17

84 9 0
                                    

Seorang cowok melajukan motornya dengan kecepatan sedang, membelah jalanan yang masih jarang dilalui kendaraan. Sebelum menuju ke sekolahnya, terlebih dahulu ia mengantarkan adeknya ke sekolah. Semalam Reano memberitahu Qiana kalau motornya sudah balik, membuat cewek itu senang.

Namun, di perjalanan Reano dan Qiana di hadang lima inti anggota geng Vogas, yang membuat cowok itu gelisah. Gelisah karena takut saat ini sedang bersama adeknya. 

“Lo diam di sini,” titah Reano pada Qiana. Cewek itu hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia berdiri di dekat motor.

Reano melangkah mendekati mereka berlima, membuat Qiana khawatir pada abangnya yang menghadapi mereka sendirian.

“Mau apa lo semua?” Reano bertanya dengan raut wajah dingin.

“Enak banget ya, lo, dengan santainya sekolah setelah menjebloskan kita ke penjara.” Salah satu inti geng Vogas berbicara. Ia bernama Martin, ketua geng-nya.

Namun, Reano tak menjawab, membuat Martin kesal. Di detik itu juga mereka menyerang Reano secara bersamaan, dan kini terjadi perkelahian. Qiana yang melihat abangnya dikeroyok, ia khawatir takut kenapa-kenapa. Cewek itu pun menelepon Reynald untuk meminta bantuan.

Setelah menelepon Reynald, Qiana langsung saja memutuskan sambungan via teleponnya. Cowok itu akan datang untuk memberi bantuan.

Di sisi lain Reano berhasil meninju rahang salah satu teman Martin, bernama Vion, membuat cowok itu limbung kebelakang. Mereka tak terima, membuat yang lain menyerang secara bersamaan. Reano kewalahan, tetapi untungnya ia berhasil menghindari serangan.

Perkelahian semakin sengit. Martin kesal karena Reano tak tumbang juga, padahal dia hanya sendirian.

Namun, di detik itu juga saat Reano lengah, di kesempatan kali ini Martin langsung meninju Reano dari belakang. Alhasil cowok itu hilang keseimbangan.

“Bang!” Refleks Qiana berteriak karena khawatir.

Reano kembali berdiri tegak, kali ini ia harus lebih waspada.

Sedangkan di sisi lain, salah satu teman Martin bernama Rio, menghampiri Qiana. “Jadi lo adeknya Reano?” Ia memasang raut wajah devil.

“Kalau iya, mau apa?!” kesal Qiana, ingin sekali menghajarnya. Andai saja ia bisa berkelahi, sudah dari tadi Qiana menghajar mereka, membantu Reano.

“Kecil-kecil, berani banget lo!” Rio kesal dengan respon Qiana, ia pun mencengkeram tangan cewek itu kuat.

“Lepasin!” Qiana mencoba melepaskan, tetapi hasilnya nihil.

Rio tak mendengarkan. “Adek sama Kakak, sama-sama harus dihajar!” Tangannya sudah siap untuk memukul Qiana, tetapi dari arah belakang Reano dengan cepat menendang cowok itu hingga tersungkur ke aspal.

“Lo gapapa kan?” tanya Reano memasang raut wajah khawatir, mengecek keadaan adeknya.

“Gue gapapa, Bang. Lo baik-baik aja, kan?” Ia balik bertanya.

“Gue gapapa, mending lo pergi dari sini,” titah Reano, tetapi Qiana menggeleng. “Bahaya buat lo, please dengerin ucapan gue kali ini aja.” Reano memohon dengan sangat, agar Qiana mau menuruti perintahnya.

”Gak mau Bang, kalau gue pergi, lo gimana?” Mau sampai kapanpun, Qiana gak mau pergi. Bagaimana kalau terjadi apa-apa pada abangnya.

Bugh!

Satu pukulan mengenai punggung Reano, saat cowok itu sedang lengah. Alhasil ia sedikit limbung.

“Cepat pergi!” pinta Reano sedikit berteriak. Ia pun kembali berkelahi dengan kelima inti Vogas.

ENDURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang