17

1.8K 166 6
                                    

"Mbak."

"Hei, Raf. Baru nyampe?"

Rafael mengangguk mengiyakan pertanyaan sosok perempuan yang kerap dia jadikan informan. Informan cantik yang adalah Kakak sepupunya sendiri. "Masih lama?" Tanyanya memastikan.

"Udah beres, kok. Calie lagi ganti baju di ruangan itu." Wenda berucap sembari mengedikkan dagu ke arah sebuah pintu merah yang tertutup rapat. Ruangan kecil yang sepertinya di khususkan untuk para talent.

"Kok lo di sini? Pacar gue sendirian, dong?"

"Ya elah, bocah. Si Dedek nggak sendirian, kali. Ada Mas-mas stylish yang bantuin Dedek ganti baju, lagian itu ruangannya sempit banget, nggak muat dimasukin rame-rame."

"Tunggu, tunggu. Maksud lo pacar gue lagi berduaan sama cowok yang nggak gue kenal?!" Kalau saja mulut Rafael bisa menyemburkan api, wajah Wenda mungkin sudah hangus terbakar dibuatnya.

"I-iya?" Jawab Wenda ragu. Dia sepenuhnya benar, tapi sama sekali nggak membenarkan isi pikiran Rafael sekarang. Sialnya perempuan berwajah oriental itu nggak sempat berkata lebih lanjut karena Rafael lebih dulu beranjak dari hadapannya. "Salah paham nih orang." Gerutunya lantas terburu-buru mengikuti jejak Rafael.

Mimik wajah Rafael mengindikasikan adanya gelombang emosi yang siap meluluhlantakkan targetnya. Pria mana yang nggak emosi mengetahui sang kekasih sedang berduaan dengan pria lain di sebuah ruangan yang tertutup sedemikian rapatnya? Rafael nggak mau menerka-nerka kemungkinan apa yang sedang terjadi di dalam sana, dia akan memastikannya sendiri, hanya saja- sial! Kepalanya pening ketika terbayang sesuatu yang nggak diinginkan.

"Rafa!"

Wenda berusaha menggapai Rafael sebelum adik sepupunya itu nekat menendang pintu di mana Calandra dan seseorang lainnya ada dibaliknya. Demi Tuhan beberapa kru mulai curi-curi pandang ke arah mereka. Mereka masih berada di lokasi syuting, yang artinya ada banyak kamera dan mata yang merekam segala peristiwa yang bisa dijadikan berita. Sebagai sepupu Rafael sekaligus manajer Calandra, Wenda jelas nggak ingin kedua orang itu mendapat kecaman karena sembrono dalam bersikap.

"Rafa, woi!" Sekali lagi Wenda menggapai tangan Rafael- yang untungnya berhasil. Rafael tampak nggak terima, sorot tajam itu seakan memiliki kekuatan magis yang mampu menggentarkan lawannya.

"Gue yakin Rara nggak akan berbuat curang- kecuali ada orang gila yang sengaja menghasut dia untuk berbuat hal sekeji itu."

Perkataan pria itu nggak berdampak signifikan. Alih-alih ketakutan Wenda justru tertawa cekikikan. Perempuan itu nggak habis pikir dengan jalan pikiran si bucin tolol didepannya ini, astaga, sepertinya Rafael hanya pintar berbisnis saja, sementara untuk hal-hal lain nol besar. Dia kira konsep kehidupan hanya hitam dan putih apa?

"Apa yang lucu?" Rafael memberikan tatapan sinis. Dia nggak suka diperlakukan seolah-olah sedang berkhayal.

"Lo jangan malu-maluin gue, deh." Balas Wenda kemudian. Cekikikannya belum surut sedikitpun.

"Mbak, dengar. Gue-"

Cklek

"Mbak- loh, kok kamu di sini?"

Kemunculan Calandra praktis menghentikan perdebatan yang baru saja di mulai. Calandra menatap bingung Rafael dan Wenda secara bergantian, batinnya di buat bertanya-tanya tentang apa yang sedang terjadi di antara kedua orang itu. Atmosfer di sekitar terasa aneh, seperti keduanya sedang terlibat pertengkaran.

"Kak El?" Calandra kembali bersuara.

Rafael hendak melayangkan tanya ketika seorang lelaki tiba-tiba muncul dari balik punggung Calandra. Seorang lelaki dengan perawakan yang... Well, gemulai. Diam-diam Rafael merutuki kebodohannya, bisa-bisanya dia berburuk sangka hanya karena informasi cacat yang disampaikan Wenda.

Under Calie's Heel (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang