“Yang terlihat baik, belum tentu beneran baik. Bisa saja ia hanya berpura-pura. Jangan terkecoh hanya karena penampilan di luar bagus, tapi di dalamnya busuk!”—Reano Abimanyu.
***
Seorang cewek tengah melihat foto yang menempel di dinding ruang tamu. Foto itu terlihat seorang cewek seumuran dengannya.
“Cewek ini siapa, ya,” gumam Qiana melihat foto cewek itu.
Tak lama seseorang menyahut dari kejauhan. “Itu Adek Gue,” ujar Gino dari belakang.
Qiana berbalik, menghadap Gino. “Cantik banget adeknya, Kak,” puji Qiana. “Sekarang Adek Kakak ke mana?” lanjutnya bertanya, membuat cowok itu beberapa langkah mendekati Qiana.
“Dia ... udah gak ada,” celetuk Gino membuat Qiana terkejut. Ia merasa tak enak hati karena menanyakan hal seperti barusan.
“Maaf gue gak bermaksud—”
“Gak apa-apa, santai aja.” Untungnya Gino mengerti apa yang dimaksud Qiana. “Namaya Giana Alexander. Usianya 13 tahun, meninggal karena sebuah penyakit yang mematikan,” lanjut Gino menjelaskan secara singkat, yang membuat Qiana ikut sedih.
“Gue turut berdukacita atas meninggalnya Adek lo," ucap Qiana yang kini berada di samping Gino. Keduanya pun beralih duduk di sofa ruang tamu.
Gino menyodorkan sebuah gelas yang berisi kopi hangat pada Qiana. Cowok itu teringat pada adeknya.
“Thanks,” balas Gino. “Silakan minum,” ujarnya mempersilahkan Qiana meminum kopi itu. Qiana pun mengangguk, lalu meminumnya.
Tak lama di detik itu juga dering ponsel Gino berbunyi, menandakan panggilan telepon masuk. Ia beranjak berdiri untuk mengangkat telepon.
“Hallo, kenapa?”
“ ... ”
“Okay, cari sampai dapat!”
Setelah mengatakan seperti itu, Gino langsung menutup sambungan via teleponnya. Ia pun kembali duduk di sofa bersama Qiana.
“Ada apa, Kak? Kayaknya serius?” tanya Qiana, penasaran.
“Ini ... gue kan suruh cari ART ke anak buah Papa buat di apartemen ini, tapi gak nemu-nemu,” jelasnya. “Mereka kalau kerja suka gak becus,” celetuk Gino terdengar ada sedikit nada kesal diucapkannya.
Mendengar itu membuat Qiana berbinar. “Kak Gino lagi cari ART?!” tanya Qiana meyakinkan.
“Iya, kenapa emang?” tanya Gino meminta penjelasan.
“Kalau gitu gue aja jadi ART di sini?” saran Qiana membuat Gino mengernyit.
“Lo?” tanya Gino meyakinkan. Apa ia tidak salah dengar? Pikirnya.
“Iya gue, Kak,” tegas Qiana meyakinkan. Ia berharap Gino mau menerimanya.
“Lo kan, masih sekolah bagaimana bisa,” celetuk Gino seketika membuat Qiana murung.
“Iya juga sih, gue kan masih sekolah.” Qiana terlihat murung. “Kakak cari ART yang udah gak sekolah, kan?” lanjut Qiana bertanya.
“Maksud gue bukan kayak gitu. Lo kan masih sekolah, apa gak ganggu sama belajar? Dan orang tua lo gimana? Mereka bakal izinkan lo atau enggak?” Gino melontarkan beberapa pertanyaan pada Qiana, membuat cewek itu merasa ada harapan.
“Kalau itu gak jadi masalah, Kak,” ujar Qiana.
“Bagus dong kalau gitu.” Gino menghentikan sejenak ucapannya. “Terus yang jadi permasalahannya apa?” Gino lanjut bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENDURE
Teen FictionKehidupan gue tidak seperti anak muda pada umumnya. Yang menghabiskan waktu untuk bersenang-senang. Di usia gue yang terbilang cukup muda, gue harus menjadi tulang punggung keluarga. Mengganti peran Ayah bagi adek perempuan gue. Dan harus mencari na...