Bab 3
"Bagaimana ini bisa terjadi, Pak? Kenapa suami saya hanya mendapatkan bagian rumah yang berada di pinggiran kota? Itu bahkan rumah sederhana," protes Nyonya Tyas Antika, selaku istri dari Ando sendiri.
Wanita itu menatap tidak percaya jika suami yang selama ini bekerja keras untuk mengembangkan perusahaan hanya mendapatkan sebagian rumah yang bahkan ukurannya 10 kali lipat lebih kecil dari rumah yang saat ini mereka tempati.
"Ini adalah keputusan dari Nyonya Adeline sendiri. Seluruh harta kekayaan Nyonya Adeline dan juga almarhum suaminya diserahkan pada cucu kandung satu-satunya yang dimiliki oleh Nyonya Adeline, yakni Nyonya Louisa Putri Maharani." Pak Adi berbicara dengan panjang lebar menatap Nyonya Tyas. "Tidak ada keterpaksaan sama sekali ketika Nyonya Adelin membuat surat pernyataan ini dan ini disahkan secara hukum dan negara."
"Tapi, tidak mungkin kalau suami saya hanya mendapatkan sedikit bagian yang bahkan tidak ada apa-apanya dengan seluruh harta kekayaan yang ditinggalkan oleh ibu mertua saya. Cucu satu-satunya apa? Ibu mertua saya tidak mungkin lupa kalau dia memiliki satu orang cucu yakni Daniel Fawrez, dia juga cucu kandung dari ibu mertua saya." Nyonya Tyas menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan semua yang terjadi.
"Pada kenyataannya, Nyonya Adeline hanya mengakui satu cucunya saja di dunia ini yakni Nyonya Louisa. Semua harta kekayaan milik Nyonya Adelin akan diambil alih oleh Nyonya Louisa. Entah itu perusahaan, pabrik, beberapa hektar perkebunan sawit di beberapa tempat, dan taman wisata Louisa, adalah milik Nyonya Louisa sekarang."
Hal ini tentu saja mengejutkan Nyonya Tyas dan juga kedua putrinya. Bahkan, mereka berdua tidak mendapatkan apa-apa.
"Ah, ternyata nenek mengikuti permintaanku untuk memberikan seluruh kekayaannya padaku. Senang dengan kasih sayang nenek yang diberikan padaku, cucu satu-satunya yang dimilikinya." Louisa bertepuk tangan seraya bangkit berdiri. "Ah, mantan janda seperti Anda tidak berhak untuk mendapatkan apapun. Masuk ke dalam keluarga Fawrez dengan cara yang hina, memangnya Anda pikir, nenek mau memberikan secuil hartanya untuk kalian?"
Louisa terkekeh sambil mengambil tas mahalnya yang ada di atas meja.
"Pak Adi, saya menyerahkan semuanya pada bapak untuk diurus. Hmm, mulai besok atau lusa, saya akan menggantikan posisi bapak Ando yang terhormat di perusahaan. Mengingat sebagai owner, saya akan turun tangan langsung." Louisa melirik Pak Ando kemudian berbalik pergi setelah memberi kedipan mata pada Pak Adi.
Wanita itu melangkah dengan santai dan tenang keluar dari ruangan Pak Adi. Setelah ini ia harus pergi ke salon dulu untuk melakukan ritual yang sudah lama sekali tidak pernah dilakukannya.
Demi mendapatkan semua harta kekayaan dari neneknya, Louisa melakukan berbagai macam cara. Termasuk merubah dirinya menjadi Louisa Putri Maharani, perempuan cantik dan lugu yang sangat disukai oleh neneknya.
Menyembunyikan jati dirinya selama beberapa tahun, mendandani dirinya layaknya seperti perempuan polos yang tidak mengerti apa-apa di dunia ini dan melakukan banyak perbuatan baik agar neneknya mau mengikuti kemauannya untuk mendapatkan semua harta peninggalan wanita tua itu, tentu saja dilakukan oleh Louisa.
Hasilnya? Tentu saja cukup memuaskan untuk dirinya.
Wanita itu kemudian tersenyum dan masuk ke dalam mobilnya.
"Aku akan membiarkan kalian untuk hidup menikmati fasilitas mewah di rumah itu. Baru kemudian aku akan menendang kalian dari rumah yang seharusnya menjadi milikku."
Louisa bergumam sambil mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya.
"Albert Thomson, berapa satu unit mansion jika aku menjualnya padamu?" Louisa langsung bertanya tanpa basa-basi ketika sambungan telepon diangkat oleh Albert.
"Hei, kamu Putri Louisa? Aku kira kamu adalah hantu yang sudah lama mati kemudian hidup lagi." Sindiran keras itu dilayangkan oleh Albert ketika tiba-tiba saja ia mendapat telepon dari teman lamanya yang menghilang selama 1 tahun belakangan ini.
Tidak ada kabar dan tidak ada berita apapun tapi tiba-tiba ia mendapat telepon dari perempuan itu dengan menanyakan berapa harga satu mansion.
"Kalau begitu jawab pertanyaanku berapa harga satu mansion empat lantai dengan desain mewah tentunya yang bisa kamu tawarkan," ulang Louisa memutar bola matanya.
"Kamu ada contoh gambar mansionnya?"
"Ada." Wanita itu kemudian mengirim potret gambar mansion yang saat ini ditempati oleh keluarga papanya itu.
Tak lama kemudian terjadi keheningan karena mungkin Albert sedang menimang-nimang berapa harga mansion yang cocok.
"21 miliar."
Spontan saja Louisa memutar bola matanya.
"Kamu yang benar saja. Ini mansion dengan empat lantai, fasilitasnya juga lengkap baik lapangan golf dan bahkan kolam renangnya." Louisa langsung menyampaikan protesnya pada makelar satu ini. "Aku saja yang membeli rumah dua lantai dengan fasilitas yang tidak ada lapangan golf-nya dihargai 18 miliar."
"O-oh." Albert terdengar bergumam di sana membuat Louisa memutar bola matanya.
"Kalau begitu aku minta kamu bayar 125 miliar saja. Kalau tidak mau juga tidak masalah." Segera Louisa mematikan sambungan telepon tanpa menunggu jawaban dari Albert.
Apa pria itu mengira jika Louisa ini bodoh? Batin wanita itu mendengus kemudian segera menyalakan kendaraan roda empatnya meninggalkan area firma hukum tempat di mana ia baru saja mendapatkan kemenangannya.
Sementara di sisi lain, Enrico duduk termenung di kursi kebesarannya.
Pria yang menjabat sebagai manajer di sebuah perusahaan besar tersebut tidak pernah menyangka akan perubahan sikap istrinya yang begitu signifikan.
Pintu ruang diketuk membuat pria itu menoleh. Memasang kembali kacamatanya, Enrico kemudian memerintahkan agar si pengetuk untuk masuk.
Tak lama kemudian sekretaris Enrico masuk dengan membawa beberapa berkas yang harus diperiksa sebelum akan diserahkan pada sekretaris direktur utama.
Termenung hampir 10 menit dalam posisi berdiri, wanita bernama Vanya itu menunggu dengan sabar sampai akhirnya berkas kembali diserahkan oleh Enrico padanya.
"Sudah saya periksa dan tidak ada lagi masalah. Kamu berikan proposal itu pada Bu Vena."
"Baik, Pak."
Vanya menganggukkan kepalanya kemudian langsung berbalik pergi meninggalkan Enrico yang kembali termenung memikirkan perubahan Louisa.
Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa Louisa berubah begitu cepat? Apa dengan meninggalnya nenek dari perempuan itu yang membuat Louisa berubah? Tapi, bukankah perempuan itu sendiri yang bilang kalau penampilan seperti itu adalah penampilannya yang asli.
Entahlah, Enrico benar-benar bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Saat makan siang pun Enrico masih memikirkan sosok Louisa yang dengan senang hati mengganggu pikirannya.
Hal ini tentu saja membuat Ali--teman dekat Enrico-- menatapnya dengan pandangan bertanya dan juga heran.
"Ada yang kamu pikirkan?"
"Tidak ada."
"Tapi kerutan di dahi kamu menunjukkan kalau kamu sedang berpikir keras, En."
Ali menunggu jawaban yang akan dilontarkan oleh Enrico. Namun, pria itu hanya menggelengkan kepalanya sebagai tanggapan, membuat Ali tidak bertanya-tanya lagi jika memang Enrico tidak mau bercerita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Louisa
Short StoryLouisa, wanita 24 tahun yang selalu menahan diri dari segala macam hal. Termasuk, menahan diri dari siksaan pernikahan yang membelenggu dirinya. Louisa, perempuan penurut itu kini berubah menjadi perempuan barbar yang sangat berbeda dari dirinya seb...