26

1.4K 147 6
                                    

"Masa, sih?! Kayaknya nggak mungkin, deh. Nggak mungkin Tante Sarah sejahat itu."

Calandra, Windy dan Wenda begitu seru berbincang di tengah-tengah ramainya pengunjung bar. Selepas menunaikan jadwal pemotretan, ketiganya memutuskan mampir sekadar bincang-bincang ringan, membicarakan banyak hal, termasuk hal-hal yang berhubungan dengan Rafael. Girls time, begitu kata Calandra saat meminta izin Rafael untuk pulang telat. Rafael sih nggak masalah, yang penting dia tahu bersama siapa dan di mana Calandra berada.

"Lo mana tau gimana jahatnya tuh Nenek lampir, dulu." Pertegas Wenda, pelan-pelan menyeruput minumannya.

"Yaa... Gue tau dia jahat, tapi masa sih sampai segitunya? Main tangan ke anaknya sendiri? Yang bener aja." Calandra tampak skeptis.

"Lo pikir sendirilah kenapa Mas gue ogah ketemu Mamanya. Kalo cuma ditelantarin sih harusnya Om Bas juga ikutan diblacklist, tapi enggak tuh. Mas Rafa malah senang tiap diajak natalan di Singapura."

Windy bersungut-sungut membeberkan informasi yang dia ketahui. Masuk akal memang, tapi Calandra belum bisa percaya sepenuhnya, lebih tepatnya nggak mau langsung percaya sebelum dikonfirmasi oleh Rafael. Bisa saja Wenda dan Windy sengaja melebih-lebihkan cerita untuk menciptakan prahara, kedua orang itu tahu betapa protektifnya Calandra pada Rafael akhir-akhir ini. Dan mengetahui Rafael pernah mengalami kekerasan mestilah membuat gadis itu geram. Nggak mungkin, kan? Wanita se-elegan dan se-berpendidikan Sarah nggak mungkin berbuat hal sekeji itu. Main tangan pada darah dagingnya sendiri? Benar-benar nggak mungkin.

"Serius amat, Buk?" Wenda tertawa cekikikan menatap wajah tegang Calandra. Jarang-jarang Calandra memasang wajah seserius itu. Hampir nggak pernah malah.

"Gue bakal tanya langsung ke laki gue." Putus Calandra setelah berhasil melewati pergolakan batin.

"Jangan anjir! Ntar dia ke trigger..."

"Lo pikir Ayang gue se-lemah apa, hah??"

Windy refleks memicingkan mata melindungi bola matanya dari semburan liur Calandra. Pacar sepupunya itu berbicara sambil berusaha menelan sorbet yang baru saja masuk ke mulut.

"Eh, tapi gue penasaran deh sama hubungan calon mertua gue. Kata Rafael mereka udah pacaran dari SMA, harusnya udah tau luar-dalem dong, ya? Kok bisa cere, sih? Mana setelah cere musuhan?"

"Ya mana kita tau. Jangankan gue atau Mbak Wenda. Mas Rafa sendiri aja nggak tau banyak hal?" Balas Windy.

Alasan kuat di balik kehancuran bahtera rumah tangga Papa Baskara dan Mama Sarah sejujurnya masih jadi teka-teki yang sampai hari ini belum ada yang berhasil memecahkan. Berita yang berseliweran di luar sesungguhnya nggak bisa dipastikan kebenarannya. Bahkan Rafael sendiri nggak yakin dengan desas-desus yang selama ini satir dibicarakan. Se-clueless itu masa lalu Rafael.

"Mungkin nggak sih Mama atau Papanya Rafael selingkuh?"

"Mungkin aja." Wenda sigap menyahut.

"Duh, kalo bener, gue bakal nikah sama anak tukang selingkuh, dong?"

"Terus masalahnya apa? Lo pikir selingkuh tuh penyakit genetik?" Windy nggak terima bila sepupunya dikait-kaitkan dengan kelakuan buruk orangtuanya.

"Like parent like child, right? Nobody knows."

Calandra nggak serius mengucapkannya. Dia tahu Rafael, rasanya nggak ada yang lebih tahu tentang Rafael dibandingkan dirinya. Rafael itu, sejujurnya Calandra merinding tiap membayangkan betapa besar cinta yang dimiliki Rafael. Saking besarnya sampai menyerempet obsesi.

"Lo harus tau jumlah dan jenis cewek yang ngedeketin Rafael, Ra. Banyak banget. Mulai dari anak pejabat, anak konglo, karyawan biasa, model, artis, Mbak-mbak teller bank, sampai Mbak-mbak gacoan pun pernah tuh naksir sama dia." Beber Wenda. "Tapi apa? Dilirik balik aja enggak. Mata sama hatinya udah mentok di elo." Lanjut perempuan itu.

Under Calie's Heel (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang