Bab 5
"Di mana berkas-berkas yang aku perlukan untuk membawanya ke pengadilan? Buku nikah yang asli, KTP kamu, dan persyaratan lainnya."
Enrico baru saja mendudukkan dirinya ketika ia diserbu dengan banyak pertanyaan dari Louisa.
Pria itu segera melemparkan tatapan tajamnya pada sosok sang istri yang kali ini mengenakan dress berwarna fusia yang memperlihatkan bagian belahan dadanya dan tanpa lengan.
"Apakah kamu pikir aku akan menceraikan kamu begitu saja? Apa kamu berpikir kalau bercerai itu akan mudah?" Enrico bertanya seraya menatap tajam wanita di hadapannya.
"Terus apa yang kamu inginkan? Pernikahan kita tidak sehat. Bercerai tentu saja mudah asal kita punya ini." Jari telunjuk dan juga jempol Louisa menempel sambil menunjuk pada Enrico. "Aku punya uang dan aku akan mengurus segalanya dengan mudah."
Pria itu meletakkan kedua sikunya di atas meja.
"Apa kamu yakin kalau kedua orang tuaku mengizinkan kita bercerai?" Enrico tersenyum miring. "Buku nikah yang asli ada di tangan kedua orang tuaku begitupun surat-suratnya. Hanya ada KTP di tanganku."
Spontan saja pernyataan ini membuat Louisa mendelik tidak terima. Dulu, saat setelah melangsungkan pernikahan dengan Enrico, wanita itu memang tidak mengurusi apa-apa. Bahkan, buku nikah mereka saja ia tidak pernah melihatnya setelah menandatangan dan menerimanya untuk berfoto bersama.
"Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang? Apa aku akan ke rumah orang tuamu untuk mengambil semua berkas yang dibutuhkan untuk proses perceraian kita?"
"Apa kamu berpikir kalau kedua orang tuaku akan mengizinkan perceraian?" Kepala pria itu miring ke samping menatap Louisa. "Orang tuaku tidak akan mengizinkan perceraian terjadi. Di keluarga kami, dua hal yang paling pantang dilakukan. Pertama, berselingkuh. Kedua, bercerai."
"Heh!" Louisa mendengus mendengar pernyataan Enrico. "Tapi, buktinya kamu berselingkuh dengan anak tiri dari laki-laki itu."
"Aku tidak berselingkuh, Louisa."
Deg.
Degub jantung Louisa berdebar ketika pria di hadapannya ini menyebutkan namanya secara langsung.
Wanita itu mengerjap matanya sebelum akhirnya ia mendecih sinis.
"Faktanya kamu memang berselingkuh. Laki-laki yang kerap kali menghabiskan waktu di luar sana dengan perempuan lain, apalagi namanya kalau bukan selingkuh?" Louisa bangkit dari duduknya seraya melemparkan tatapan tajamnya pada Enrico. "Aku akan memikirkan cara bagaimana supaya kita bercerai dan bilang langsung ke orang tua kamu. Seumur hidup untuk bertahan dengan laki-laki seperti kamu, itu sama saja bunuh diri."
Setelah melemparkan kalimat sarkas pada Enrico, wanita itu kemudian berbalik pergi.
Tujuannya tentu saja ke kantor sahabatnya--Belinda--yang sudah menunggunya di kantor.
"Kamu yakin ingin langsung bekerja lagi?"
Belinda menyorot menatap pada sosok Louisa.
Sebelumnya Louisa pernah bekerja di perusahaan milik papanya yang berada di luar negeri saat wanita itu kuliah di sana.
Belinda tahu jika Louisa adalah wanita yang cerdas dan intelektual pastinya. Hanya saja setahun belakangan ini tiba-tiba dia menghilang dan merubah diri menjadi sosok lain yang bahkan mereka tidak kenali saat pertama bertemu dulu.
Louisa kemudian menjelaskan mengapa ia bisa berubah adalah keinginan neneknya yang mau Louisa menjadi wanita yang baik dalam segala hal.
"Kalau bukan aku yang mengurus perusahaan milik nenek, memangnya kamu pikir siapa lagi? Laki-laki itu dan keluarga barunya?" Louisa terkekeh dengan santai seraya mendudukkan dirinya. "Tentu saja aku tidak akan membiarkan mereka berleha-leha menikmati semua kekayaan yang seharusnya menjadi milikku. Apa yang sudah aku pinjamkan pada mereka tentu saja harus segera dikembalikan."
Belinda terkekeh dan bertepuk tangan dengan pemikiran sahabatnya itu. Tidak menyangka jika Louisa yang terlihat lemah lembut adalah monster yang tersembunyi dibalik kepolosan yang ditampilkannya.
Tidak bisa dibayangkan bagaimana ekspresi wajah Enrico pertama kali melihat wujud asli dari seorang Putri Louisa, mantan model yang pernah menjalin kasih dengan seorang model luar negeri yang terkenal.
"Aku tidak bisa membayangkan kalau Enrico tahu bahwa kamu ternyata adalah wanita yang sangat kaya raya. Sedangkan dia hanya manajer di sebuah perusahaan yang bahkan tidak lebih besar dari perusahaan milik keluargamu."
"Milikku," ralat Louisa. "Aku tidak perlu memperhatikan ekspresi wajahnya. Aku hanya menginginkan sebuah perceraian darinya."
Setelah berbicara panjang lebar dengan Belinda, Louisa memutuskan untuk pergi ke rumah Ibu mertuanya.
Bu Helena adalah ibu mertua yang sangat baik padanya. Wanita itu memperlakukan Louisa layaknya seperti anak sendiri. Meski tahu jika Louisa adalah cucu dari pengusaha kaya raya yang memiliki banyak harta, namun wanita itu tidak pernah tergila-gila akan silaunya harta yang melekat pada diri Louisa.
Yah, bisa dikatakan Helena adalah sahabat paling dekat dan juga sangat disayangi oleh almarhumah mamanya.
Sesampainya di rumah tentu saja mulut Louisa dibuat bungkam. Bahkan, keinginannya untuk menyampaikan pada Bu Helena jika ia akan bercerai dengan anaknya harus ditelan kembali mentah-mentah oleh Louisa.
Pasalnya, Hadi--ayahnya Enrico--saat ini sedang terbaring sakit di atas tempat tidur dalam kamar.
Sebagai menantu yang bahkan kurang baik tentu saja ia tidak akan mengatakan keinginannya secara gamblang yang akan membuat pria yang begitu lembut dan perhatian padanya itu menambah beban pikiran.
Pakaian Louisa pun sudah berganti dengan yang agak sopan. Dress panjang dengan bagian bawah mekar di bawah lutut, adalah outfit yang dikenakan Louisa yang mengganti pakaian terlebih dulu sebelum datang.
Louisa keluar dari kamar kedua mertuanya saat sudah menyapa Ayah mertuanya dengan hangat.
Keluarga dari sahabat mamanya memang bukan berasal dari keluarga kaya raya.
Ayahnya Enrico hanya pensiunan guru. Begitu juga dengan ibunya Enrico. Sementara pria itu sendiri menjabat sebagai manajer setelah beberapa tahun bekerja.
Untuk makan dan keperluan sehari-hari tentu saja mereka mengandalkan dari gaji pensiunan. Enrico pun memang sering memberikan uang bulanan untuk kedua orang tuanya. Namun, itu hanya cukup untuk membiayai sekolah dan kuliah ketiga adik dari pria itu.
"Mbak Louisa sudah lama datang?"
Tatapan Louisa kemudian beralih pada sosok Ethan yang sepertinya baru saja pulang dari kuliah.
"Baru saja."
"Mbak sudah berubah tampilan Mbak ke setelan awal?" Ethan bertanya seraya mengangkat sebelah alisnya.
"Seperti yang kamu lihat." Louisa mengangkat bahunya dengan senyum kecil menghiasi wajahnya.
Bisa dikatakan Ethan adalah pemuda yang seringkali melihat wujud asli dari seorang Louisa. Hal ini dikarenakan ia sering mengikuti ibunya saat berkunjung ke rumah nenek Adeline.
"Semoga saja kakakku tidak bodoh lagi untuk mempertahankan wanita itu." Ethan mendengus kemudian segera berbalik pergi setelah berpamitan dengan Louisa untuk kembali ke kamarnya karena ia sudah gerah dan ingin segera membersihkan diri.
Sedangkan Louisa kembali menatap pada sekeliling rumah sederhana yang ditempati oleh kedua orang tua Enrico.

KAMU SEDANG MEMBACA
Louisa
Short StoryLouisa, wanita 24 tahun yang selalu menahan diri dari segala macam hal. Termasuk, menahan diri dari siksaan pernikahan yang membelenggu dirinya. Louisa, perempuan penurut itu kini berubah menjadi perempuan barbar yang sangat berbeda dari dirinya seb...