Meena is Meena

554 33 3
                                    

"Beberapa hari lagi menuju kepulangan, sungguh rinduku pada keluarga dan Bombay sudah sangat menumpuk. Dan tentu dengan Meena juga. Pertemuan singkat dua malam itu teramat tidak cukup mengobati rindu."

Aoom menyesap kopi panas di balkon, memandang kelap-kelip lampu kota Ho Chih Min. Masuk dalam sepuluh besar mengharuskan dia tinggal sebulan penuh di sana. Membuat yang di Thailand rindu yang di sini, sementara dia merindukan semua yang ada di Negri Gajah Putih sana.

Sedih? Sedikit. Bukan karena harus tinggal lebih lama, melainkan Aoom sedih hanya berada di 5th runner up padahal keluarga, teman, bahkan fans telah banyak mendukung bahkan menyusul terbang ke Vietnam. Namun, alih-alih kecewa para pendukung justru telah bahagia atas pencapaian Aoom. Dibanding harus sedih sebatas berada di sepuluh besar, fans lebih tak sabar menunggu kepulangan dia dan mempersiapkan syuting. About Galaxy.

"Hah, apa anak itu sudah mandi?"

Aoom terperingis membuka ponsel ingin melihat cuitan Meena yang butuh motivasi sekadar untuk mandi. Ternyata tak hanya butuh motivasi, Meena juga mengunggah keinginannya melanjutkan tidur daripada pergi ke perawatan wajah. Putri bungsu itu sadar benar kalau memiliki wajah terlalu sempurna hingga takut dokter tidak tahu harus berbuat apa.

"Hahahaha," tawa Aoom pecah membaca balasan penggemar.


Aku penasaran bagaimana Aoom berhasil membawa Meena ke kamar mandi setiap kali mereka tidur sekamar.

- Semoga pasanganku sesabar Ratu Aoom karena kadang aku persis seperti Meena yang tidak suka mandi.

- Tugas dokter pada wajah Meena hanya memencet jerawat.

- Kalau semua perempuan memiliki rasa percaya diri seperti kekasih ratu, Thailand tidak butuh dokter kecantikan.


Drrtttt! Nama Meena hadir lewat panggilan video, Aoom reflek menjawab dan menyandarkan ponsel di penyanggah balkon.

"Araai? Hahahaha. Aku baru saja membalas tweet mu dan membaca balasan fans. Jadi apa kau sudah mandi?"

"Boooo!"

"Bo araai? Hahahah. Eih, wajahmu terlihat kurang baik. Ada apa?"

"Mae habis memarahiku, Nong. Kau tahu? Aku tak sengaja menabrak pot dan membuat tanaman mati saat memarkirkan mobil tadi."

"Bukankah wajar Mae marah karena kau ceroboh?"

"Bukan ceroboh, hanya tidak sengaja. Lagi pula, tumbuhan pasti akan mati seperti makhluk hidup lainnya. Cepat atau lambat, tidak tahu kapan tapi yang jelas pasti mengalami kematian. Mae harus menerima kehilangan dan tidak perlu memarahiku terutama saat live tadi."

Mendengar penuturan Meena yang terlalu antik sontak membuat Aoom menghela napas dan menyandarkan punggung. Sorot mata menatap segelintir bintang, akan lebih mudah memahami alasan bintang bercahaya ketimbang bagaimana cara kerja otak Meena. Bahkan jauh lebih mudah mengerti maksud ucapan para ratu lain yang berbeda bahasa.

"Seharusnya dari sini kita sama-sama belajar agar bisa menerima kehilangan atau kepergian. Apalagi sekadar tumbuhan yang bisa dibeli atau ditanam lagi. Sesederhana itu, 'kan?"

"Kau tidak salah, tapi..." Aoom meremas helai-helai rambut di pelipis antara di puncak kesabaran atau berusaha menemukan kata-kata yang tepat. "Ini mengingatkanku pada film-film thriller di mana orang-orang akan membunuh demi keselamatan sendiri dan berkata bahwa pada akhirnya mereka akan mati juga. Daripada mati nanti lebih baik sekarang."

"Aku tidak tertarik menyakiti manusia, Nong."

"Maksudmu kau tertarik menyakiti makhluk lain?"

"Nong! Kau jadi membahas ke mana-mana."

"Hahahah, baiklah, maaf. Lalu apa kau sudah mengganti pot dan tanaman mae?"

"Mae tidak memintanya jadi aku tidak beli."

"Meenaaaa! Hanya karena mae tidak minta bukan berarti kau mengabaikan kesalahanmu."

"Tapi mae sungguh tidak minta, kupikir sebenarnya mae tidak benar-benar mencintai pot dan tumbuhan itu jadi matipun tidak terlalu berarti. Amarahnya sesaat lalu pergi."

Aoom menunduk memijat-mijat kening, rasa sudah tak tahan menanggapi semua ucapan Meena. Seberapa keras mencoba menasihati, Meena adalah Meena, wanita yang berpegang teguh atas apa yang dihendaki. Sulit sekali untuk menyortir ucapan dan mengolah pola pikir agar lebih lembut.

"Begini saja sudah membuatku kian rindu dan ingin berargumen langsung meski sedikit melelahkan."

"Haahhh sudahlah, kau sungguh tidak membantu karena berada di pihak mae. Ngomong-ngomong siapa teman sekamarmu?"

"Nini dari Myanmar."

"Ouhhh. Bukankah kalian di hotel bertema jepang?"

Aoom mengangguk seraya mengulas senyum lebar. "Ada tempat berendam air hangat di sini. Awalnya aku ingin mengajak Nini ke sana tapi tidak jadi karena..." Seringai lebar meredup pelan berganti senyum malu-malu. "Hihihihi karena... kita harus tanpa busana di sana."

"Ouuhhh ahh, mai ah!" cegah Meena mengerucutkan bibir dan memutar bola mata.

"Tham mai? (Mengapa?)"

"Kalau hanya berendam lakukan saja di bathup kamar mandi, tidak usah sampai ke pemandian umum. Ya... kecuali kau di sana bersamaku. Tapi lebih baik tidak usah," tutur Meena merendahkan nada suara di dua kalimat terakhir.

Aoom membekap wajah merasa sedikit panas di sana terutama di area kedua pipi. "Sepertinya tidak akan ada yang berendam malam-malam begini."

"Ya, memang. Siapa yang mau berendam malam-malam? Lagi pula cuaca di Asia Tenggara sedang panas."

"Maksudku, akan aman kalau aku dan Nini tetap berendam karena kemungkinan besar tidak akan ada siapapun di sana sekarang."

"Mai, Nong!" pinta Meena mengernyitkan alis menunjukkan larangan tegas. "Ini sangat tidak adil ketika kau melarangku berpakaian terbuka tapi di sisi lain dirimu ingin telanjang di pemandian umum bersama orang lain."

"Cemburu?"

"Mai cing! Aku tidak pernah cemburu hanya tidak suka, kau tahu itu."

'Tidak cemburu, hanya tidak suka' adalah kalimat pamungkas yang sering Meena ucapkan setiap kali Aoom digoda atau dekat-dekat wanita lain. Namun, siapapun bisa menebak kalau tidak suka yang dimaksud Meena tak lain adalah kamuflase dari 'aku cemburu jadi hentikan!'.

"Jadi apa yang harus kulakukan?"

"Berendam di bathup!"

-the end-

MeenBabe *Oneshoot Story*Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang