30

2.3K 129 2
                                    

Calandra terpaku menatap pantulannya dari kaca mobil, memastikan nggak ada yang kurang, atau mungkin terlalu berlebihan untuk menghadiri makan malam keluarga. Bukan makan malam biasa, omong-omong. Pasalnya makan malam kali ini terselip agenda menyatukan dua keluarga— keluarga Calandra dan keluarga kekasihnya, Rafael. Hari di mana Calandra akan dipinang secara resmi akhirnya datang juga. Sejujurnya gadis itu merasa bahagia, tapi entah kenapa rasa bahagia tersebut nggak begitu nampak. Mungkinkah tersamarkan oleh perasaan gugupnya?

"Stunning, as always." Bisikan lembut ditelinga praktis membuyarkan lamunan Calandra. Pelakunya nggak lain dan nggak bukan adalah si pirang yang kini sudah melingkarkan tangannya di pinggang Calandra. Calandra yang nggak aware dengan keadaan di sekitar, seketika terperanjat menyadari jarak di antara mereka yang terlampau dekat.

"Ngagetin kamu!" Protesnya.

"Kok kaget? Kamu ngelamun?" Perkataan Rafael diakhiri dengan kecupan lembut di pipi bersemu sang kekasih.

"Jangan cium-cium dulu, anjir. Ntar makeup aku rusak..."

"Maaf, Yang. Udah jadi kebiasaan." Kilah Rafael.

"Ck. Lepas dulu, ih. Orang-orang udah nungguin."

Nggak ada waktu untuk meladeni tingkah clingy Rafael, oke? Bisa-bisa mereka batal hadir di pertemuan keluarga dan malah melipir ke hotel terdekat. Calandra sudah sangat hafal tabiat buruk kekasihnya itu.

"Jalannya jangan kayak lagi dikejar satan gitu dong, sayang. Tungguin."

"Nggak. Kamu lagi kegatelan. Kita nggak ada waktu buat garukin kamu sekarang."

Penuturan gadis itu menghadirkan gelak tawa dari sosok yang berada dua meter di belakangnya. Rafael amat sangat memahami Calandra. Dibalik penolakannya, gadis itu juga mati-matian menahan diri, meredam hasrat sebab keadaan yang nggak memungkinkan. Kalau saja mereka masih berada di apartemen, pastilah Calandra sudah melompat ke pangkuan Rafael saat itu juga.

Pertemuan malam ini diadakan di restoran mewah yang kerap didatangi para kalangan atas, manakala reservasinya biasa dilakukan jauh-jauh hari. Tapi nggak berlaku untuk Rafael. Dengan kekuasaan yang pria itu miliki, maka dengan mudah dia mendapatkan tempat di restoran dengan pelayanan fine dining tersebut. Terdengar nggak adil tapi begitulah hidup.

"Selamat malam, ada yang bisa saya bantu?"

"Privat room atas nama Madava Rafael." Tutur Rafael to the point. Calandra disampingnya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat wajah jutek pria itu. Apa salahnya beramah tamah pada orang-orang dari kalangan bawah? Dasar kaum proletar, batin Calandra nggak sadar diri.

Dengan pertolongan salah satu pekerja di sana, pasangan kekasih itupun sampai di depan sebuah ruangan— di mana keluarga mereka sepertinya tengah asik bercengkrama didalamnya. Ungkapan terima kasih sempat Rafael layangkan sebelum dia dan Calandra kompak mendorong badan pintu ke arah yang berlawanan.

Entah perasaan Calandra saja, atau orang-orang dewasa di depan sana memang tengah cekcok? Well, lebih tepatnya dua orang yang duduk di masing-masing pojok. Adalah mantan suami-istri yang kini saling melempar tatapan tajam, bahkan keduanya sama sekali nggak terganggu dengan kehadiran sang pemeran utama. Helaan napas Rafael sayup-sayup masuk ke telinga Calandra. Mestilah Rafael bisa menebak kejadian macam apa yang baru saja terlewati.

"Mas Rafa!"

"Hai, Bert. We meet again." Rafael membalas sapaan Adik laki-lakinya. Lantas menuntun Calandra duduk di kursi kosong di antara Papi Tobing dan Mami Nirina.

"Son, akhirnya kamu datang juga." Papa Baskara ikut bersuara, mengakhiri pertikaiannya dengan sang mantan.

Akan tetapi, alih-alih membalas sapaan Papanya, ataupun menyapa anggota keluarganya yang lain, Rafael justru memusatkan perhatian pada keluarga Calandra, menyalami Papi, Mami, bahkan Samuel yang malam ini turut hadir. Sepertinya Samuel sudah berbaikan dengan Felicya, hal tersebut diperkuat oleh senyum sumringah Felicya dan gelayutan manjanya di lengan Samuel.

Under Calie's Heel (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang