Namun, cewek itu malah melihat obat yang dipegang Reano. “Tapi obatnya banyak banget. Coba gue lihat ini obat apa aja?” izin Qiana mentap Reano penuh dengan rasa penasaran.
Mendengar itu seketika membuat Reano segera memasukkan obatnya ke dalam saku jaket.
“Kenapa lo masukin? Gue mau liat Bang!” Qiana menatap Reano curiga.
“Buat apa? Itu itu, cuma obat pusing, kelelahan, sama obat buat jaga stamina tubuh,” jelas Reano.
“Beneran?” tanyanya meyakinkan.
“Iyalah, ngapain gue bohongi lo,” ujar Reano, berhasil membuat Qiana sedikit percaya.
“Ya udah deh, kalau gitu.” Qiana mengalah. “Tapi, awas aja kalau lo bohong!” peringatnya dengan tatapan tajam.
“Yaelah, iya-iya! Udah kayak Mak Lampir aja lo, serem begitu.” Reano menelan ludahnya sendiri.
Setelah itu, keduanya pun langsung pergi pulang.
•••🤍•••
Seorang cewek tengah menunggu di pinggir jalan. Duduk di bangku putih. Hari ini ia ada kerja kelompok bersama Aksa. Cowok itu sudah berjanji akan menjemputnya.
“Ayo naik.” Tiba-tiba seseorang berbicara, entah kapan cowok itu datang, yang pasti membuat Qiana terkejut.
“Sa, lo kapan datangnya?” tanya Qiana penasaran, beranjak dari tempat duduk.
“Barusan,” jawab Aksa singkat, “lo udah izin sama Bang Reano, kalau mau kerja kelompok?” lanjutnya bertanya.
Mendengar pertanyaan Aksa, Qiana menggeleng. “Gue gak izin sama Bang Reano. Lagian dia juga sekarang lagi kerja,” jawab Qiana, heran kenapa Aksa menanyakan hal seperti itu.
“Izin dulu. Gue gak mau kerja kelompok, kalau lo gak izin dulu,” suruh Aksa, yang tak turun dari motornya.
“Gapapalah, jangan. Lagian nanti juga gue keburu pulang,” ujar Qiana tak mau.
“Jangan dibiasakan. Lo harus tetap izin meski Bang Reano lagi kerja.” Aksa kembali berbicara. “Lo gak tau kedepannya, ini hanya untuk berjaga-jaga,” jelas Aksa panjang lebar.
“Hm, bener sih, apa kata lo.” Qiana merogoh ponselnya yang berada di saku rok seragam sekolah. “Ya udah gue mau izin dulu,” ucapnya, lalu mengirim pesan pada Reano.
“Udah,” ucapnya sambil memperlihatkan pada Aksa. “Thanks lo udah kasih tau,” lanjut Qiana. Sedangkan Aksa hanya mengangguk sebagai jawabannya.
“Ya udah ayo, naik,” suruh Aksa, lalu Qiana puj mrnaiki motornya.
Aksa melajukan motornya dengan cepat tinggi. Namun, bukannya Qiana takut, cewek itu malah senang. Setidaknya ada tambahan waktu untuk mengerjakan yang lainnya.
Tak lama kemudian keduanya sudah tiba di basecamp Stronghold. Qiana turun dari motor.
“Handphone lo dari tadi bunyi terus,” ujar Qiana pada Aksa yang baru saja menyetandarkan motornya.
“Iya,” jawab Aksa singkat. Hal itu seketika membuat Qiana berdecak sebal. Tadi saja cowok itu banyak bicara, sekarang malah pindah ke pengaturan semula.
“Yaudah, gue masuk duluan,” izinnya, tetapi Aksa tak menjawab. Cowok itu malah fokus dengan ponsel.
Mama
KAMU SEDANG MEMBACA
ENDURE
Ficção AdolescenteKehidupan gue tidak seperti anak muda pada umumnya. Yang menghabiskan waktu untuk bersenang-senang. Di usia gue yang terbilang cukup muda, gue harus menjadi tulang punggung keluarga. Mengganti peran Ayah bagi adek perempuan gue. Dan harus mencari na...