12

225 36 3
                                    

Tiba-tiba saja Louisa dan juga Enrico dipanggil untuk datang ke rumah kedua orang tua Enrico. Hal ini tentu saja membuat Louisa mulai bertanya-tanya ada hal apa yang membuat mertuanya itu meminta mereka berdua untuk datang secara bersamaan.

Enrico datang ke perusahaan untuk menjemput wanita yang berstatus sebagai istrinya itu. Kebetulan mereka berdua sudah satu minggu ini perang dingin.

Sebenarnya Enrico tidak bisa disalahkan karena ia sendiri sudah berusaha untuk mengajak Louisa berbicara namun selalu dicuekin oleh wanita itu. Pada akhirnya Enrico juga mengalah dan tidak mengganggu Louisa dengan segala macam keluhannya.

Di dalam mobil pun terjadi keheningan karena baik Louisa maupun Enrico sama-sama tidak mau berbicara satu sama lain.

Sesampainya di kediaman Pak Hadi dan juga Bu Helena, keduanya sama-sama turun dan melangkah masuk hanya untuk melihat Pak Hadi yang sedang duduk dengan tenang di sofa ruang keluarga bersama Bu Helena.

Enrico mengerti tata krama yang sudah diajarkan oleh kedua orang tuanya sejak kecil. Maka dari itu, Enrico mencium punggung tangan kedua orang tuanya secara bergantian diikuti oleh Louisa. Baru kemudian keduanya duduk berhadapan dengan Pak Hadi serta Bu Helena.

"Ibu dan bapak kenapa minta kami untuk datang ke sini? Apa ada hal yang penting?" Enrico bertanya. Jantungnya berdebar tidak mengenakkan. Pria itu berharap semoga saja kedua orang tuanya tidak tahu jika rumah tangganya bersama Louisa sedang diambang kehancuran. Terutama bapaknya.

Bu Helena tersenyum menatap kedua anak dan menantunya. "Ibu sengaja minta kalian datang ke sini karena ada hal yang ingin Ibu sampaikan ke kalian. Terutama untuk kamu Enrico."

"Aku, Bu?"

"Iya, kamu. Kamu ingat tidak dengan bude Halimah?"

Enrico menganggukkan kepalanya karena bude Halimah adalah salah satu sepupu ibunya yang paling dekat. Beliau tinggal di desa dan sudah 2 tahun ini tidak pernah berjumpa karena kesibukan.

"Anaknya bude Halimah itu mau nikahan dan mengundang kita supaya untuk datang. Kalian berdua tahu sendiri kalau bapak dan Ibu tidak bisa ke sana karena kondisi bapak yang tidak memungkinkan. Belum lagi adik-adik yang masih sekolah dan kuliah, tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Maka dari itu bapak dan Ibu minta supaya kalian berdua minta cuti dulu selama seminggu dari kantor buat menggantikan posisi bapak dan Ibu untuk datang ke tempat tinggal bude Halimah."

Bu Helena berkata panjang lebar sambil menatap anak dan menantunya.

"Rico, kamu ingat 'kan kalau bude Halimah adalah orang yang paling berjasa dalam hidup kita. Kalau beliau tidak menjual  sawah beliau waktu di desa, mungkin sampai sekarang kita masih tinggal di desa dan tidak akan menikmati kehidupan yang agak naik sedikit." Jeda sejenak. "Walaupun uang sawah itu sudah diganti, tapi jasa beliau tidak bisa kita lupakan. Makanya Ibu sangat berharap kalau kamu dan juga Louisa mau pergi ke sana menggantikan kami."

Sejenak tubuh Louisa menegang. Kalau menolak juga tidak enak hati karena ini adalah permintaan Ibu mertuanya. Mau menerimanya, Louisa bingung apa yang akan dilakukannya di sana sementara ia sendiri tidak tahu apa-apa.

"Bagaimana menurut kalian?" Bu Helena menatap kedua anak dan menantunya yang tampak terdiam.

Enrico menoleh menatap pada sosok Louisa. "Aku ikut bagaimana Louisa saja. Kalau dia setuju, aku bakalan ikut," kata Enrico.

Hal ini spontan membuat Louisa mendelik menatap kesal pria di sebelahnya yang melemparkan segala sesuatunya padanya.

"Nak Louisa mau?"

Kalau sudah seperti ini, Louisa hanya bisa menganggukan kepalanya dengan berat hati. Tidak tega jika ia harus menolak apa yang diinginkan oleh Ibu mertuanya itu.

Pada akhirnya, Louisa meminta pada Pak Hendra untuk menggantikan posisinya sementara waktu selama seminggu ia cuti. Beruntung pria itu tidak protes sama sekali. Begitu juga dengan Enrico yang meminta cuti pada atasannya dan langsung mendapatkan ACC.

Keduanya kemudian pergi menggunakan satu buah unit mobil milik Enrico yang bisa dibawa ke desa.

"Semoga saja rencana kita berhasil, Pak. Ibu tidak mau kalau sampai Enrico pisah dengan Louisa.  Mereka masih memiliki banyak sekali kesempatan untuk bersama," ujar wanita itu pada suaminya.

"Bapak juga berharap seperti itu. Kalau bisa semoga  saja bapak masih bisa melihat cucu-cucu bapak," ucap pak Hadi sambil terbatuk.

"Bapak tidak boleh bicara seperti itu. Ibu yakin kalau bapak pasti sehat-sehat aja. Makanya rajin minum obat dari dokter," ujar Bu Helena mengusap punggung suaminya.

"Ibu tahu sendiri kalau bapak sering sakit-sakitan seperti ini dan hanya menunggu ajal."

"Husst, bapak jangan bikin Ibu sedih. Kalau bapak pergi terus ibu sama siapa?"

Pak Hadi tersenyum sambil mengusap wajah istrinya. "Ibu tenang saja karena kita punya anak-anak yang pasti akan menjaga ibu kalau bapak sudah tidak ada."

Bu Helena menggelengkan kepalanya. 

Tentu  saja ia sudah tidak rela kalau suaminya meninggalkannya.

Anak-anak hanya tahu jika bapak mereka memiliki penyakit biasa. Mereka tidak tahu jika bapak mereka mengidap penyakit jantung yang sudah komplikasi dengan paru-paru.

Tidak ada yang tahu ajal kapan tiba tapi yang pasti usaha dan doa selalu dilakukan oleh Bu Helena untuk kesembuhan suaminya yang begitu sangat dicintainya sejak dulu hingga sekarang.

LouisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang