Tentang Faris & Aneesha [EXTRA 1]

952 74 18
                                    

Di pagi hari, Faris sudah di suguhkan dengan pertanyaan Aneesha yang begitu banyak.

"Gimana bisa kak Faris nikahi Anes?"

"Bukannya harusnya Anes nikah sama kak Bara ya?"

"Kok tiba-tiba Anes nikah sama kak Faris sih?"

Dan masih banyak lagi pertanyaan yang Aneesha lontarkan. Faris yang sudah pusing pun menarik tangan Aneesha untuk kembali berbaring di samping tubuhnya.

Setelah melaksanakan sholat subuh bersama, Aneesha memang langsung melontarkan pertanyaan yang tak berujung. Bukan Faris yang tak ingin menjawab. Namun, belum sempat dirinya menjawab pertanyaan itu, Aneesha sudah melontarkan pertanyaan lainnnya.

"Sabar humaira ... bagaimana bisa aku menjawab pertanyaanmu, jika kamu tak memberiku waktu untuk berbicara."

Faris memeluk Aneesha dan menenggelamkan wajahnya ke leher Aneesha, membuat Aneesha sedikit merasa geli karena hembusan napas Faris yang menerpa kulitnya.

Aneesha mengangguk, "Maaf hehe, Anes kepo sih." Aneesha mendorong tubuh Faris supaya menjauh dari tubuhnya dan membuat Faris berdecak pelan, karena kesenangannya di ganggu begitu saja.

"Aku akan menceritakannya jika kamu memelukku," cetus Faris.

Mata Aneesha membola ketika mendengar permintaan Faris. Jantungnya berdetak cepat dan tubuhnya sedikit bergetar. Namun, dirinya tetap melakukan perintah Faris yang menyuruh Aneesha untuk memeluk tubuhnya.

Tangan Aneesha terulur dan memeluk Faris yang menatap dalam ke arahnya. Aneesha yang di tatap begitu, seketika muncul guratan merah pada pipinya. Kini giliran Aneesha yang menenggelamkan kepalanya ke dada Faris.

"Jangan lihatin Anes begitu." gumam Aneesha pelan, tetapi masih bisa di dengar oleh Faris.

Faris tertawa kecil, dia mengusap lembut kepala Aneesha dan mengecup ubun-ubun Aneesha. Aneesha merasakan bila ujung kepalanya terasa hangat, dia memegangi kepalanya supaya Faris tak bisa menciumnya lagi.

"Ayo buru kasih tau Anes!" paksa Aneesha, dia mendongak sembari mengerucutkan bibirnya. Faris tertawa lagi dan mencolek hidung Aneesha yang terlihat sedikit memerah.

"Sabar Sayang," Faris mengajak Aneesha duduk bersama dengannya. Karena Faris lebih terbiasa bercerita dengan keadaan duduk.

"Udah buru!" ucap Aneesha lagi, Faris hanya menggelengkan kepalanya.

"Apa aja pertanyaannya?" balas Faris dia menatap mata Aneesha, yang di lihatnya justru tersipu malu.

"Kenapa aku yang menikahimu?" tanya Faris memastikan pertanyaan dari Aneesha.

Aneesha mengangguk, dia mengambil bantal untuk  menopang kedua tangannya.

"Karena aku mencintaimu."

Jawaban Faris membuat Aneesha terheran. Akhirnya dia mendengarkan cerita dari Faris.

---

Faris telah mengenal Aneesha secara keseluruhan, mulai dari mimpi dan bertemu secara langsung dengan Aneesha. Mereka bertemu ketika hari kelulusan Aneesha dari Mts.

Awalnya Faris hanya bertemu dengan Aneesha di mimpinya sendiri, Aneesha yang dewasa seperti saat ini. Namun, ketika bertemu pertama kalinya. Faris justru bertemu dengan Aneesha yang masih remaja dan masih terlalu kecil untuk di nikahnya. Aneesha yang berumur 14 tahun, sedangkan dirinya berumur 19 tahun saat itu.

Faris langsung jujur saat itu juga, setelah Aneesha menyelesaikan acara hari kelulusannya.

"Afwan ustadz," Kahfi menoleh ke Faris yang saat ini menundukkan kepala.

Kahfi menatap heran pada murid kesayangannya dan Abah Rohim, Faris yang terkenal dengan kecerdasannya membuat Kahfi merasa bangga memilik murid seperti Faris.

"Bolehkan saya mengatakan sesuatu, afwan jika ini tak mengenakkan untuk ustadz." ucap Faris dengan nada tenang dan tegas.

"Boleh, kenapa Ris?" tanya Kahfi heran, dia mengajak Faris duduk di bangku terdekat.

Sebelum berbicara Faris menarik napasnya terlebih dahulu, kemudia menghembuskannya secara perlahan.  Faris membalas tatapan Kahfi yang juga menatapnya dengan tatapan yang tak biasa.

"Jika ustadz mengizinkan, Faris ingin mengkhitbah putri ustadz, Aneesha."

Perkataan Faris membuat Kahfi tersentak kaget, dia menatap Faris dengan tatapan tak percaya dan tak lama kemudian Kahfi menghembuskan napasnya pelan.

"Apa kamu yakin?" tanya Kahfi menatap mata Faris, mencari keraguan di dalamnya. Namun, dirinya tak dapat menemukannya. Di dalamnya hanya ada keyakinan.

Faris mengangguk mantap, dia menatap sorot mata tajam Kahfi. Faris sama sekali tak menundukkan kepalanya meskipun Kahfi mengubah raut wajahnya. Dengan penuh keyakinan Faris kembali mengucapkan kalimat.

"Beberapa hari lalu, Faris berkali-kali memimpikan Aneesha. Dia terlihat cantik di masa depan nanti, Faris kira itu hanyalah mimpi biasa. Namun, pertemuan ini membuat Faris semakin yakin dengan hati Faris. Mimpi itu bukanlah sekedar mimpi biasa, entah kenapa Faris merasa mimpi itu merupakan sebuah pertanda untuk Faris dan Aneesha sendiri."

Kahfi yang menyimak pun hanya diam tanpa menganggapi apapun. Karena memang beberapa hari lalu Kahfi juga memimpikan Aneesha yang menikah dengan salah satu muridnya. Namun, dia belum mengetahui siapa muridnya. Dan kini dia mengetahui, siapa yang menikahi putrinya di dalam mimpinya.

"Putriku bukanlah perempuan sempurna, dia adalah gadis kecil yang banyak kurangnya. Dia tak mempunyai banyak teman karena kebanyakan dari teman-teman yang lain merasa jika putriku merupakan gadis aneh." papar Kahfi, sedangkan Faris hanya menjadi pendengar untuk Kahfi.

"Di waktu istirahat, Anes lebih memilih tidur di dalam kelas. Awalnya banyak guru-guru yang menegurnya, tetapi lama kelamaan mereka membiarkannya dan teman-temannya yang mulai menjauhi dirinya."

Kahfi meneteskan air matanya ketika kembali mengingat putrinya yang di kucilkan begitu saja oleh teman-temannya.

"Awalnya dia terlihat murung. Namun, lama kelamaan dia juga mulai terbiasa dengan semua itu. Dia yang terbiasa sendiri, Anes juga menjadi lebih suka memanjat pohon dan menyendiri disana."

"Dia perempuan biasanya yang tak memiliki apa-apa, hanya aku dan Halwa yang dia miliki. Jika kamu benar-benar menginginkannya, tolong tunggulah dia sampai Anes berumur 19 tahun. Seperti umurnya ketika mengkhitbah dirinya." pinta Kahfi, menatap Faris dengan tatapan permohonan.

"Baiklah, Faris bersedia menunggunya." ucap Faris tanpa keraguan di dalamnya dan membuat Kahfi tersenyum lebar.

"Semoga kalian berjodoh!" Kahfi menepuk pelan bahu Faris, setelah itu dia langsung pamit dan beranjak pergi dari sana.

"Ana pergi dulu ya Ris, ana sudah di tunggu. Assalamualaikum," pamit Kahfi pada Faris.

"Waalaikumsalam." Faris membalas salamnya sembari tersenyum lebar.

Di sisi lain, Kahfi kembali meneteskan air matanya. Dirinya masih tak rela putrinya telah di minta oleh orang lain. Mulai saat ini Kahfi bertekad, untuk tidak menyia-nyiakan waktunya dengan Aneesha. Karena itulah Kahfi selalu menempel dengan Aneesha.

----

"Jadi selama ini Abi tau?" tanya Aneesha dengan ragu, dia mendongak menatap mata Faris yang saat ini menatap dirinya dengan senyuman yang muncul dari kedua sudut bibir Faris.

Faris mengangguk menanggapi ucapan Aneesha, hal itu membuat Aneesha berdecak kesal. Dia memalingkan wajahnya dari Faris, membuat Faris mencolek pipi Aneesha yang mengembangkan.

"Jangan marah, lagipula sekarang aku milikmu kan," Faris menaik turunkan alisnya berniat untuk menggoda istri kecilnya. Namun, tak mempan. Aneesha masih saja merajuk dan tak ingin menatap dirinya. Faris menghembuskan napasnya pelan.

"Yaudah lanjut pertanyaan lain." kata Faris membuat Aneesha langsung menatap Faris dengan antusias.

"Tapi sebelum itu aku ingin makan terlebih dahulu, humaira." Faris beranjak bangkit dan mengajak Aneesha keluar kamar mereka berdua.

---

Cintailah Aku, Mas Santri! [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang