia bawa ke kamar Aneesha.

"Cantikkan bintang itu?" tanya Halwa ketika mendapati Aneesha yang melamun menatap langit.

Aneesha mengangguk kecil, "Iya." balas Aneesha tanpa melihat Halwa.

"Kamu menyukainya?" tanya Halwa lagi membuat Aneesha juga kembali mengangguk.

"Kamu boleh menyukai bintang, namun jangan berharap untuk memilikinya,"

Mendengar itu membuat Aneesha langsung menoleh, dia mengerutkan alisnya.

"Kenapa? Bukannya bintang itu indah?"

"Sesuatu yang indah memang terkadang tidak boleh kita genggam, karena itu bisa menyakiti kita sendiri,"

"Dia memang indah, tapi dia langit dan kamu di bumi. Sampai kapanpun kamu gak akan pernah bisa memilikinya. Kecuali kamu yang menemuinya di langit," balas Halwa.

"Dia orang begitu tinggi imannya, sedangkan kamu? Bukannya Ummah menjelekkan kamu, namun kenyataannya begitu kan?" tanya Halwa, Aneesha mengangguk.

"Maka dari itu, cara satu satunya cuma berdoa. Doa yang kita langit kan tidak akan pernah kembali dengan kosong jika kamu dan dia sama sama pantas untuk bersama,"

"Ummah pernah mendengar pepatah 'jika kamu sudah mendoakan dia namun dia malah semakin menjauh, berarti dia tak pantas untukmu' menurut Ummah tidak semuanya begitu. Bisa saja kita yang tidak pantas untuk memilikinya? Maka langkah utama yang harus kamu lakukan adalah merubah kebiasaan burukmu," tutur Halwa, dia ikut memandang ke atas langit.

Aneesha mengangguk, dia menatap Halwa sembari tersenyum lebar.

"Berarti Aneesha harus berubah kan Ummah?" tanya Aneesha, Halwa mengangguk.

"Bantu Aneesha ya Ummah?" pinta Aneesha.

"Aneesha tidak seperti Ummah yang mengerti agama, Aneesha hanyalah peremuan nakal yang selalu tak mendengarkan ucapan orang tuanya. Apa doa doa Aneesha bisa terbang ke atas langit untuk menemui dirinya?"

"Bisa, jika kamu benar bener berniat untuk berubah. Berdoalah, terus desak Tuhanmu, konon surga pun bisa di tukar jika doa itu berasal dari hati yang Tulus," balas Halwa.

Aneesha mengangguk, "Ya ... Aneesha harus bisa berubah!" tekad Aneesha membuat Halwa tersenyum kecil.

---

Berhari-hari Aneesha lewati dengan berusaha membuang kebiasaan buruknya. Kini Aneesha telah bisa bangun tidur sebelum subuh, sehingga membuatnya tak tertinggal lagi.

Bukan hanya itu, Aneesha juga melaksanakan Sunnahnya. Aneesha benar benar bertekat untuk berubah.

Aneesha keluar kamar ketika dia telah selesai melaksanakan kewajibannya, untuk membantu Ummahnya memasak. Meski dia tak pandai memasak, setidaknya dia bisa mengerjakan yang lainnya.

"Aneesha ngantuk Ummah, tapi Aneesha harus bisa!" ucap Aneesha membuat Halwa tertawa kecil. Dia menyukai Aneesha yang sekarang. Meski hatinya sedikit tak rela, sebab Aneesha berubah karena laki-laki.

"Yaudah tidur gih," celetuk Kahfi dari belakang Aneesha dan Halwa.

"Ihh Abi ngagetin aja! Lagi pula mana boleh, kan Aneesha udah tobat," balas Aneesha menyengir lebar.

"Ayo ikut Abi ke pesantren lagi, Abi ada keperluan disan," ajak Kahfi.

Aneesha memiringkan kepalanya, menoleh ke arah Kahfi sembari mengernyitkan alisnya.

"Keperluan apa?" tanya Aneesha heran.

"Udah ikut Abi aja," Kahfi tak membalas pertanyaan Aneesha membuat Aneesha berdecak pelan.

"Iya iyaa," pasrah Aneesha.

"Oh iya Abi dengar katanya Faris udah Khitbah," celetuk Kahfi tiba-tiba, rasa nyeri mulai menjalar lagi di dalam hatinya.

"Tapi kayanya rumor itu gak bener sih, Abah Rohim ngga deklarasi kok, kan Faris Anak kesayangan Abah Rohim tuh," lanjut Kahfi membuat Aneesha menghela napas lega sembari mengelus dadanya.

---

SEKIAN, TERIMA KASIH TELAH GABUT MEMBACA

KALAU GABUT LAGI SPAM NEXT DISINI, JGN DI PARAGRAF LAIN_-

JANGAN LUPA VOTE KOMEN!!

BYEE!! SEE YOU NEXT BAB

Surabaya, 30 Oktober 2023

Cintailah Aku, Mas Santri! [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang