16

108 12 3
                                    

“Bang, ayo bangun!” Kenapa keluarga satu-satunya harus pergi meninggalkan dirinya. “Jangan tidur terus. Kalau lo gak ada, gue sama siapa?”

Qiana memeluk erat Reano. Menangis dengan sangat histeris membuat perawat dan Dokter itu ikut sedih.

“Maaf Dek, kita harus bawa mayat ke ruang jenazah,” izin salah satu perawat pada Qiana.

“Gak! Gak boleh.” Qiana terus saja menangis sambil memeluk erat Reano. “Bang, ayo bangun. Katanya lo mau liat gue sukses.”

“Maaf Dek, kita harus segera membawa mayat ke ruang jenazah,” ujar lagi salah satu perawat itu.

Salah satu perawat mencoba agar Qiana tak menghalangi jalannya, membuat cewek itu melepas pelukan dari Reano. Dikesempatan kemudian, dua orang perawat itu pun mendorong Reano menuju ruang jenazah.

“Gak! Gak mungkin Bang Reano pergi.” Qiana bermonolog sambil berlari mengikuti kedua perawat itu yang membawa Reano.

Ia berlari dengan kaki yang terasa begitu lemas. Dunianya seakan runtuh, mendengar kabar bahwa Kakak satu-satunya pergi untuk selamanya. Tanpa sengaja saat berlari Qiana menabrak seseorang yang membuatnya terjatuh. Di detik kemudian, seketika cewek itu terbangun dari tidurnya.

Ia terbangun dengan napas terpenggal-penggal. Seakan seluruh pasukan udaranya habis. Qiana perlahan mencoba mengatur napasnya, sampai di beberapa menit kemudian kembali normal.

Cewek itu melirik jam yang menempel di dinding. Jam menunjukkan pukul 01.57 dihi hari. Rasanya mimpi itu seperti nyata. Ia kembali beralih melirik tangannya yang masih menggenggam novel berjudul ‘Happy Ending’ yang nyatanya berakhir dengan sad ending, hal yang membuat Qiana terbawa mimpi sampai Kakaknya menjadi korban.

“Huh!” Qiana menghembuskan nafas kasar. Cewek itu keluar kamar karena mereka haus. Namun, tanpa sengaja ia melihat kakaknya yang masih belajar di jam yang sudah larut malam seperti ini.

“Jangan keseringan begadang Bang, nanti lo sakit. Lo juga perlu istirahat,” ujar Qiana duduk, membuat Reano menoleh padanya.

“Besok gue ada ulangan mingguan,” sahut Reano pokus dengan buku-bukunya.

“Tapi lo gak perlu belajar sampai larut malam begini Bang, yang ada lo sakit.” Qiana khawatir, pasalnya Reano tak sekali dua kali seperti ini. Hampir setiap hari abangnya seperti ini.

“Gak usah khawatirkan gue, udah sana lo tidur lagi,” suruh Reano. Kenapa abangnya ini keras kepala sekali. Qiana benar-benar kesal.

Cewek itu pun beranjak dari tempat duduknya, berniat untuk pergi ke dapur, tetapi langkahnya kembali terhenti saat Reano kembali berbicara.

“Ulang tahun nanti, lo mau hadiah apa dari gue?” tanya Reano membuat Qiana menoleh ke arahnya.

“Gue gak mau hadiah apa-apa, cukup lo sehat-sehat aja,” sahut Qiana lalu kembali melanjutkan langkahnya.

•••🖤•••

Gino
Online

| Hari ini tepat satu bulan, lo ingat kan
  perjanjiannya?

Reano mengusap wajahnya kasar. Bagaimana ini? Sedangkan ia sama sekali belum ada uang. Jika sudah seperti ini, Reano bingung harus meminta saran pada siapa.

“Woi, Re!” teriak Reynald  memanggil, membuat Reano menoleh ke belakang.

“Apa?” sahutnya.

Reynald melangkah, menghampiri Reano. “Ayo ke kantin,” ajaknya mengalungkan tangan pada pundak Reano. Kini keduanya berada di koridor sekolah.

ENDURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang