"Nanti biar Rara yang jemput Tante ke hotel, Kak El nggak bisa ikut katanya."
"Nggak usah, sayang. Kasian ntar kamunya bolak-balik."
"Gapapa, Tante. Justru lebih kasian kalo Tante naik taksi sendirian ke sini. Kesannya kayak Emak-emak yang ditelantarin anaknya."
Tawa canggung Sarah mengudara setelahnya. Nggak bisa dipungkiri bahwa dia sedikit kesal mendengar perkataan Calandra barusan. Calandra ini memang agak kurang ajar. Meski baru mengenal beberapa jam yang lalu, namun nyatanya Sarah sudah bisa memahami karakter gadis itu. Berdasarkan pengamatannya yang cukup singkat itu, maka dia simpulkan bahwa kekasih putranya sangat jauh dari kriteria menantu idaman. Sifatnya terlalu kasar, tutur katanya juga kurang sopan, bahkan nggak sekali dua kali Sarah mendengar Calandra melontarkan kata-kata nggak enak didengar.
Namun pada akhirnya Sarah hanya bisa pasrah menerima pilihan putranya dengan lapang dada. Memang apa lagi yang bisa dia lakukan dalam situasi ini? Memaksa Rafael meninggalkan Calandra hanya karena dia nggak suka? Memperburuk keadaan itu namanya.
"Ya udah, senyamannya kamu saja. Besok telpon Tante kalo mau jalan." Wanita itu menarik Calandra mendekat— keduanya berpelukan kemudian cipika-cipiki sebagai salam perpisahan.
Calandra merotasikan matanya ketika pandangannya bersirobok dengan Jovian yang berdiri kaku di balik punggung sang Mama. Pria itu menyunggingkan senyum terbaiknya seolah ingin membuat Calandra terpesona. Sayangnya Calandra nggak mudah untuk digoyahkan. Gadis itu terlanjur begah menerima cinta Rafael sehingga melirik yang lain pun dia kesulitan. Omong-omong Rafael nggak ikut mengantar kepergian Mama-nya dan Jovian, rupanya dia begitu kukuh memberi makan egonya.
"See you, Rara." Seru Jovian.
"Hm. Tante hati-hati." Mengabaikan eksistensi Jovian, Calandra justru melambaikan tangannya pada Sarah.
"Makasih, sayang." Balas Sarah sebelum mengayunkan tungkainya pergi dari sana. Lantas nggak butuh waktu lama sampai kedua orang itu masuk ke dalam lift.
"Hufft... Akhirnya pergi juga." Calandra menyeka keringatnya main-main, seakan-akan dia baru saja menyelesaikan pekerjaan yang sangat berat. Well, nggak salah juga, pura-pura jadi orang baik memang membutuhkan banyak tenaga. Tenaga dalam maksudnya.
"Kak El, where are you?!"
"Di sini!" Rafael menyahut dari arah ruang televisi. Sengaja pindah tempat agar dia bisa menguping, atau bahkan memantau Jovian kalau-kalau adik tirinya itu mengambil kesempatan menyentuh Calandra.
"Jadwal hari ini dibatalin." Gadis itu menjatuhkan bokongnya dipangkuan Rafael.
"Udah tau, kan aku duluan yang baca pesan Mbak Wenda." Rafael sigap melingkarkan kedua tangannya di pinggang Calandra.
"Ck. Males."
Wajah merajuk Calandra nggak pernah gagal buat Rafael gemas. Sejatinya dari dulu sampai sekarang Calandra selalu menggemaskan, hanya saja akhir-akhir ini gadis itu agak terobsesi untuk mengubah pandangan orang lain terhadap dirinya. Rafael cukup beruntung karena dia dikecualikan, walau nggak bisa dipungkiri perubahan sifat Calandra masihlah mengejutkan.
"Males kenapa, hm?" Tangan Rafael bergerak naik sekedar merapikan anak rambut Calandra. Tatapannya sarat akan perasaan cinta.
"Kamu hari ini kayak orang bisu, ngeluarin satu kata aja susahnya minta ampun."
"Masa, sih? Perasaan aku nyaut terus kalo ditanyain."
"Mana ada? Kamu cuek banget tadi, tiap diajakin ngomong balasnya cuma hm hm doang."
Rafael menggigit bibirnya menahan gemas. "Sorry, babe. Aku sama Mama udah lama nggak ketemu. Hubungan kami cukup buruk, rasanya aneh kalo tiba-tiba aku banyak omong." Ungkapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Under Calie's Heel (END)
RomanceIf you don't know how to 'mencintai seseorang dengan ugal-ugalan' go ask to Madhava Rafael! CW! • Markhyuck face claim • Genderswitch • 18+ • Harsh Words • Semi Baku • Love Story, Family, Fluffy