Bab 6Louisa masih berada di rumah mertuanya ketika hari menjelang siang dan bahkan menikmati makan siang bersama Ethan dan juga mama mertuanya. Hanya ada mereka berdua yang menemani Louisa karena papanya Enrico pada kenyataannya masih dalam kondisi lemah.
Ada banyak sekali hal yang dilakukan oleh Louisa saat berada di rumah mertuanya. Termasuk membuat cemilan sore bersama ibu mertuanya.
Bisa dikatakan Louisa adalah gadis yang bahkan tidak pernah tahu cara untuk memasak mie. Wanita itu bertekad untuk membantu ibu mertuanya meskipun hanya membantu membentuk hiasan pada kue-kue yang dibuat.
Bu Helena tersenyum senang bisa melihat menantunya yang begitu akrab dengannya dan melakukan pekerjaan bersama di dapur seperti ini.
Hanya ada dapur sederhana dengan kitchen set yang dibuat langsung oleh tangan suaminya.
"Bu, aku boleh tanya sesuatu sama ibu?"
"Tentu saja. Kamu mau tanya apa, Lou?" Wanita paruh baya yang sedang mengukus kue buatan mereka menoleh menatap pada menantu yang begitu cantik di matanya.
Tidak heran kalau memang menuruni gen Lidya--mamanya Louisa--yang memang sangat cantik saat masih SMA dan bahkan ketika ajal menjemput.
"Tapi ibu jangan marah," sahut Louisa pelan.
Bu Helena terkekeh mendengar nada suara menantunya. "Memangnya kamu mau tanya apa sampai takut banget Ibu marah?"
"Sebenarnya--" Louisa menatap ragu pada ibu mertuanya. "Bapak sakit apa? Sepertinya beberapa waktu terakhir ini aku sering dengar kabar kalau bapak sakit."
Tertegun sejenak kemudian Bu Helena fokus untuk mengerjakan pekerjaannya. "Bapakmu 'kan sudah tua, Nduk. Jadi, wajar saja kalau sakit-sakitan."
"Ibu tidak bohong 'kan sama aku?"
Bu Helena menatap Louisa sambil menggelengkan kepalanya. "Buat apa Ibu bohong sama kamu, Nak. Bapak memang sering sakit-sakitan karena memang sudah tua."
Louisa menganggukkan kepalanya kemudian pamit untuk membawakan teh pada bapak mertua yang berada di dalam kamar.
Teh hangat tanpa gula sudah biasa diminum oleh bapak mertuanya dan Louisa tentu saja masih hafal dengan kebiasaan bapak mertuanya.
"Pak, bapak minum dulu tehnya mumpung masih hangat. Bapak harus cepat sehat supaya bisa makan enak lagi."
Louisa dengan hati-hati menyerahkan cangkir berisi teh pahit tersebut pada bapak mertuanya yang disesap sedikit demi sedikit.
Pria itu tersenyum. "Terima kasih, Nak. Bapak merasa senang dan lega sekali karena salah satu anak bapak sudah menikah. Bapak berharap dan berdoa semoga pernikahan kalian langgeng sampai kakek dan nenek dan sampai maut memisahkan kalian."
Suara lembut milik Pak Hadi mengalun indah di dalam telinga Louisa yang pada kenyataannya kini sedang merasakan nyeri di dada.
Bagaimana tanggapan kedua mertuanya yang baik hati ini jika mengetahui kalau pernikahannya dengan Enrico ternyata tidak semulus yang terlihat.
Awalnya Louisa ingin sekali menerima Enrico untuk menjadi suaminya dan menjalani kehidupan rumah tangga seperti pada umumnya mengingat jika almarhumah mamanya lah yang menjodohkan mereka. Sayang sekali, Enrico bahkan tidak pernah memberikan perhatiannya dan masih diam di tempat tidak bergerak seincipun untuk keharmonisan dalam rumah tangga mereka.
Seringkali Louisa justru mendapatkan gambar berisi foto-foto Enrico yang masih sering bersama Fiona.
Hal inilah yang membuat Louisa tidak lagi berpikir untuk menjalani hiruk biduk rumah tangga seperti pasangan pada umumnya.
"Pokoknya bapak harus sehat dan kembali seperti sedia kala. Nanti kalau bapak sudah sehat, kita bakalan liburan keluarga. Terserah bapak deh mau ke mana, yang penting bapak sehat dulu," rayu wanita itu pada bapak mertuanya.
Sebenarnya bukan itu kalimat yang ingin disampaikan oleh Louisa, namun apa boleh buat kalau ia tidak mau semakin menambah beban dari bapak mertuanya.
Louisa ingin pulang ke rumah namun Ibu mertuanya menahan dan mengajaknya untuk makan malam bersama dengan alasan jika Enrico yang akan menjemputnya di sini.
Tidak enak menolak permintaan Ibu mertuanya, Louisa hanya bisa pasrah sampai kemudian kedatangan Enrico benar-benar menghancurkan mood-nya.
"Ibu tahu tidak kalau kemarin lusa aku lihat Mas Enrico jalan bareng sama Mbak Fiona. Mereka sepertinya habis menonton berdua di bioskop."
Adalah kalimat pengaduan berasal dari mulut Evan--adik ketiga dari Enrico--yang baru berusia 19 tahun, kembaran Ethan.
Apa yang diucapkan oleh Evan tentu tidak pernah disangka oleh Enrico. Terlebih lagi adiknya itu justru mengadu di hadapan ibunya. Sementara Louisa duduk dengan tenang menyantap hidangan yang disajikan di hadapannya.
Wanita itu tidak pernah menyangka kalau suasana meja makan yang awalnya hangat kini berubah menjadi dingin ketika Evan dengan santainya melaporkan apa yang dilakukan oleh kakaknya sendiri di luar rumah.
Segera Bu Helena meletakkan sendoknya di atas meja seraya menatap tajam pada putranya.
"Apa benar yang dikatakan oleh Evan, Enrico? Kamu masih berhubungan dengan perempuan itu? Di saat kamu bahkan sudah punya istri?" Bu Helena bertanya dengan nada dingin pada putranya. "Keturunan satu memang tidak bisa terlihat berbeda. Kalau ibunya saja berhasil mencuri laki-laki orang, maka anaknya juga akan mengikuti jejak ibunya."
"Bu, kami tidak seperti yang Ibu pikirkan. Aku sekarang dengan Fiona murni benar-benar berteman." Enrico menundukkan kepalanya tidak tahan melihat raut wajah kecewa yang ditampilkan oleh ibunya saat ini.
"Tidak ada pertemanan antara perempuan dan juga laki-laki, Enrico. Kamu sudah menikah dan kamu harus membatasi pergaulan dengan perempuan. Terlebih lagi perempuan itu adalah mantan kekasih kamu. Begitu pula sebaliknya perempuan itu harus menjauhi kamu karena dia tahu kalau kamu adalah suami dari saudari tirinya sendiri. Memangnya tidak cukup kalau ibunya sudah merebut papanya Louisa? Sekarang bahkan perempuan itu juga mau merebut kamu?"
"Bu, ibu jelas tahu kalau sebelumnya aku menjalin hubungan dengan Fiona sebelum ibu dengan paksa menjodohkan aku dengan Louisa."
Pria itu dengan hati-hati mengangkat kepalanya dan menatap wajah ibunya yang semakin terlihat kecewa membuat perasaan Enrico semakin diremas.
"Ibu meminta kamu untuk putus dengan Fiona, karena Ibu tidak sudi kamu menikah dengan anak dari pelakor itu. Kamu menikah dengan Louisa, itu setelah kamu putus hubungan dengan Fiona." Wanita itu menatap lekat wajah putranya. "Kalau memang mantan kekasih kamu yang kamu bangga-banggakan itu punya harga diri, harusnya dia bisa membatasi diri dan tidak terus mendekati kamu yang berstatus sebagai suami orang."
Baik Louisa maupun ketiga adik laki-laki Enrico hanya diam mendengar apa yang diucapkan oleh ibu mereka. Bahkan, Emil yang baru berusia 16 tahun pun tahu jika apa yang dilakukan oleh kakaknya itu salah.
Bu Helena pergi dengan raut wajah kesal tidak lagi melanjutkan makan malamnya karena moodnya sudah tidak baik.
Putra sulungnya benar-benar mengecewakannya dengan masih terus berhubungan atau bertemu dengan Fiona.
![](https://img.wattpad.com/cover/355520996-288-k109651.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Louisa
Short StoryLouisa, wanita 24 tahun yang selalu menahan diri dari segala macam hal. Termasuk, menahan diri dari siksaan pernikahan yang membelenggu dirinya. Louisa, perempuan penurut itu kini berubah menjadi perempuan barbar yang sangat berbeda dari dirinya seb...