“Cukup mereka yang pergi, lo jangan.”—Reano Abimanyu.
•••🤍•••
“Bang, kalau seandainya gue pulang duluan, gue mau di makamkan di samping Mama,” ujar Qiana.
Reano yang mendengar ucapan Qiana, seketika membuatnya terkejut.
“Maksud lo apa ngomong kayak gitu? Jangan ngomong aneh-aneh!” larang Reano. Ia tidak mau mendengarnya lagi.
“Gue gak bermaksud apa-apa, gue cuma bilang aja,” balas Qiana. Kini keduanya saling berhadapan.
“Lo keluarga gue satu-satunya, kita harus sama-sama terus.” Reano berkata singkat.
Jujur saja, cowok itu tak mau kehilangan lagi anggota keluarganya. Ia sudah merasakan sakit ditinggal oleh ketiga keluarga yang disayangi, dan sekarang Reano mohon untuk tidak mengambil keluarga satu-satunya.
“Iya Bang, kita akan sama-sama terus, tapi jika sudah takdir, apa boleh buat,” celetuk Qiana.
•••🤍•••
“Makan yang banyak, setelah itu langsung istirahat,” suruh Reano pada Qiana sambil meletakkan makanan pada piring adeknya.Cewek itu makan sambil menceritakan kejadian di sekolah tadi. Awalnya ia tak mau menceritakannya, tapi Reano memaksa.
Setelah dari TPU, kedua Adek-Kakak itu langsung pulang ke rumah, Reano pun langsung menyiapkan untuk makan malam. Tak lupa Qiana membantunya.
Qiana hanya menjawab dengan anggukan, karena cewek itu tengah mengunyah. “Hari ini gak masuk kerja lo, Bang?” tanya Qiana setelah selesai makan.
“Enggak, gue izin libur dulu,” jawab Reano. Qiana hanya mengangguk sebagai jawabannya.
“Ya udah, gue istirahat duluan, Bang,” pamitnya pada Reano. Cowok itu hanya menjawab dengan anggukan kecil.
Setelah Qiana masuk ke dalam kamar, Reano pun membereskan piring-piring yang dipakai barusan.
Namun, saat ia hendak begegas menuju dapur, Reano merasakan cairan kental keluar dari hidungnya. Cowok itu mengusapnya dengan jari.“Mimisan lagi,” gumam Reano, “udah tiga kali dalam seminggu ini, mungkin karena gue kecapean,” lanjutnya bergumam. Setelah itu, ia pun kembali bergegas untuk ke dapur.
•••🤍•••
Jam menunjukkan pukul sepuluh malam, setelah mencuci piring cowok itu langsung bergegas untuk belajar. Sebenarnya ia merasa pusing, tapi masih bisa dipaksakan. Reano harus bisa mengambil posisinya kembali.
Malam ini Reano akan belajar sebentar, membuka kembali materi yang dipelajari di sekolah tadi. Namun, saat hendak memulai membaca, kepalanya terasa sangat pusing. Pandangan cowok itu kabur, dan di detik itu juga semuanya menjadi gelap.
•••🤍•••
Udara subuh masih begitu sejuk, membuat badan terasa menyegarkan. Setelah sholat Subuh, Qiana langsung saja menyapu lantai. Namun, ia merasa heran kenapa abangnya belum juga bangun, padahal biasanya dia yang paling pertama bangun.
Qiana berjalan menuju ruang tamu, tempat di mana Reano tertidur. Saat pertama kali ia lihat, ialah Reano yang tertidur tak beraturan dengan buku-buku yang berantakan.
Qiana memegang tangan cowok itu, berniat untuk membangunkan. Akan tetapi, ia merasakan suhu tubuh Reano sangat panas. Qiana panik, ia pun segera membangunkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENDURE
Teen FictionKehidupan gue tidak seperti anak muda pada umumnya. Yang menghabiskan waktu untuk bersenang-senang. Di usia gue yang terbilang cukup muda, gue harus menjadi tulang punggung keluarga. Mengganti peran Ayah bagi adek perempuan gue. Dan harus mencari na...