Chapter 19 : Broken Melody

444 57 15
                                    

"Di tengah melodi mengerikan, semesta menyisakannya seorang diri."

Di tengah derasnya suara hujan yang membasahi sekitar, beriringan gerak pohon yang tertiup angin pun bersama debur ombak yang memainkan musik menakutkannya, di saat wiranya saja yang masih bertahan bersama jiwanya, juga di saat seluruh melodi tadi...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di tengah derasnya suara hujan yang membasahi sekitar, beriringan gerak pohon yang tertiup angin pun bersama debur ombak yang memainkan musik menakutkannya, di saat wiranya saja yang masih bertahan bersama jiwanya, juga di saat seluruh melodi tadi menyisakkannya seorang diri, di saat itu juga semesta seolah mengirimkan ilusi karena rungunya kini menangkap seruan familiar yang memanggil namanya penuh akan rasa syukur.

"Jungkook!"

Hanya tipuan, kepalanya menggeleng cepat sembari menutup kedua telinganya rapat-rapat. Makian kembali terlontar keras dari bilah bibirnya, tubuhnya bergetar kuat bersama namun pijaknya malah melemas pada setiap detiknya.

"Apa yang kau lakukan, huh?! Berhenti menyakiti dirimu sendiri!"

Meski rengkuh erat melingkupi tubuhnya, meski suara itu mengalun keras mengalahkan suara hujan, nyatanya ia masih sibuk menangisi kejamnya semesta yang membuatnya hanya bertahan sendirian di tengah melodi mengerikan yang memakan habis seluruh jiwa sahabatnya.

"Sadarlah, Kim Jungkook! Sadar!" peluk pada tubuhnya dilepas cepat bersama kedua pergelangan tangannya yang digenggam erat. Tepat di hadapan wajahnya bentakan tadi terlontar keras. Guncangan juga diberikan berharap kalau kedua matanya yang terpejam rapat mau terbuka.

"Hyung..." begitu lisannya memanggil lirih, tubuh bergetarnya kembali ditarik masuk ke dalam peluk erat.

"Kau aman sekarang, hyung ada disini. Hyung disini untuk menjemput mu, menjemput adik kecilku."

Bisik yang sama terus diucapkan. Usapan dan tepukan halus diberikan pada punggungnya guna memberi tenang. Kecupan-kecupan ringan juga dibubuhi pada puncak kepala juga keningnya. Puji syukur terus Taehyung selipkan di sela kalimat menenangkan yang ia berikan untuk adik kecilnya.

Namjoon yang sempat membeku terharu menyaksikan keduanya langsung meminta dua bawahannya untuk memindahkan tubuh Jaehyun ke atas kapal. Begitu apa yang dipintanya selesai dilakukan, langkahnya dibawa mendekat pada dua bersaudara yang masih saling merengkuh tubuh satu sama lain itu.

"Jungkook-ah." mendengarnya memanggil nama yang termuda, Taehyung sedikit bergeser memberi ruang untuk Namjoon menggantikan tempatnya merengkuh tubuh Jungkook yang masih saja bergetar sembari menangis dalam diamnya.

"Maaf karena datang terlambat." tak ada balasan berarti, Namjoon sendiri mengerti kalau saat ini bukan hanya fisiknya, tapi batin Jungkook juga pasti sangat terluka. Entah apa saja yang sudah dilalui anak ini bersama temannya selama beberapa hari belakangan.

"Sekarang kita pulang ya." sang perwira menuntun tubuh yang lebih muda untuk melangkah beriringan bersamanya. Pada awalnya tak ada penolakan apapun, namun saat mulai melangkah menaiki tangga kapal, Jungkook menghentikan langkahnya.

"Tapi yang lainnya..." meski nyaris tak bersuara, Namjoon yang memang berdiri bersisian masih bisa mendengar lirihnya suara Jungkook yang mengalun. Mengerti kalau selama ini bukan hanya berdua bersama Jaehyun, Namjoon meminta dua bawahannya untuk kembali memeriksa sekeliling pulau mencari keberadaan dari jasad yang lainnya.

"Kita tunggu yang lainnya di atas ya." coba kembali menuntun, kali ini Jungkook kembali melanjutkan langkah sesuai pintanya tanpa beri balas apapun.

Memasuki salah satu kabin yang ada, Namjoon lantas menuntun Jungkook untuk berbaring di atas tempat tidur. Begitu selesai, yang tertua kembali memberi ruang bagi Taehyung. Memberi tepukan pelan pada pundak, Namjoon segera berlalu bersama Jimin meninggalkan keduanya di dalam kabin.

"Hey, adik kecil." mengambil langkah mendekat, kedua tungkainya mulai merendah bersimpuh begitu sampai pada sisian samping dimana adiknya berbaring.

"Kalau memang mau menangis, kau bisa menangis dengan keras. Sakitnya pasti luar biasa, bukan? Akan lebih baik kalau sesaknya diluapkan."

Mengulurkan kedua tangannya, Taehyung mengucapkan setiap kalimatnya sembari menghapusi setiap air mata yang jatuh membasahi kedua pipi sang adik. Kedua manik yang menyiratkan rasa sakit itu masih saja betah mengalirkan buling beningnya, mengundangnya untuk ikut bergabung bersama sesak yang Jungkook rasakan.

"Terimakasih karena sudah bertahan sejauh ini, Jungkook-ah." bertepatan dengan tuturnya yang kembali terdengar, tubuh sang adik yang tadinya berbaring langsung bangkit dengan cepat ingin berlari keluar dari dalam kabin. Namun baru saja tubuh itu berdiri tegap, Taehyung sudah lebih dulu menahannya, menarik Jungkook untuk di dekapnya se-erat mungkin.

"Bukan aku yang hebat, tapi mereka yang terus berkorban! Mingyu dan Jaehyun yang harus pergi karena aku! Mereka pergi karena aku!" labium pucat yang tadinya tertutup rapat, kini meraung-raung terisak menyalahkan diri.

Getar tubuhnya semakin keras, tangisnya pecah begitu saja kala memori kelam itu kembali datang menghantui. Bayang-bayang wajah pucat pasi milik kedua sahabatnya yang harus meregang nyawa karena melindunginya kembali hadir di hadapannya.

Bersama pedih yang mendalam, dimana hujan masih setia mengguyur, ungkapan penuh rasa sakit tadi berhasil Jungkook bagi pada setiap orang yang ada di sekitarnya. Namun tak ada yang bisa mereka lakukan untuk mengobati luka menganga pada relung hati si bungsu.

Cuaca yang semakin memburuk memaksa kapal untuk segera berlayar guna menghindari amukan laut yang bisa muncul kapan saja. Dua bawahan yang tadi dimintanya untuk mencari keberadaan teman lainnya yang Jungkook maksud kembali dengan tangan kosong. Mengundang raungan Jungkook semakin menjadi-jadi. Tubuh lemah itu bahkan sempat memberontak memaksa ingin mencari tubuh tak bernyawa sahabatnya yang lain.

Membuat satu suntikan penenang harus diberikan. Memaksa wira yang hancur itu untuk terlelap dalam damainya nafas yang mulai teratur karena kedua matanya memberat lalu tertutup rapat tanpa bisa dicegah. Menyisakan tangis tersedu dari semua orang yang ada di sekitarnya bersama kapal yang mulai melaju meninggalkan pulau penuh luka bagi si bungsu.

==========
The end

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 17, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Law Of Attraction Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang