Happy reading
•
•
•
•Kania mencoba menetralkan detak jantungnya saat ia merasakan dekapan Devian yang begitu erat, ia bisa merasakan nafas suaminya yang menerpa hidungnya. Tidak seperti pasangan umum pada biasanya yang akan saling berterimakasih dan memuji satu sama lain setelah peristiwa panas mereka, pasangan ini justru saling terdiam dengan pikiran masing-masing.
Untuk kesekian kalinya Kania merasa kecewa, karena lagi-lagi Devian mengambil keputusan yang egois atas dirinya.
"Mas," panggil Kania lirih, ia tahu Devian belum tertidur.
Devian tidak menjawab namun ia masih mendengarkan perkataan Kania selanjutnya.
"Sudah lima bulan..." Gumaman Kania membuat Devian membuka matanya. "Maksud kamu?"
"Pernikahan kita."
Tubuh Devian menegang seketika, ia tahu apa arah pembicaraan istrinya ini. Karena Kania selalu mengulangi pertanyaan yang sama pada suatu waktu, dan hari ini Kania mengulang pertanyaan yang sama untuk kesekian kalinya.
"Kamu masih..."
"Shht, maaf Kania." Potong Devian cepat, ia menguraikan pelukannya saat merasakan bahu Kania yang mendadak lemas.
Perkataan dan jawaban yang sama, jawaban itu yang Kania terima saat ia menanyakan hal yang sama.
"Kamu masih belum lupain Sabina?"
"Maaf, Kania."
Kania memejamkan matanya saat sekelebat memori tentang hal yang sama kembali muncul dalam ingatannya.
"Kamu gak akan bisa lupa, Mas. Karena kamu gak ada usaha untuk lupain dia, segalanya tentang dia masih kamu simpan rapi di kamarmu dan disini..." Tunjuk Kania tepat di dada suaminya, seolah Sabina memiliki ruang terbesar di hati Devian.
"Kamu hanya perlu sabar, Kania."
Kania memejamkan matanya, jawaban itu lagi.
"Aku bisa sabar untuk segala hal tentang kamu, kurangnya kamu, sakitnya kamu, apapun tentang kamu aku bisa nunggu dan sabar. Kecuali untuk satu hal," Nafas Kania tercekat.
"Aku gak bisa sabar kalau menyangkut seseorang yang ada di hati kamu. Memangnya ada perempuan yang mau terima saat suaminya masih mencintai masalalu?"
"Kania, saya mohon... Tunggu saya." Suara serak itu tampak memohon begitu lirih.
Kania tersenyum getir. "Sampai kapan?"
Devian menggeleng, ia pun tidak punya jawaban atas pertanyaan Kania.
"Aku gak habis pikir sama kamu, di saat kamu sendiri masih bingung dengan perasaan kamu, kenapa kamu coba ngorbanin aku? Kamu egois tahu nggak?" Kania terisak menyalahkan Devian sepenuhnya. Ia memukul dada suaminya, menyalurkan emosi yang selalu ia tahan.
Devian memejamkan matanya, membiarkan Kania melakukan apapun pada dirinya. Karena ia pantas mendapatkannya.
"Saya cuma gak mau kamu dipertanyakan, Kania." Jawab Devian jujur, ia hanya tidak ingin Kania selalu merasa tidak nyaman dengan berbagai pertanyaan tentang kapan mereka mempunyai keturunan. Devian tahu jika Kania selalu memikirkan hal itu namun tidak berani berbicara padanya, ia tahu istrinya itu merasa tidak pantas untuk berharap banyak padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Shadow
RandomHazana Kania tidak pernah menyangka jika menjadi bayang-bayang seseorang begitu menyakitkan, terlebih jika yang tega melakukan itu adalah suaminya sendiri. Devian, suaminya berjanji untuk mencintainya. Namun pertanyaannya, apakah Kania sanggup menu...