13

652 48 18
                                    

Pelayan lucu
.
.
.
.
.






Mendung sedikit mengusik Giri. Ia segera bergegas mengikuti langkah kaki tuannya yang seperti dikejar penjahat. Hari ini, dirinya secara resmi bekerja. Dikenalkan area kediaman dan juga segala hal yang harus ia kerjakan nanti. Selama hampir dua jam penjelasan, Giri tidak menemukan hal apapun yang sekiranya akan membuatnya sulit. Mungkin dia akan lupa jalan kembali saja nanti. Istana ini sungguh besar. Mungkin ia akan meminta sepeda nanti untuk kesana kemari jika diperbolehkan.


"Tuan, apa masih lama? Aku lapar." Giri sedikit berlari menyamakan langkah. Yang dipanggil menghentikan langkahnya dan menoleh kesamping. Alisnya terangkat satu. "Satu-satunya pelayan yang berani memotong ucapan tuannya. Yaitu kau!"

Giri terkekeh kecil. Ia menengadahkan wajahnya bersikap seolah menantang. "Lapar! Ayo makan!"

Bukannya tersinggung atau apa, sang tuan malah membawa tangannya ke kepala Giri dan mengusaknya pelan. "Iya makan. Ayo makan!" Senyuman kelinci mulai terbit, Feral ikut tersenyum lebar. Dadanya bergemuruh senang. Ia merasa mengabulkan permintaan Giri adalah suatu kesenangan untuknya sendiri.


Feral mengusir semua pelayannya untuk keluar. Peraturan baru yang ia kumandangkan. Jika ada Giri didalam, semua harus keluar. Boleh masuk jika dipanggil. Begitu katanya.

Giri melangkah cepat. Mengambil semua bahan masakan yang akan ia gunakan. Feral dengan tenang duduk mengamati gerakan Giri dari seberang ruangan. Fokusnya terbagi dua. Menatap wajah Giri yang lucu atau laptop kerja yang bertengger rapi di pahanya.


Empat puluh menit. Makanan telah rapi tertata. Hanya sayur bening juga ayam goreng. Giri mendengus sebal. Ia sudah lapar, namun sang tuan juga tak segera beranjak. "Tuan! Makan!"


"Pelayan mana yang dengan beraninya menaikkan suara pada tuannya?" Feral menutup laptopnya. Berjalan ke arah meja makan dan mendudukkan diri, ia juga mengambil ponselnya yang dia tinggal di meja. Giri bergerak cepat, mengambil nasi beserta lauknya. Ia duduk tepat disamping Feral yang masih mengerutkan kening menatap layar telepon genggamnya.


"Aku bukan pelayan! Tapi istri tuan. Ayo buka mulutnya!" Giri yang sudah lapar segera mengangkat mangkuk yang ia bawa. Tangannya dengan terampil menyendok nasi beserta lauknya lalu ia arahkan ke mulut Feral dan sedikit mencoba menerobos masuk. Feral menatap tajam namun juga membuka mulut. Rasa gurih dan sedap mengecap di lidahnya. Ia tersenyum dalam kunyahannya saat melihat Giri yang juga makan dari tempat yang sama dengannya.


"Pelayan ini benar-benar. Berani sekali makan satu wadah dengan tuannya huh?"

"Sudah aku bilang, aku istrimu. Ayo buka mulutnya lagi!" Feral menurut. Ia membuka mulutnya menerima. Ia juga kembali berkecimung pada ponselnya dan membiarkan Giri menyuapinya sampai tandas.


Giri bertepuk tangan riang. Masakannya habis! Itu artinya, Feral menyukainya. Ia kemudian membereskan semua piring dan wadah untuk ia cuci. Keadaan ini berbeda dengan Feral yang menatap tak percaya. Perutnya luar biasa kenyang dan ia merasa makan terlalu banyak kali ini.


"Aku akan pergi ke bakal calon gudang senjata untuk melihat perkembangan. Kamu boleh pergi berkeliling asalkan sebelum petang sudah kembali. Kamu paham?"

Giri mengelap tangannya yang basah. Ia kemudian berjalan ke arah Feral membawa sebuah botol minum ditangannya. "Tuan, tadi aku buat jus wortel dengan sedikit perasan lemon. Tuan mau bawa?"


Tangan Feral terulur menerima. Ia merasa aneh. Ini hal baru untuknya. "Aku pergi dulu."

Kepalanya di usap pelan. Giri tersenyum senang dan melambaikan tangannya. Ia kembali melanjutkan pekerjaannya saat Feral sudah tak tetlihat lagi.








***




Waktu terus bergulir. Malampun tiba. Giri menyiapkan baju ganti untuk Tuannya lalu duduk diam di sofa ruang televisi sembari menunggu sang tuan untuk pulang. Badannya sedikit menggigil karena udara malam yang menerpa. Tak lama, pintu utama terbuka menampilkan Feral dengan wajah kerasnya yang membuat Giri sedikit merasa tertekan.


"Selamat malam tuan, semua keperluan untuk bebersih sudah disiapkan." Giri berkata sepelan mungkin. Ia tidak ingin membuat suasana hati tuannya menjadi lebih buruk.

Feral melepaskan sepatu dan meletakkan barang yang dibawanya asal lalu melangkah menuju kamar mandi. Sebaiknya ia berendam untuk menjernihkan pikirannya. Giri merapikan semua barang Feral dan meletakkannya ketempat yang seharusnya. Ia lalu kembali duduk diam di tempatnya semula, menunggu Feral menyelesaikan kegiatannya di dalam.



Alis Feral berkerut tajam. Air hangat ini mampu sedikit meredakan emosinya. Masalah kali ini membuat pikirannya banter. Penghianatan adalah hal yang paling dirinya benci. Tangannya mengepal erat. Tadi saat berkunjung, anak buah yang menjaga bakal calon gudangnya pingsan dengan banyak luka pukulan di sekujur tubuhnya. Tak ada tanda-tanda penyusup. Semua tampak aman. Namun itulah yang membuat Feral lebih khawatir. Sudah dipastikan, musuhnya telah mendapatkan denah gudangnya yang baru. Itu artinya semua harus ia ubah dari awal lagi untuk menghindari hal-hal yang tak diinginkannya.



Giri segera bangun dari duduknya saat mendengar langkah kaki. Feral muncul dengan jubah tidurnya. Ia melangkah cepat mendekat. Mengikuti Feral yang akan beranjak tidur. Wajah dan aura tuannya sudah tak sekeruh tadi. Sepertinya emosi sang tuan sedikit mereda.

"Tuan membutuhkan sesuatu yang lain lagi?" Hening, tak ada jawaban. Giri duduk diam di dekat ranjang. Ia memperhatikan Feral yang berbaring memejamkan mata. Sebenarnya ada satu hal yang ingin dia tanyakan. Namun tuannya sejak tadi belum juga mau menjawabnya.


"Tidak ada. Kamu bisa tidur."

Akhirnya mulut yang terbungkam sejak tadi terbuka. Giri tetap diam ditempat. Merasa bingung harus melakukan apa. Ia melirik jam besar di dekat pintu, jam sebelas malam. Sudah larut dan ia mengantuk.


"Kenapa diam? Tidak mengantuk?" Feral membuka matanya dan menoleh ke arah Giri yang tetap diam duduk ditempat.


"Tuan, aku tidur dimana?"

"Kamu ingin tidurnya dimana?"

Giri melirik sekitar kemudian menatap Feral. "Aku mau tidur dikasur! Tidak ingin di sofa. Nanti badanku sakit." Bibirnya mengerucut, tangannya bergerak mengelus pinggiran ranjang. Tanda bahwa dirinya sedang bingung sekarang.


Feral terkekeh melihat pemandangan didepannya. Ia kemudian mendudukkan diri, tangannya terulur mengangkat badan Giri yang kurus dengan mudahnya lalu ia baringkan disampingnya.

Giri meremat lengan Feral saat badannya terangkat, ia terkejut dengan gerakan tiba-tiba yang dilakukan tuannya.


"Eerrrr tuaann~"


"Katanya istriku huh? Bukankah tempatnya disebelah sini?" Feral tersenyum mengejek. Ia membalikkan ucapan Giri tadi siang padanya.


"Iya, selamat malam!" Kegugupan Giri begitu kentara. Ia langsung membalikkan tubuh membelakangi Feral guna menyembunyikan wajahnya yang memerah. Jantungnya berdebar tak karuan sejak tadi. Senyum kecil tercetak jelas diwajahnya saat selimut menutupi tubuhnya sampai bawah dagu.


"Selamat malam." Usapan di kepalanya menjadi penutup kegiatannya hari ini.









.
.
. To be continued 💜
.

SANG DOMINAN // FOURTHGEMINI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang