23

1.5K 169 21
                                    

Aku bikin satu part ini berhari-hari, jadi tolong diapresiasi 🙏🙏

•••

"Adek mau kok belajar masak demi Kak El, tapi akhir-akhir ini Adek sibuk banget. Ya kan, Kak?" Calandra tersenyum manja, mengharap pembelaan Rafael karena itu satu-satunya cara agar terhindar dari nyinyiran Papinya.

"Alasan terus." Sindir Papi.

"Nggak, tuh. Rara emang sibuk, kok. Lagian Kak El bukan orang susah, diajakin fine dining tiap hari juga nggak masalah."

"Dengar sendiri kan kamu? Yakin kamu masih mau sama putri saya?" Pertanyaan tersebut ditujukan pada Rafael.

"Ihh! Papi kenapa sih—" Berhenti sejenak sekedar menerima suapan dari Rafael. "Jangan ikut campur hubungan Rara sama Rafael. Nggak usah sok asik." Sambungnya dengan mulut dipenuhi makanan, mata menyorot tajam pria tua didepannya.

"Adek..." Rafael sigap menegur, mengusap sudut bibir Calandra yang sedikit belepotan lantaran makan sambil mengomel.

"Kak El jangan belain Papi terus..."

"Enggak, sayang. Kakak nggak belain siapa-siapa."

"Nggak belain Adek juga?!" Protes Calandra, nggak terima Rafael mengambil posisi netral.

Rafael cengar-cengir lantas mencubit gemas pipi Calandra. Inginnya memberi kecupan tapi dia sadar di mana mereka sedang berada. Meski demikian, pendar canggung yang terpancar dari iris mata tiga orang lainnya nggak kuasa menahan jari-jemari Rafael untuk membelai sayang rambut Calandra. Mami berdeham pelan, meraih gelas kosong dihadapannya lalu beranjak menuju kulkas yang ada di sudut ruang makan. Sepertinya Mami sudah nggak tahan menyaksikan roman picisan yang terus-terusan dipertontonkan.

Bukan hanya Mami sebenarnya, tapi juga Felicya. Presensi Calandra dan Rafael di tengah-tengah kesulitan yang dialami Felicya bahkan semakin memperburuk suasana hati si sulung Tobing itu. Apalagi keduanya— entah disengaja atau tidak, dengan bangga memamerkan hubungan seumur jagung mereka. Hal itu tentu menimbulkan perasaan iri di hati Felicya, harusnya dia juga bisa bermesraan dengan suaminya jika saja dia bisa menjaga sikap dan lisannya.

"Enak ya jilat ludah sendiri." Papi bersuara lagi. Ekspresi mengejek terpancar jelas di wajahnya yang renta.

"Kak El, pulang aja yuk??"

"Lho, mau pulang ke mana? Rumah Adek kan di sini." Mami kembali bergabung.

"Nggak setelah Rara di usir sama suami Mami yang jelek itu."

Bukan tanpa alasan mengapa Calandra masih enggan berbaikan dengan Papinya, dia selalu menganggap Papi sosok yang paling bisa diandalkan, sosok pertama yang akan dia datangi saat hati sedang gundah, tapi sosok itu pula yang menghancurkan kepercayaannya dengan sedemikian mudah, membalikkan pandangannya dalam sekejap mata.

Beruntung Calandra dilemparkan pada pria segagah Rafael, yang adalah cinta pertama gadis itu. Bagaimana kalau bukan Rafael yang selama ini mengejar-ngejar Calandra? Seorang Raja yang mencari selir ke sekian, mungkin? Akankah Papi juga melakukan hal yang serupa?

"Tapi Adek senang-senang saja tuh Papi usir. Dikasih mobil baru makin-makin deh senangnya."

Kali ini Calandra nggak bisa mengelak. Omongan Papi sepenuhnya benar, asal tahu saja. Nggak bisa dipungkiri bahwa hidup terpisah dengan orangtuanya membuatnya lebih bahagia, nggak ada jam malam yang membatasi aktivitasnya di luar, walau orang-orang Rafael setia membuntuti, namun hal itu bisa dimaklumi selama masih di batas wajar. Lagipula Rafael amat sangat memanjakannya, menuruti semua keinginannya, jadi ya sudah.

Under Calie's Heel (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang