2. Kania

1.6K 125 6
                                    

Happy reading



"Saya enggak tahu, kamu se-deket itu sama Kiel." Ucap Devian tiba-tiba.

Kania yang sedang membuka pintu kulkas pun terhenti, ia membalikkan badannya menatap sang suami. Kania tersenyum. "Mereka baik banget, aku bahkan lebih ngerasa nyaman sama keluarga Kiel daripada sama keluarga kandungku sendiri."

"Kiel... Baik banget sama kamu?" Tanya Devian sedikit ragu.

"Banget, aku bisa bayangin seberuntung apa orang yang bakal jadi istri bang Kiel nanti." Jawab Kania dengan antusias, namun Devian malah menangkap kebaikan Zyakiel ke arah lain.

"Emm, saya boleh minta sesuatu?" Tanya Devian ragu, ia takut permintaannya malah akan membebani Kania.

"Apa?"

"Kalau bisa, mulai sekarang jangan terlalu dekat dengan Kiel. Kamu sudah jadi istri saya sekarang, harus tahu sedikit batasan." Bukan apa-apa, Devian hanya merasa sedikit aneh dengan sikap Zyakiel.

Kania tersenyum malu-malu. "Kamu cemburu, Mas?"

Dahi Devian berkerut, ia menggeleng. "Enggak mungkin lah."

Kania terdiam beberapa saat, kemudian ia mengangguk membenarkan. "Mungkin aja, kita udah ada komitmen buat saling terbuka kan?"

"Iya, tapi enggak sekarang-sekarang."

Kania tampak bersedih, hal itu ditangkap oleh Devian. Pria itu mendekati istrinya, ia menatap Kania dengan tatapan seperti biasanya. Tidak ada tatapan hangat, hanya sebuah tatapan teduh.

"Kamu enggak perlu khawatir, meskipun saya belum cinta sama kamu, saya enggak akan berpaling ke orang lain. Karena saya enggak semudah itu untuk jatuh cinta." Ucap Devian seolah menenangkan.

"Mas..." Panggil Kania pelan.

"Ya, Kania?"

"Seberuntung apa Sabina dapetin cinta kamu yang setulus ini. Aku bisa ada di posisi Sabina enggak ya?"

****

Keesokan harinya, hari-hari kerja sudah berjalan seperti biasa. Kania dan Devian berangkat bersama karena tempat kerja mereka searah. Kania menatap hamparan jalan raya, pagi ini lumayan macet karena jam kerja juga.

Selama sebulan pernikahan mereka, Kania selalu menceritakan hal-hal yang ia alami kepada Devian. Respon Devian hanya seadanya, respon pria itu baik namun Kania merasa bahwa Devian hanya sebatas menghargai saja, padahal pria itu tidak terlalu peduli dan antusias. Tidak apa, namanya juga usaha.

"Mas..." Devian berdehem saja, menjawab panggilan istrinya.

"Dulu Mas sama Sabina sering jalan-jalan berdua?" Tanya Kania seolah pertanyaan itu adalah pertanyaan yang tidak menyakitinya, padahal iya.

Devian menoleh, ia selalu tampak tertarik jika membicarakan tentang Sabina. "Suka, tapi karena Bina sakit jadi saya lebih sering nemenin Bina di rumah sakit. Paling kita jalan-jalan di taman rumah sakit aja, tapi Bina udah seneng banget." Cerita Devian yang sangat antusias, matanya berbinar menceritakan hal itu.

Kania ikut tersenyum, sebegitu inginnya ia ngobrol panjang dengan Devian. Meskipun topiknya harus menyangkut tentang Sabina, tidak apa.

"Oh ya? Mas selalu nyempetin waktu setiap mas abis pulang kerja, buat ke rumah sakit sebentar?"

Devian mengangguk.

"Enggak capek emang?"

Devian menggeleng kecil, ia tersenyum tipis. "Capek saya selalu hilang liat Sabina senyum. Dia seolah jadi energi buat saya setiap saya capek."

His ShadowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang