12

575 53 17
                                    

Masa Depanmu Mulai Tertulis, Kama...
.
.
.
.
.





Sampan kayu menepi ke dermaga. Mile, tuannya menyuruh segera berlabuh. Ini seharusnya Feral yang mengerjakan. Mata-mata dari kubu sebelah mulai curiga jika pihaknya telah mengetahui. Sedikit demi sedikit rencananya bocor keluar. Mau tidak mau Mile harus merelakan uang milyaran untuk mengusut tuntas kejadian di Rusia dan Jerman tempo lalu.


"Berikan aku senapan laras panjang dan juga senapan angin."

Mile menatap curiga. Senapan angin? Belum pernah ada yang mencarinya hanya untuk senapan jenis ini. "Berapa banyak?"

"Seratus masing-masing dan juga peluru tembak."

"Seminggu dan akan sampai tujuan."

Ini kali pertama. Senapan angin sangat mudah didapat. Seharusnya tidak membutuhkan jasanya. "Edward, selidiki orang ini. Sampai ke akar."

"Baik."

Mile melangkahkan kakinya kembali. Sampan mulai berjalan menjauhi dermaga. Semua tugas hari ini sudah selesai dan Edward akan mengurus sisanya. "Feral dirumahnya?"

"Ya."

"Sudah kau selidiki?"

"Tidak ada apapun. Hanya anak sebatang kara." Mile tersenyum. Ini lebih mudah dari dugaannya.

"Edward, beritahu Feral untuk berangkat ke Jepang. Bilang padanya untuk berkunjung ke Okinawa."

"Apa untuk acara tuan Kimura?"

"Pedangnya harus selalu diasah agar tidak tumpul." Mile tertawa, entah apa yang lucu. Edward mengangguk mengerti dan mencatat semua tugasnya dengan baik. Sepertinya ia tidak akan tidur hari ini.







***


Satu, dua, tiga, empat. Empat jam dan Giri bosan. Hujan deras dengan angin kencang mengguyur sejak cafe buka. Tidak ada pelanggan satupun yang datang. Tangannya bertumpu dekat etalase. Matamya mengedar ke luar jendela kaca. Jalanan sepi. Bahkan mobilpun bisa dihitung dengan jari. Giri termenung. Pikirannya penuh. Jika dulu ia harus sukses untuk membalas paman dan bibinya, sekarang ia harus apa? Setiap dia membayangkan pilihan yang akan diambil. Diujungnya hanya akan ada kata 'untuk apa?' yang terlintas.




"Mari Silahkan!"

Lonceng pintu berbunyi, Giri tersenyum lebar dan segera menghampiri. "Tuan tampan!"


Yang disambut hanya terkekeh pelan lalu duduk di kursi biasanya. "Bosen ya? Hujan pasti sepi."

Giri mendudukkan bokongnya di kursi yang berseberangan dan tersenyum lebar. "Sepu banget. Temenku pada rebahan didalam. Tuan mau pesan apa?"

"Berikan segelas air dan cokelat hangat."

Giri merasa aneh, biasanya akan pesan kopi. Tapi ini cokelat. Apa karena cuaca? Emang lebih enak cokelat hangat sih. "Sebentar."

Lima belas menit, Giri datang lagi. Membawa nampan berisi segelas air putih dan secangkir cokelat hangat. "Silahkan!"

"Duduk sana!"

SANG DOMINAN // FOURTHGEMINI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang