Chapter 4: The Activated Magic

56 29 42
                                    


Pesta topeng itu sangat membosankan. Berdansa bersama seseorang yang tidak dikenal dan tidak mengetahui bagaimana rupa asli dari orang tersebut. Bagi Gretta pesta hanyalah menghambur-hamburkan uang. Karena nyatanya, tak ada yang begitu penting dalam rangkaian kegiatan dalam acara pesta. Hanya ada sesi berdansa, mengobrol bersama orang baru, dan meminum sampanye.

Itulah yang sedang Gretta lakukan.

Jika bukan karena paksaan Catherina—yang pasti atas perintah Philip, Gretta bersumpah tidak akan menghadiri pesta topeng membosankan ini. Philip memaksanya untuk datang ke pesta dansa topeng Elena dengan mengatasnamakan keluarga. Ya memang. Di zaman ini, para bangsawan diharuskan untuk menghadiri pesta untuk mewakili nama keluarga agar derajat kebangsawanan kami semakin dihormati karena akrab dengan bangsawan lain. Selain itu, banyak yang berspekulasi jika ingin mendapatkan seorang pria idaman salah satunya adalah dengan datang ke pesta dansa.

Oke, Gretta tidak menerima alasan yang kedua.

Namun sebagai keturunan bangsawan, Gretta memutuskan untuk datang ke pesta sendirian tanpa ada satupun pelayan atau pengawal yang berjaga di sisinya. Itu permintaan Gretta setiap kali akan menghadiri pesta.

Gretta menghembuskan nafas pelan berusaha melupakan siapa dirinya dan kejadian setiap kali ia disuruh untuk datang ke pesta. Gretta berusaha menjernihkan pikirannya yang kalut dengan menenguk sedikit sampanye. Namun tingkat kebosanannnya kembali memuncak ketika kedua bola matanya menangkap sosok pemuda yang berjalan kearahnya.

Aku benci ini semua.

Gretta bangun dari duduknya seraya meneguk gelas berkaki berisi sampanye dengan terburu-buru. Kerongkongannya terasa seperti dibakar dan rasa pening tiba-tiba menjalar di kepala. Gretta memijat pelan kepalanya untuk menghilangkan sakit dan memutuskan untuk kembali duduk di sofa panjang yang terletak di ruang tengah aula.

Tanpa sadar, pemuda yang Gretta lihat tadi sudah sampai di tempatnya duduk. Tanpa permisi, pemuda itu duduk di bangku yang sama dengan Gretta─tepat disampingnya. Lalu pemuda itu mengambil segelas bir kepada pelayan yang melewati. Gretta berusaha acuh karena ia memang tak mengenal pemuda tersebut. Gretta meliriknya sekilas. Dari perawakan dan kemeja berkerah tinggi yang dikenakan, pemuda itu terlihat seperti bangsawan kelas atas sama seperti Gretta.

"Perkenalkan saya Pangeran Archer." Pemuda bernama Archer itu menjulurkan tangannya kearah Gretta dengan tatapan seduktifnya menatap kearah manik mata Gretta. Gretta bisa mengartikan tatapannya meski ia mengenakan topeng yang menutupi hampir seluruh wajah dan yang tersisa hanyalah dua lubang hitam untuk dipasangkan di bagian kedua mata. Gretta pun mengacuhkannya. Sedang Archer hanya tersenyum meremehkan kearah Gretta. Gretta bisa mengetahuinya dari cara Archer menatap matanya. Mata bulat pemuda itu seakan tersenyum menyeringai kepada Gretta. Lalu dengan cepat Archer menarik uluran tangannya dan menenggak segelas bir ditangan kirinya sampai habis.

Gretta benci seperti ini. Gretta benci zaman ini. Dimana para perempuan hanya dipandang sebelah mata dan mereka hanya akan menghormati perempuan-perempuan kelas atas yang memiliki status kebangsawanan. Dan Gretta yang notaben-nya seorang bangsawan juga mendapatkan perlakuan yang sangat tidak sopan. Terlebih lagi pemuda itu adalah seorang Pangeran.

Gretta muak dengan semuanya, lalu berjalan pergi menghindari pemuda itu.

Pada saat Gretta akan melangkah, jam dinding berdentang kencang. Kedua arah jarum jam menunjuk tepat di angka dua belas. Gretta merasakan sebuah sensasi aneh yang menjalar dari bawah kakinya. Naik ke atas perut hingga sampai dadanya. Mulutnya mengap-mengap seakan pasokan udara kosong dan tak dapat menghirup napas. Aliran listrik menyengat dadanya dengan begitu kencang. Meninggalkan rasa sakit tak terkira.

Queen of SwordsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang