14

541 47 1
                                    

Bocah Gila?
.
.
.
.
.






Suara bising senapan laras panjang saling bersautan. Dua orang sedarah beradu dalam hal menembak buah apel yang berjejer di atas papan kayu. Mile tersenyum bangga saat anaknya berhasil menembak tepat sasaran. Didikannya tak akan salah. Feral tumbuh dengan hal-hal yang tak terbayang oleh anak berumur sepuluh tahun.


"Sudah cukup! Besok pagi mulai lari dua puluh enam putaran sebelum menembak!" Feral mengangguk patuh. Kakinya terseok berjalan menuju kediamannya. Hari sudah petang dan dirinya harus belajar bahasa sebentar lagi.


"Tuan besar, tuan muda tampak lebih antusias hari ini."

"Ya! Aku berjanji jika tiap hari sudah lima puluh putaran tanpa lelah, ia akan bebas melakukan apapun dikediamannya tanpa pengawasan lagi." Mile memang keras, tapi dia menyayangi anak satu-satunya dengan teramat lebih dari apapun. Semua keinginan Feral akan dirinya penuhi asalkan Feral mampu mengemban tugasnya dengan baik. Dan selama ini, belum ada kesalahan fatal yang terjadi akibat Feral yang tidak sigap. Umurnya masih belia, namun dia dituntut untuk bisa melindungi dirinya sendiri. Dan Mile akan melakukan apapun agar anaknya dapat berdiri kokoh dengan kedua kakinya sendiri nanti.









***







Giri berlari cepat. Dia sudah terlambat untuk pulang. Hari sudah gelap dan tuannya pasti akan marah.


"Darimana?" Tubuh Giri berjengit. Suara baritone yang tiba-tiba terdengar membuatnya membalikkan tubuhnya cepat. Ada tuannya sedang duduk diam di atas sofa memandangnya tajam. Ia tersenyum menampilkan giginya yang rapi dan berjalan mendekat. Duduk bersimpuh di bawah dengan tangan bertumpu pada paha tuannya. "Jangan melucu dengan cengiranmu, jawab dulu! Kamu darimana?"


"Dari kandang kuda. Tadi aku berlatih naik kuda. Sebenarnya selesai jam empat tapi aku memberi makan kuda dulu sampai lupa waktu."


"Sadar kalau salah?" Giri mengangguk mantap. Sadar akan kelalaiannya. Harusnya dia sudah di kediaman sebelum tuannya pulang. "Siapa yang menyuruhmu belajar naik kuda huh?"


"Tidak ada. Kudanya baik jadi mau aku ajak berteman."

"Ada orang yang menaiki temannya?" Feral berkata sarkas. Giri mendelik tajam mendengarnya. "Bukankah kuda memang untuk dinaiki?"

"Kuda sebaik itu mau kamu jadikan babu buat gendong kamu kemanapun?" Senyuman tertahan tersemat rapi di sudut bibir Feral. Wajah Giri merengut lucu dengan dahi berkerut tanda memproses kata-katanya.


"Tuan! Jangan membodohiku ya!" Pada akhirnya Feral tertawa terbahak-bahak. Seharusnya kata-katanya yang tidak bernilai bisa di jawab begitu mudahnya. Namun mengerjai Giri cukup menghiburnya kala suntuk seperti ini.

"Tuan menyebalkan. Berhenti tertawa! Aku malu!"


Cctaaakkkkk

"Aduuuhhh... Ini saaakiiitttt...." Giri mengelus dahinya pelan. Barusan ia mendapatkan jitakan cukup keras dari tuannya. Tidak sadarkah bahwa dirinya punya tenaga badak?


"Sudah sana siapkan air hangat! Habis itu masakkan aku sop ayam." Giri segera berdiri. Wajahnya yang cemberut belum juga luntur, namun tubuhnya tetap mengikuti instruksi yang Feral berikan. Dirinya menggeleng heran melihat kelakuan Giri yang menggerutu dan menghentakkan kakinya beberapa kali.


Dasar bocah aneh!



"Jangan cemberut begitu! Nanti kalau luang aku ajari berkuda dan lainnya." Giri segera memutar tubuhnya. Senyumannya kembali lebar menandakan rasa kesalnya yang menguar entah kemana.


"Tuan janji kan?"



"Iya. Ingatkan nanti. Tagih janjiku." Giri mengangguk mantap. Ia akan menagihnya. Kapan lagi diajari tuannya yang tampan dan galak ini. Sekalian modus. Hehehe













To be continued 💜
.

SANG DOMINAN // FOURTHGEMINI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang