17

250 32 9
                                    

Louisa duduk dengan tenang di bawah pohon yang berada tepat di belakang rumah, sambil menatap pemandangan orang-orang yang sibuk memasak untuk hidangan esok hari.

Tidak ada yang bisa dikerjakannya karena memang Louisa tidak pernah mengerjakan pekerjaan dapur selama ia masih bisa menyewa asisten rumah tangga.

Tak lama kemudian terlihat Enrico melangkah menghampirinya. Tanpa mengatakan apapun, pria itu langsung duduk tepat di sebelahnya, membuat Louisa segera menatapnya.

"Aku sudah bosan mengobrol dengan bapak-bapak di luar, makanya aku datang ke sini buat menemani kamu."

Tidak menyahut apa yang diucapkan oleh suaminya, Louisa kembali menatap pada orang-orang yang sedang berada di depan wajan besar tengah mengaduk daging.

Selama beberapa waktu tinggal di sini, Enrico juga sudah memikirkan akan kelanjutan hubungan mereka. Tidak mungkin ia dan juga Louisa akan tetap diam di tempat dan hubungan mereka tidak maju-maju.

Mau memulai obrolan serius namun takut jika Louisa tidak akan menanggapinya. Tapi, jika ia tidak memulai mungkin wanita itu juga tidak akan memulai dan bahkan mungkin cenderung berpikir untuk mengakhiri hubungan mereka.

Pada akhirnya, Enrico berdeham  dan bibirnya akan terbuka untuk mengajak istrinya berdiskusi namun suara Bude Halimah lebih dulu menginstruksi mereka.

"Rico, kamu dan istri kamu temani bibi dulu ke pasar, yuk. Ada beberapa kekurangan yang harus dibeli sekarang. Kita naik mobil kamu aja. Tidak apa-apa 'kan?"

Enrico berdiri menatap Bude Halimah. "Sekarang, Bude?"

"Iya, sekarang. Ayo, bude mau ambil dompet dulu di dalam."

Bude Halimah melangkah masuk ke dalam rumahnya meninggalkan pasangan suami istri itu yang terdiam dalam kondisi canggung.

Tatapan Enrico langsung tertuju pada Louisa dan berdeham sejenak. "Ayo, nanti kita ditunggu sama bude Halimah."

"Oke." Louisa sudah mulai merasa bosan dan jengah berada di tempat seperti ini sehingga ia memutuskan untuk mengikuti Bude Halimah dan juga Enrico pergi ke pasar.

"Bude duduk di belakang aja. Pusing kepala Bude kalau harus duduk di depan." Bude Halimah membuka pintu mobil bagian belakang lalu duduk. Tak lama kemudian pintu sisi lain terbuka dan menampilkan sosok Eren yang tersenyum menatap ibunya.

"Aku bosen di rumah karena banyak orang makanya aku ikut Ibu aja deh biar sekalian bantu-bantu ibu." Eren memberikan alasan dan langsung duduk dengan tenang di samping ibunya.

Sementara Louisa yang akan bergerak membuka pintu bagian kursi belakang langsung menghentikan gerakannya ketika Eren lebih dulu masuk.

Mengalah, Louisa akhirnya memutuskan untuk duduk di kursi penumpang bagian depan tepat berada di sebelah Enrico.

"Udah siap semuanya? Tidak ada yang ketinggalan?" Enrico mengalihkan tatapannya pada bibi dan juga sepupunya yang duduk di belakang.

Keduanya mengangguk dan mereka bersiap untuk pergi, sementara Louisa duduk dengan tenang setelah berhasil memasang set belt di bagian tubuhnya.

Mobil kemudian melaju pergi meninggalkan area keramaian kediaman Bude Halimah oleh orang-orang yang membantu di sana.

Tiba di area parkiran, mereka semua turun dari mobil satu persatu sampai akhirnya mereka melangkah masuk ke pasar yang masih ramai meskipun hari sudah agak siang.

Eren berada di samping ibunya, sementara Louisa sendiri berjalan di samping Enrico di tengah keramaian orang-orang yang berbelanja di pasar ini.

Louisa terdorong ke samping saat melihat ibu-ibu yang berkerumun di lapak penjual sendal obralan. Beruntung Enrico tepat waktu untuk menangkap istrinya. Keduanya saling bertatapan selama beberapa detik sebelum akhirnya wanita itu menegakkan tubuhnya dengan ekspresi datar, meskipun di dalam hatinya masih merasa sangat malu karena tadi sempat jatuh ke dalam pelukan Enrico.

"Kamu tidak apa-apa?"

Louisa menggelengkan kepalanya sebagai tanggapan. Wanita itu akan melangkah pergi ketika tangannya tiba-tiba saja digenggam oleh Enrico, membuatnya segera mendongak dan menatap pria itu dengan tatapan tak mengerti.

Enrico tersenyum dan mendekatkan bibirnya ke telinga Louisa untuk membisikan beberapa patah kalimat.

"Kamu nanti jatuh. Aku pegang kamu biar tidak jatuh lagi."

Louisa tidak bisa menarik tangannya kembali dan hanya bisa diam pasrah ketika tangannya digenggam oleh Enrico.

Dibuat kebingungan dengan sikap  Enrico yang sudah sangat berubah. Penuh perhatian dan juga kelembutan, yang membuat Louisa agak was-was takut jika ternyata pria itu merencanakan sesuatu.

Sepanjang perjalanan mereka berbelanja tetap saja Enrico menggenggam tangan Louisa. Hal itu tentu saja tidak luput dari perhatian Bude Halimah yang diam-diam merasa bersyukur sudah mengajak keduanya untuk pergi agar bisa berinteraksi semakin dekat sesuai dengan keinginan Helena.

"Aku berharap semoga pernikahan Louisa dan juga  Enrico tetap langgeng sampai tua, ya Allah." Doa tulus diucapkan oleh Bude Halimah di dalam hatinya akan keharmonisan rumah tangga keponakannya ini.

Perhatian Enrico tidak sampai di situ saja. Bahkan, pria itu membeli minuman untuk Louisa saat melihat dirinya yang berkeringat. Setelah tiba di rumah pun, apapun pekerjaan yang dilakukan oleh Louisa, maka Enrico akan membantunya dengan senang hati.

Hal ini membuat  Louisa semakin aneh dengan sikap suaminya.

Bahkan untuk mandi pun pria itu akan menemaninya dengan catatan dia tidak boleh mengintip.

Kedekatan keduanya tentu saja merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri bagi Bude Halimah yang langsung melaporkan pada Helena perkembangan hubungan keduanya saat berada di sini.

"Boleh kalau aku tidur peluk kamu?" Enrico menatap Louisa yang kini sudah terbaring di sebelahnya, sementara ia sendiri masih duduk menatap penuh harap pada wanita itu.

"Kenapa sikap kamu tiba-tiba berubah hari ini? Sikap kamu ini sudah agak aneh," komentar Louisa. Hari ini ia banyak menghabiskan waktu bersama Enrico sehingga ia merasakan keanehan yang nyata.

Seolah-olah ada yang sedang direncanakan oleh pria itu.

"Memangnya tidak boleh kalau aku tidur sambil memeluk kamu? Kamu tidak lupa kalau kamu itu istriku?"

"Istri yang dianggap kehadirannya karena aku sudah cantik. Begitu?"

Enrico langsung tersenyum manis mendengar apa yang diucapkan oleh istrinya. "Mungkin salah satu faktornya memang itu. Selebihnya, aku hanya ingin memulai berumah tangga denganmu dengan nyaman. Usiaku sudah tidak muda lagi, dan aku berhenti untuk main-main."

Enrico memberanikan diri untuk menyentuh tangan istrinya yang berada di atas perut. "Apa kamu tidak bisa memberikan aku satu kali kesempatan supaya kita bisa memulai semuanya dari awal? Jujur saja, tidak ada niat untuk bercerai setelah menikah. Aku juga tidak mau mengecewakan ibu dan bapak. Apa kamu mau memulai semuanya dari awal?"

Louisa menatap lekat manik mata Enrico yang menampilkan keseriusannya.

"Kamu yakin mau memulai semuanya dari awal? Aku paling tidak bisa kalau memiliki suami yang masih berbagi cinta dengan wanita lain. Sedangkan apa yang kamu lakukan dengan wanita itu, sudah cukup untuk membuatku sadar dengan posisiku."

"Aku minta maaf soal itu. Hubunganku dengan Fiona hanyalah masa lalu. Saat itu Fiona meminta untuk bertemu karena dia memang ingin curhat." Enrico berkata dengan jujur. "Awal-awal memang aku masih mencintainya saat aku menikah dengan kamu. Tapi, semakin lama aku semakin sadar kalau memang dia bukan jodohku. Maka dari itu perasaanku menghilang begitu saja. Aku hanya menganggapnya teman, dan tidak lebih."

"Lalu siapa wanita yang kamu cintai saat ini?"

Enrico menggelengkan kepalanya. "Untuk saat ini aku tidak mencintai siapapun. Aku akan belajar untuk mencintaimu, sama seperti kamu untuk belajar mencintai aku."

Jari telunjuk Enrico mengusap dengan lembut punggung tangan istrinya.

"Bagaimana menurut kamu?"

Louisa tidak langsung menjawab melainkan hanya menatap mata Enrico dalam diam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LouisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang