Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Loh Bunda gak makan? Kok masakan aku masih utuh gini?" Heeseung bertanya ketika membuka tudung saji di meja makan.
Wanita yang duduk di sofa ruang tengah itu melirik sedikit, "Tadi makan sama pacar Bunda. Kamu makan sendiri ajalah masakanmu"
Sudut bibir Heeseung sedikit turun. Sedih.
Dia menyendok sedikit sayur yang dimasaknya tadi pagi, mengerinyit ketika mencium baunya yang mulai berubah.
"Tapi kalo gak dipanasin jadi basi, Bunda" Heeseung protes. Sedikit kesal karena Bunda sama sekali tak memperhatikan usahanya.
"Ya udah" Bunda berjalan menuju kamar, "Gak ada yang nyuruh kamu masak juga kok"
Pintu kamar utama ditutup. Meninggalkan Heeseung yang menggigit bibir sambil menghela nafas panjang.
Heeseung akhirnya membuang sayuran yang sudah setengah basi, tidak mau ambil resiko dengan memakannya.
Lelaki itu berdecak dan berakhir memasukkan lauk pauk ke dalam kulkas, kehilangan selera makan.
Baru saja Heeseung hendak kembali ke kamar, suara deru mobil terdengar dari halaman. Ayahnya pulang.
Heeseung mengintip, lalu buru-buru keluar rumah untuk membukakan pagar. Ayah sepertinya tidak dalam mood yang baik.
Pria paruh baya itu masuk ke rumah tanpa kata. Bahkan mungkin tak terbersit sedikitpun untuk menyapa anaknya.
Heeseung tak ambil pikir. Sudah biasa begitu kok.
•••
"Heeseung!"
Heeseung yang sedang tiduran langsung terperanjat kaget. Segera ia keluar kamar dan mendatangi Ayah.
"Kenapa, Yah?" Suara Heeseung terdengar pelan. Tak bisa dipungkiri kalau dia tetap saja takut melihat raut kesal Ayah.
"Ck. Gimana sih kamu? Gak ada makan apa-apa begini, semua udah masuk kulkas"
Heeseung dalam hati sebal luar biasa. Bunda yang mengabaikan usahanya, dan sekarang Ayah yang cuma bisa menuntut semuanya.
"Maaf" Heeseung mencicit, "Tadi aku sama Bunda gak makan di rumah. Kirain Ayah gak pulang malem ini"
"Dasar gak becus"
Heeseung mengerinyit mendengar itu. Tangannya mengepal kuat menahan diri untuk tidak memaki Ayahnya sendiri.
"Terserah" Akhirnya, bocah SMA itu berbalik badan dan masuk ke kamar secepat mungkin. Sudah terlalu malas mendengar semua kemarahan yang ditanggungkan padanya.
Heeseung meraih earphone, ponsel, dan dompetnya. Hendak keluar dari rumah malam ini -- entah ke mana. Mungkin lagi-lagi kembali ke apartemen Jay atau sekedar keluyuran tanpa arah.
Lagipula, sesuatu yang harusnya disebut 'rumah' ini tak lagi memberi rasa aman dan damai buat Heeseung.
Lantas, dia mau pulang ke mana kalau rumahnya saja hancur lebur?