8

1.9K 190 13
                                    

Panggilan masuk dari nomor yang nggak dikenal sontak menghentikan kegiatan paling penting dalam rutinitas harian seorang Calandra— kegiatan tersebut nggak lain dan nggak bukan adalah perawatan wajah. Perempuan itu tampak berpikir keras, menimbang-nimbang haruskah dia menjawabnya atau abaikan saja. Keraguannya bukan nggak berdasar, jarum jam hampir menyentuh angka 12 malam, yang artinya sudah sangat larut untuk membahas hal-hal remeh menyangkut pekerjaan. Itupun jika benar kliennya yang menghubungi.

"Anjir, lah! Siapa sih?" Gerutunya sebab nomor nggak dikenal itu kembali menghubungi meski sudah diabaikan sekali.

Meski demikian, alih-alih menonaktifkan ponselnya, Calandra justru menggulir layarnya— menerima panggilan suara dari seseorang yang belum bisa dipastikan siapa. "Halo." Sapanya sangat nggak ramah.

"Dek? Akhirnya..." Sambut seseorang diseberang sana. Dengusan sebal Calandra seketika lolos karena kenal betul siapa pemilik suara bariton itu.

Rafael tentu saja. Memang siapa lagi manusia bebal yang akhir-akhir ini begitu gencar mengejarnya? "Ngapain lo hubungin gue jam segini?" Ketus Calandra.

"Kata Felicya kamu suka banget sama hadiah-hadiah dari kakak, iya?"

Kerutan di kening Calandra kian kentara. Gadis itu merasa kesal. Dari sekian banyaknya topik pembicaraan yang bisa diangkat kenapa harus topik yang terkait dengan Felicya? Nggak bisa dipungkiri dia benci mendengar nama Felicya terucap dari belah bibir Rafael, hal itu juga secara ajaib membangkitkan gelenyar aneh dalam dirinya.

"Nggak tau!" Balasnya singkat, lebih seperti bentakan.

"Sayang?" Rafael di seberang sana tentu dibuat bertanya-tanya.

"Sana lo hubungin Felicya! Gue males ngeladenin akal-akalan busuk lo—"

"Hei hei, kamu kenapa?"

"Masih nanya?! Lo goblok banget Rafael, sumpah! Lo goblok banget!"

"Calandra."

Calandra nggak sebodoh itu sampai nggak bisa mengenali perasaan aneh yang sedang mengerubungi. Namun dia memilih untuk denial, menepis segala hal yang berpotensi merusak upayanya selama ini.

"I hate you." Sahutnya kemudian. Sepertinya tiga kata itu dipilih sebagai kalimat pamungkas yang akan terus dilontarkannya saat menghadapi Rafael.

"Dek, jangan salah paham. Kakak sama Felicya udah lama selesai."

"Gue nggak peduli!"

"Tapi aku peduli." Rafael nggak semudah itu untuk dikibuli, oke? Tanpa Calandra mengaku pun Rafael 100% yakin kalau kecemburuan lah yang mendalangi perubahan sikap gadis itu. Calandra terlalu mudah ditebak.

"Kakak cuma mau mastiin perasaan kamu setelah menerima hadiah-hadiah itu. Nggak ada maksud lain..." Pria itu kembali berucap, intonasi suaranya yang begitu lirih sedikitnya berhasil menyentil hati mungil Calandra.

"Lo udah dapat jawabannya dari Felicya."

"Iya, tapi Kakak mau dengar dari kamu langsung..."

"Penting banget?"

"Penting dong, sayang. Seenggaknya Kakak bisa tidur tenang karna kamu udah nggak marah lagi."

Under Calie's Heel (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang