21. Mengikhlaskan

747 84 27
                                    

Aku pergi membawa luka di dalam hatiku dan semoga aku kembali membawa rasa ikhlas yang begitu dalam, sehingga aku tak lagi merasakan rasa sakit itu.
—Aneesha Ayu Dira
——

Suasana pagi hari ini begitu terlihat berbeda, Aneesha keluar kamar dengan senyuman manis di bibirnya. Aneesha berjalan ke arah dapur, dia ingin membantu Halwa sekaligus memberitahukan keinginan untuk pegi ke kota Solo.

Disana tidak terlihat keberadaan Kahfi, membuat Aneesha semakin mendekat ke arah Halwa. Sedangkan Halwa, dia mengernyitkan alisnya heran. Dia menoleh ke putrinya, dia semakin terheran ketika mendapati wajah putrinya yang di hiasi oleh senyuman manis. Tak terlihat suatu kesedihan di dalam matanya.

"Udah enakkan hatinya?" tanya Halwa dan Aneesha menganggukkan kepalanya.

"Sudah." Senyum itu belum luntur, membuat Halwa mau tidak mau akhirnya mendekati Aneesha.

"Jadi? Akan pergi kemana?" tanya Halwa.

"Solo." jawab Aneesha singkat.

"Baik, pergilah ... Ummah akan membantumu meminta izin pada Abimu."

Aneesha mengangguk, dia mengaduk teh yang saat ini Aneesha buat untuk dirinya sendiri. Aneesha melamun, namun pikirannya melayang pada buat mangga yang ada di halaman tetangga. Karena pohon mangga miliknya, tinggal buah kecil yang tersisa.

Aneesha mengambil kertas dan selembae lembar uang seratus ribu. Tak lupa dia membawa kantong plastik berukuran besar.

Aneesha bersiap untuk memanjat tembok rumahnya yang tidak terlalu tinggi, membuatnya gampang untuk memasuki halaman rumah tetangganya.

Aneesha memanjat pohon mangga yang berukuran sedang, namun buah mangganya begitu banyak. Aneesha menelan ludahnya dengan susah payah. Dia mengambil buah itu dengan senang hati.

Aneesha mengigit salah satu buahnya. Bila di hitung, Aneesha telah memetik 12 buah mangga. Aneesha mengambil 3 buah lagi untuk di bawanya pulang ke rumah. Setelah memetik 15 buah. Aneesha turun dari sana. Aneesha melirik sekelilingnya, tak ada siapapun disana. Rumah itu begitu sepi, hanya ada orang di jam jam tertentu saja.

Aneesha meletakkan kertas dan uang seratus ribu di bawah batu. Kertas itu berisi permohonan maaf karena telah mengambil buah mangga milik tetangganya, sekaligus uang untuk menggantikan buah mangga yang hilang karena telah dia ambil.

---

"Dari mana?" tanya Halwa heran ketika melihat Aneesha yang membawa kantong plastik ke dalam kamarnya. Aneesha menoleh, dia tersenyum lebar sembari menujukkan kantong plastiknya.

"Mangga tetangga." Balasan dari Aneesha membuat Halwa melotot, sedangkan Aneesha tertawa. Aneesha memasuki kamarnya. Mempersiapkan kebutuhannya.

"Udah izin belum?" tanya Halwa, dia mengekori Aneesha yang saat ini telah memasuki kamarnya.

Aneesha menggeleng, "Rumahnya sepi, jadi Anes selipkan uang 100 ribu untuknya. Nanti jika dia sudah ada, tolong Ummah sampaikan padanya," Halwa mengangguk menyetujui.

"Berapa hari?" tanya Halwa, membuat Aneesha sedikit pusing dengan Halwa yang terlalu sering bertanya.

"4 hari saja," balas Aneesha, "Mending Ummah bantu Anes sini, daripada Ummah tanya mulu," sungut Aneesha kesal.

Halwa tertawa kecil. bukannya membantu, dia malah membelai rambut Aneesha. Aneesha memejamkan matanya, Aneesha mungkin akan merindukan omelan dari Halwa.

"Pergilah, obati luka di hatimu dan kembalilah dengan hati yang telah ikhlas. Jangan menjadikan sembuh menjadi patokan, tetapi tumbuhkan rasa ikhlas. Karena sesungguhnya obat dari luka hati hanyalah ikhlas." tutur Halwa.

Cintailah Aku, Mas Santri! [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang