7

614 55 13
                                    

Rasa di Ujung Jalan
.
.
.
.
.



Feral semakin gesit bergerak menembakkan senapan laras panjang yang ia bawa. Pertukaran barang yang seharusnya terencana rapi menjadi berantakan karena sirine polisi yang tiba-tiba bergema dari balik gedung. Suara tembakan pertama kali terdengar tepat di samping telinganya yang sampai sekarang masih berdengung. Rekan bisnis baru yang berusaha mempermainkan kuasanya rupanya. Ia dengan sepuluh anggotanya saling melemparkan senyum menegejek ke arah mayat yang sedang ia injak. Empat orang polisi dan segerombolan pecundang.

Koper yang ia bawa terlempar tepat ke tengah gedung tiga lantai di depannya. Menimbulkan suara menggelegar ledakan bom rakitan yang ia bawa. Setidaknya barangnya aman dan ia mendapatkan uang cuma-cuma. Salah satu anak buahnya melapor bahwa semua daerah telah disisir dan dibersihkan. Feral menyugar rambutnya ke atas memberikan seluruh barang yang ia bawa ke tangan kanannya lalu berlalu pergi begitu saja.

Tumpangan yang mencolok dengan warna merah menyala membuat semua mata menatapnya tanpa berkedip. Porsche Taycan Turbo Cross Turismo berwarna putih yang baru saja ia beli sedikit tergores. "Polisi sialan!" Ia bergumam lirih. Melajukan mobilnya lebih cepat lagi membelah daerah pesisir menuju tempat biasanya ia mampir beberapa bulan terakhir.


Feral mengetuk meja kasir pelan. Mengharapkan seseorang memberikan atensi pada dirinya yang sudah beberapa detik berdiri namun tidak juga disambut. "Ahhh, halo tuan! Selamat datang! Maafkan saya, saya baru bekerja disini hari ini. Anda mau memesan apa?"


"Bocah aneh biasanya dimana?" Feral tidak memperdulikan omongan orang didepannya. Urusannya tidak ada dengan dirinya.

"Maksud anda Giri?"

"Ya! Mungkin?"

"Kalau Giri, mengambil libur seminggu. Sudah dua hari tidak datang."

Feral pergi begitu saja. Ia menelepon seseorang untuk menjemput mobilnya di depan cafe. Ia memilih berjalan menuju rumah Giri. Mencari tahu kenapa bocah itu harus sampai tidak bekerja selama seminggu.

Mendapatkan informasi seperti ini cukup mudah untuknya. Sehari setelah pertemuan, ia mengetahui apapun soal Giri Kamandanu. Jika hanya perihal dimana ia tinggal adalah hal terkecil dari yang ia tahu. Ia sendiri tidak memahami. Kenapa bocah aneh ini begitu menyita pikirannya akhir-akhir ini.

Feral mengetuk pintu kayu itu beberapa kali. Terdengar suara decitan langkah kaki dari dalam. Bunyi knop pintu berputar membuatnya mengambil satu langkah kebelakang. Seseorang yang baru saja membuka pintu terlihat melotot kaget dengan wajah berantakan khas bangun tidur sedikit mengintip.

"Buka pintunya bocah!"

"Tuan sedang apa disini?" Giri membuka pintunya lebih lebar. Seseorang yang tak terundang menyerobot masuk ke dalam lalu mengambil duduk di salah satu kursi kayu yang berada disana.

"Ambilkan aku minum!"

Giri menutup pintunya pelan. Mengambil satu botol air mineral lalu ia berikan ke tamu tak diundangnya yang sedang duduk menyamankan diri.

"Tuan? Sedang apa disini? Darimana tuan mengetahui alamat rumah saya?" Rasa penasaran begitu kentara. Namun tidak dapat menyembunyikan rasa lelah dalam sorot matanya. "Kenapa tidak bekerja?"

SANG DOMINAN // FOURTHGEMINI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang