15

1.9K 172 6
                                    

Suasana canggung tengah menyelimuti dua pasang suami-istri yang duduk berhadap-hadapan di ruang makan. Nggak seperti biasanya, Felicya, suami, dan kedua orangtuanya kompak bungkam— fokus menandaskan sarapan masing-masing. Hal janggal ini nggak lain dan nggak bukan dikarenakan oleh peristiwa pengusiran Calandra semalam, bahkan Felicya masih terbayang-bayang perdebatan sengit antara Mami dan Papinya sepulang pria itu dari apartemen Rafael.

Keluarga mereka nggak pernah secanggung ini sebelumnya. Aneh rasanya berkumpul di depan meja makan tanpa terlibat obrolan ringan.

"Bisa antar Mami ke apartemen Rafael, Sam?" Pertanyaan tersebut meluncur dari belah bibir wanita yang paling tua.

"Bisa, Mi. Searah juga, kan?" Sahut Samuel. Sedikitnya Samuel paham masalah macam apa yang sedang menimpa keluarga barunya, walaupun hanya garis besarnya saja.

"Iya, Mami—"

Tak

Perkataan wanita itu dihentikan oleh pergerakan kasar suaminya yang sepertinya di sengaja. Papi membanting sendoknya seolah-olah menolak gagasan sang istri untuk berkunjung ke apartemen Rafael.

"Pi..." Felicya lebih dulu angkat suara sebelum keadaan kembali runyam. Dia nggak mau suaminya menyaksikan perdebatan konyol kedua orangtuanya.

"Bagaimana lagi Papi harus menjelaskan ke Mami kalau semua ini cuma bagian dari rencana—"

"Mami cuma mau ketemu Rara, apanya yang salah?" Potong Mami. Terheran-heran dengan sikap suaminya yang agaknya mulai keterlaluan.

Yang lebih tua tercengang. Lamat-lamat menghembus napas gusar menatap wajah menantang sang istri. "Papi akan semakin terlihat jahat kalau Mami bersikeras menemui Rara sekarang..." Melasnya.

Tawa meremehkan Mami lepas setelahnya. Nggak habis pikir dengan jalan pikiran suaminya yang bisa dibilang aneh. Jadi maunya si Papi, Mami diam saja seolah-olah kejadian semalam cuma mimpi, begitu? Nggak beres.

"Nggak cuma Papi, mungkin sekarang Mami juga dianggap jahat sama Adek. Orangtua yang baik nggak mungkin tega mengusir putri mereka." Sindir Mami.

"Mi, coba lihat kelakuan putri kita. Makin menjadi-jadi! Sudah saatnya kita bersikap tegas supaya dia tahu kekerasan tidak akan pernah mendapat pembelaan. Lagian dia perlu belajar bagaimana menghargai pasangannya."

"Jangan mencari pembenaran, apalagi berlindung di balik sifat buruk anakku. Semua ini nggak akan terjadi kalau Papi nggak memaksa Rafael masuk ke kehidupan Rara." Mami nggak ragu menodong garpu di depan wajah suaminya.

"Memaksa bagaimana? Mami pikir bertahun-tahun Papi larang Rafael bertemu Rara itu buat apa? Papi sudah berusaha keras membujuk Rafael—"

"Papi!" Felicya sigap menyela sebelum Papinya berbicara lebih jauh. Pasangan paruh baya itu lupa dengan eksistensi Samuel atau bagaimana? Sial.

Hening sempat mendera sebelum Papi tiba-tiba berdiri sehingga menimbulkan suara sumbang yang berasal dari kaki kursi yang terseret ke belakang— tindakan impulsif yang lebih seperti upaya untuk lari dari masalah. Pria itu melonggarkan dasinya yang terasa mencekik, menjangkau gelas didepannya kemudian menandaskan isinya dalam sekali tegukan. Benar-benar langkah yang buruk untuk memulai hari.

Sementara di tempat lain, sepasang anak Adam— yang sejatinya belum terikat hubungan yang jelas —tengah seru membahas satu hal yang dianggap tabu oleh pihak lelaki. Wajahnya mengerut memperhatikan dasi yang melilit kerah kemejanya, dasi yang dipakai dengan cara yang nggak wajar sehingga bisa mendatangkan tawa bagi siapapun yang melihatnya. Sungguh, hatinya tetap nggak bisa menerima meski dia nggak berhenti memupuk rasa percaya diri. Tapi dia bisa apa?

Under Calie's Heel (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang