1

2K 69 6
                                    

Feral Narapati
.
.
.
.
.

Tawa bergerumuh menggelegar menggema di seluruh ruangan. Banyak mata yang menatap tajam kucing kecil yang meringkuk di bawah meja menggondol potongan ikan salmon. Kucing lusuh kampung yang menyelinap masuk ke dalam istana. Semua pelayan menunduk takut. Sebab makhluk mungil ini nantinya akan menjadi alasan terhunusnya pedang ke salah satu dari mereka.

Feral menatap nyalang. Kucing kecil yang malang.

Langkah berat sepatu besi ikut menginterupsi. Seorang yang dianggap sebagai kaki tangan ayahnya masuk begitu saja dengan berani. Di acara makan malam yang seharusnya tidak boleh terganggu oleh siapapun.

"Tuan, perompak telah sampai di dermaga dan membawa kabar buruk."

Sesuai dengan hakikatnya. Sang tuan murka. Entah apa yang terjadi, para pelayan diminta membereskan semua hidangan yang bahkan belum sempat Feral sentuh. Ia menggeretakkan giginya kuat menahan amarah. Muak dengan keadaan, ia melemparkan pisau dan garpunya ke arah kaki tangan ayahnya tepat mengenai pundaknya. Hanya mengurus ikan kecil saja sampai harus mengorbankan makan malamnya dengan sang ayah. Lihatlah, bahkan kucing kampung ini lebih berani.


Dan berterima kasih pada para perompak. Kucing kecil kampung yang lusuh selamat.

"Feral ! Kamu bisa undur diri sekarang. Biar ayah yang mengurus."

Tanpa jawaban untuk sang kepala keluarga, Feral menatap sengit. Melangkahkan kaki lebarnya keluar ruangan menuju kediamannya sendiri. Sungguh, ia ingin membunuh. Ia baru saja kembali dari tugasnya mengambil beberapa senjata ke Rusia. Ingin menikmati malam tenang. Tapi hanya angan yang di dapat.

Memilih membuka seluruh pakaiannya lalu kembali bergelung di atas kasurnya yang hangat, nyaman dan besar. Mengabaikan riuhnya tembakan yang saling bertaut di luar kediamannya. Berharap menemukan mimpi yang bagus. Seperti berlatih memanah di padang ilalang yang luas di temani kuda kesayangannya.

Hari telah berganti. Pagi yang bising. Feral melangkah angkuh melewati segerombolan anjing kampung yang di tampung ayahnya. Sungguh baik. Sang ayah mau membagi sedikit hartanya untuk makan mereka. Ia menatap datar salah satu anjing yang sedang mengencingi taman mawar milik mendiang ibunya. Mengeluarkan pistol di saku jasnya lalu menembak tepat pada kepalanya.

Dor!


Semua orang menatap terkejut dan takut. Satu anjing tumbang di depan mata mereka. Darah segar muncrat mengotori dinding dan bunga mawar mutih berubah menjadi merah kehitaman. Tidak ada yang bersuara sedikitpun melihatnya. Seperti sudah seharusnya ini terjadi. Feral bukan ingin melindungi taman yang sengaja di rawat ibunya. Ia tidak peduli dengan hal itu. Ia hanya ingin mengajarkan seberapa kedudukan anjing-anjing kampung ini yang harus diketahui. Feral bukan orang baik seperti ayahnya. Ia lebih beringas dan tidak mempunyai jiwa.

Para pelayan tidak lagi meributkan apapun. Melihat Feral yang berlalu begitu saja, mereka menghembuskan napas lega. Lebih memilih berjalan mengambil selang air lalu membersihkan darah yang mengotori dinding. Penjaga membawa tubuh itu ke area belakang untuk menjadi santapan singa peliharaan Feral yang kebetulan belum di beri makan pagi ini.





Feral duduk dengan nyaman di seberang sang ayah dengan menyilangkan kakinya. Mencoba memahami percakapan dua orang di depannya dan yang berdiri satu lagi. Ia berada di ruang kerja sang ayah. Ia ingin bersiap untuk tugas selanjutnya yang akan ia kerjakan. Sudah hampir satu minggu dan ia belum juga di panggil.

SANG DOMINAN // FOURTHGEMINI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang