9

324 33 2
                                    

Louisa tidak main-main dengan ucapannya. Wanita itu memerintahkan anak buahnya untuk segera meminta pada keluarga Pak Ando agar segera meninggalkan mansion yang sudah ditempati oleh keluarga itu selama bertahun-tahun.

Mansion itu adalah tempatnya tinggal dulu sebelum wanita bernama Tyas merebut papanya dan membuat ia kehilangan sosok pria yang sangat dicintainya.

Pak Ando beserta ketiga anaknya dan juga Bu Tyas melangkah pergi dengan mobil membawa barang-barang mereka dengan rasa sedih yang luar biasa.

"Mas, apa kamu tidak bisa meminta pada Louisa untuk memberikan kita tempat tinggal yang layak? Dia tidak lupa kalau dia masih memiliki adik yang satu darah dengannya?"

Tyas yang duduk di kursi sebelah suaminya kembali mengeluh dan membujuk agar suaminya itu mau berbicara dengan Louisa. Sudah bertahun-tahun ini ia menikmati kehidupan mewah dengan tinggal di tempat yang besar. Tentu saja Tyas tidak mau dan bahkan tidak rela kalau harus tinggal di rumah kecil.

"Tyas, kita harus merasa bersyukur karena ibuku masih mau memberikan kita tempat tinggal setelah selama ini aku sudah mengecewakannya. Jangan lagi mengeluh dan membuat kepalaku pusing. Saat ini yang kita pikirkan adalah menata kehidupan kita kembali."

"Tapi, bagaimana dengan nasib Daniel? Dia masih perlu biaya sekolah dan aku tidak ingin kalau Daniel harus sekolah di tempat yang tidak jelas. Daniel harus bersekolah di sekolah internasional."

"Kita bisa menyekolahkannya di tempat biasa. Mau dapat uang dari mana kamu untuk menyekolahkannya yang biaya SPP saja sangat mahal?" Pak Ando membalas dengan tenang sambil fokus pada jalanan di depannya.

Sementara 3 orang anaknya duduk di belakang menyaksikan perdebatan kedua orang tua mereka.

"Ini sangat tidak adil. Kenapa ibu kamu hanya memberikan Louisa saja harta yang dimilikinya tanpa memikirkan kalau dia juga memiliki cucu lain. Bahkan, Daniel adalah cucu laki-laki yang jauh lebih berharga daripada anak perempuan."

"Karena Daniel terlahir di dalam konflik antara aku dan ibuku. Kamu tidak lupa bagaimana kita bisa menikah 'kan, Tyas? Jadi, berhenti mengeluh sebelum aku benar-benar marah." Ancaman dari Pak Ando benar-benar membuat Tyas akhirnya bungkam karena ia tahu bagaimana suaminya jika sudah marah.

Sementara Fiona yang mendengar ucapan kedua orang tuanya hanya bisa menatap pemandangan dari jendela kaca.

Louisa hanya memberikan satu buah unit mobil untuk mereka. Bahkan, uang hasil kerja keras Pak Ando pun diambil alih oleh wanita itu dengan dalih jika selama 14 tahun dia hidup tidak pernah menerima nafkah sama sekali dari Pak Ando. Wanita itu hanya menyisakan sedikit uang untuk keluarga mereka yang akan dijadikan modal usaha oleh Pak Ando.

"Berarti benar apa kata teman-temanku. Kalau ibu ternyata perempuan yang merebut suami orang. Huh! Sungguh aku merasa sangat malu. Ini benar-benar menyebalkan. Teman-teman sekolahku selalu bilang aku anak perempuan murahan." Ini adalah suara milik Daniel yang langsung mendapat pelototan maut dari kedua kakak serta ibunya yang menoleh ke belakang.

Terutama Tyas yang tidak menyangka jika ia bisa melupakan keberadaan Daniel yang memang tidak tahu apa-apa tentang masa lalunya.

"Jaga bicara kamu, Daniel. Bagaimanapun, ibu adalah ibu kandung kita dan kamu tidak sepantasnya bicara seperti itu," tegur Fiona.

"Apa salahnya aku bicara seperti itu? Memang kenyataannya Ibu adalah perempuan yang merebut suami orang 'kan? Kalau saja Ibu tidak merebut suami orang, aku pasti tidak akan pernah mendengar kata-kata menyakitkan itu didengar dari mulut teman-temanku. Bahkan, tidak ada satupun anak-anak yang mau berteman denganku gara-gara ibu."

"Daniel, kamu--"

"Iya. Pada kenyataannya aku tidak punya teman. Dari SD bahkan sampai masuk SMP, tidak ada anak-anak yang mau berteman denganku. Mereka bilang kalau mama mereka tidak mau aku berteman dengan mereka karena takut Papa mereka direbut juga sama ibu."

Semua penghuni di dalam mobil membeku diam saat mendengar apa yang diucapkan oleh Daniel. Selama ini mereka tidak tahu apa-apa tentang apa yang terjadi pada Daniel di sekolah karena anak itu cukup pendiam dan tidak mengatakan apapun. Baru kali ini Daniel mengutarakan isi hatinya dan entah mengapa Tyas maupun Pak Ando merasa sakit hati dan terluka.

"Jangankan Daniel, aku juga sering di-bully sama anak-anak. Mereka bilang kalau Ibu adalah perempuan tidak baik. Teman-temanku di sekolah bahkan tahu sejarahnya." Vivian yang sejak tadi diam akhirnya buka suara. Gadis cantik berusia 18 tahun itu menikmati masa-masa sekolahnya dengan suram.

Beruntung tahun ini ia sudah lulus dan akan masuk kuliah. Jadi, ia tidak perlu lagi untuk bertemu dengan teman-temannya waktu SMA.

Perjalanan membutuhkan waktu sampai akhirnya mereka tiba di sebuah rumah berpenampilan sederhana dengan halaman yang lumayan luas di depannya.

Tyas segera memijat pelipisnya, menatap pada pemandangan rumah di hadapannya.

"Aku tidak bisa tinggal di rumah seperti ini, Mas."

Tyas merengek menatap suaminya.

"Tyas, apa kamu tidak sadar kalau selama ini sebelum kamu kenal aku kamu hanyalah orang miskin? Kamu tinggal di kontrakan. Jadi, tidak perlu mengeluh hanya karena kita mendapatkan rumah sederhana seperti ini."

Ini adalah kalimat sederhana yang dilontarkan oleh Pak Ando yang membuat Tyas entah mengapa merasakan sakit hati yang terlalu parah.

Sementara di sisi lain.

Louisa dengan bahagia bisa makan di restoran mewah tanpa memedulikan keluarga papanya yang kini sudah menderita karena ulahnya.

Wanita itu tidak sendiri melainkan bersama Belinda. Keduanya sedang membahas soal rancangan gaun terbaru dari seorang desainer ternama yang akan keluar minggu ini.

Tepat saat mereka sudah selesai membuat janji dengan designer tersebut, tiba-tiba seorang pria yang tidak disangka-sangka oleh Louisa berdiri di dekat meja mereka seraya menatap wanita itu dengan tatapan tak terbaca.

"Mau apa kamu ke sini?" Louisa bertanya seraya menatap  pria yang tak lain adalah Enrico dengan datar.

"Aku ingin berbicara berdua denganmu." Enrico berkata seraya menatap Louisa.

"Tidak lihat kalau aku sedang makan siang?"

"Kamu sudah selesai melakukannya."

Belinda mendengkus. Wanita itu kemudian langsung pamit pergi pada Louisa, meninggalkan sahabatnya itu berdua dengan pria yang sebentar lagi akan berstatus sebagai mantan calon suaminya.

LouisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang