2. status baru

710 23 0
                                    

Aurora mengerjapkan matanya menatap sekeliling yang ramai, lebih tepatnya ada dokter dan kedua orangtuanya yang tersenyum manis menatapnya, pertama kali ia menatap dokter yang tersenyum tipis menatapnya. Mata mereka saling bertemu aurora memejamkan matanya rasa sakit di kepalanya masih terasa.

Alma meneteskan air matanya terharu melihat anak perempuannya sudah sadar dari koma, alma memeluk aurora mengelus rambut panjang aurora. "Akhirnya kamu sadar juga, ibu sama ayah khawatir banget sama kamu" isak alma.

Aurora tidak bisa menjawab ia melirik air yang ada di meja kecil sampingnya, arvind yang paham ia langsung membantu aurora minum. "m-makasih dokter" ucap aurora pelan.

Arvind mengangguk. "Apa yang sakit? Biar saya periksa" tanya arvind.

Aurora menggeleng pelan. "Tidak ada" jawab aurora pelan. "Kenapa aku bisa ada di sini?" Tanya aurora.

"Kamu dibantu warga" jawab alma.

Aurora tidak sengaja melihat jari manisnya ada sebuah cincin melingkar di jarinya, mengerutkan keningnya. "Ini cincin siapa?" Tanya aurora menatap cincin di jari manisnya melingkar sempurna.

Alma dan budil saling berpandangan satu sama lain mereka tidak tahu harus menjawab apa, menoleh menatap arvind yang tersenyum tipis Menatap aurora yang masih menunggu jawaban. Mereka berharap semoga arvind tidak dulu memberitahu yang sebenarnya.

"Kamu sudah menikah dengan saya" jawan arvind.

Aurora menoleh menatap arvind mengerutkan keningnya tidak paham maksud arvind. "D-dokter jangan bercanda aku tidak lupa ingatan jadi aku masih kenal siapa aku" ucap aurora kesal.

Arvind menghendikan bahunya. "Itu kenyataannya, kamu tanya aja sama kedua orang tua kamu" sahut arvind.

Aurora menatap kedua orangtuanya yang mengangguk pelan. "Apa sih angguk-angguk gitu jawab ini cincin siapa? Aku tidak memiliki cincin yang sangat terlihat mahal ini" kesal aurora.

"Y-iyang dikatakan dokter arvind benar kamu sudah menikah waktu kamu kritis" jawab budil.

Mendengar itu aurora malah tertawa kecil. "Ngaco mana ada kaya gitu, aku enggak percaya tapi kalau cincin ini hadiah dari ayah dan ibu aku berterimakasih pada kalian, sayang kalian banyak-banyak" ucal aurora tersenyum lebar.

Arvind tidak terima ia menunjukkan rekaman saat mereka menikah. "Lihat ini supaya kamu percaya kalau kamu sudah menikah dengan saya" ucap arvind menunjukan rekaman ke hadapan aurora.

Aurora menatap rekaman itu matanya membulat sempurna menoleh menatap arvind yang tersenyum tipis dan mengangguk, sedangkan kedua orangtuanya menunduk sambil mengangguk pelan. "I-ini enggak mungkin tidak ada pernikahan aku m-masih sekolah dan aku tidak ingin menikah muda" ucap aurora cepat.

Arvind Menatap wajah aurora yang sudah banjir air mata. "Mau bagaimana lagi ini sudah takdir tapi tenang aja saya tidak akan menyuruh kamu berhenti sekolah, bahkan saya sanggup membiayai kamu kuliah sampai kamu lulus" kata arvind.

Aurora menatap tajam arvind. "K-kau seorang dokter kenapa kau menikahi pasien kau di saat pasien sedang tidak sadarkan diri, pokonya pernikahan ini tidak sah ak----"

"Kalau kamu tidak mau menerima pernikahan ini maka kamu akan melihat kedua orang tua kamu masuk penjara mendekam selamanya" potong arvind.

Aurora melotot sempurna menatap kertas yang di tujukan arvind Menatap kedua orangtuanya yang mengangguk pelan. "Kenapa kalian melakukan ini? Au enggak mau" teriak aurora. Ia lebih suka dipanggil au menurutnya simpel.

Alma menatap anaknya. "N-nak maafkan kami ini semua demi kebaikan kamu, tolong mengerti" lirih alma menganggam tangan aurora yang langsung aurora tepis.

"POKONYA AU ENGGAK MAU AU ENGGAK MAU MENIKAH DENGAN PRIA YANG TIDAK AU KENAL TITIK." bentak Aurora dengan napas yang memburu.

Arvind yang geram menatap tajam aurora. "Kalau begitu saya panggilkan polisi untuk menangkap kedua orang tua kamu atas tuduhan penipuan" kesal arvind langsung keluar ruangan.

Deg

***

Aurora menatap lurus depan hari ini ia sudah diperbolehkan pulang tapi pulang bukan lagi ke rumahnya yang sederhana, melainkan pulang ke rumah pria yang sedang memeriksanya yang ternyata suaminya sendiri, aurora tidak akan menganggap arvind suaminya menurutnya arvind menjebak kedua orangtuanya situasi tergepit.

"Saya sudah memastikan kalau kamu sudah sembuh, sekarang kita pulang supir sudah menunggu kita di luar" ucap arvind tersenyum tipis.

Aurora hanya meliriknya ia langsung turun, baru saja kakinya hendak menyentuh keramik tubuhnya sudah melayang. "E-eh, apaan sih tueunrin aku om" teriak aurora memberontak minta diturunkan dari gendongan arvind.

Arvind berpura-pura tidak mendengar ia terus berjalan keluar ruangan, tentunya ada banyak para dokter dan pasien Menatapnya kaget, ini pertama kalinya mereka melihat arvind mengendong wanita selain adik perempuannya yang sangat mereka kenal karena adik perempuan arvind sering datang ke rumah sakit.

Arvind masuk kedalam mobil menatap aurora yang menatapnya marah. "Kau kalau sedang marah seperti ini semakin cantik" bisik arvind.

Bukannya salah tingkah aurora malah semakin marah. "Kau pria pedofil, dasar dokter gadungan" teriak aurora.

Supir yang mendengar cacian aurora kaget sepertinya Majikan barunya tidak tahu siapa sebenarnya yang dia hina, tidak mau memikirkan hal itu supir kembali fokus menyetir.

Arvind tidak menyahut kalau saja bukan istrinya mungkin aurora akan mati ditangannya detik ini juga, arvind mengotak-atik ponselnya menyibukkan diri mengabaikan kemarahan istrinya.

Aurora yang tidak mendapat respon ia langsung memalingkan wajahnya menatap luar jendela, ini bukan jalan menuju rumahnya jalan perkotaan yang sangat ramai, sedangkan jalanan rumahnya sangat sepi karena di perkampungan yang sangat terpencil.

Arvind menarik istrinya keluar mobil aurora syok melihat rumah besar dan mewah dihadapannya, rumah yang ia impikan. "Kita akan tinggal di sini" ucap arvind.

Aurora menatap isi rumah arvind yang terlihat jelas barang-barang mahal bahkan miliaran. "Bagus banget" cicit aurora menatap sekeliling bahkan ia terhipnotis dengan keindahan rumah arvind.

Arvind tersenyum tipis ia membawa aurora ke lantai dua. "Ini kamar kita berdua" ucap arvind memasukkan PIN pintunya. "Kita akan tidur di sin--"

"Enggak! Aku enggak mau tidur di sini enak aja kita tidur berdua, aku mau tidur sendiri aja" tolak aurora memotong ucapan arvind.

Arvind menatap datar aurora. "Tidak bisa kamu harus tidur berdua sama saya, karena kita sudah sah jadi suami istri" kekeuh arvind.

"Aku tidak ma----"

"Kamu masih ingat perjanjian kita? Kalau kamu menolak permintaan saya maka kedua orang tua kamu celaka?" Potong arvind kesal.

Aurora melotot sempurna ia menatap datar arvind. "Dasar dokter gila" teriak aurora menerobos masuk kedalam kamar yang akan mereka tempati, lagi dan lagi aurora terpesona dengan kamar arvind yang sekarang juga menjadi kamarnya.

"Bahkan ini diluar khayalan aku" cicit aurora menatap sekeliling yang sangat mewah dan luas, kamar yang dari kecil ia idam-idamkan sekarang terwujud walaupun bukan kamarnya sendiri dan rumahnya sendiri.

***

Obsession Doctor ArvindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang