Happy reading
•
•
•
•
•Sejauh ini Kania belum bisa melihat kemajuan hubungannya bersama suami. Mereka memang terlihat seperti suami istri pada umumnya, namun percayalah menurut Kania tindakan yang mereka lakukan hanya semata-mata sebagai simbiosis mutualisme. Yakni Devian diuntungkan karena hadirnya Kania dapat membuatnya tidak lagi khawatir tentang paksaan menikah orangtuanya, begitupun Kania yang diuntungkan karena menikah dengan seseorang yang ia cintai.
Semuanya masih abu-abu dan Kania sendiri tidak tahu akan berakhir sampai kapan.
Tetapi setelah sebulan lebih mereka menikah, Kania merasa kesempatannya untuk bisa menggantikan Sabina seperti tidak mungkin. Bahkan wallpaper ponsel laki-laki itu saja masih menggunakan foto Sabina.
Perjuangan Kania belum apa-apa, ia masih terlalu jauh jika berniat ingin menggantikan Sabina.
"Kania, dasi saya yang abu dimana?" Tanya Devian sembari membuka laci lemarinya, ia tidak melihat dasi yang ia cari.
Kania yang sedang merapihkan kasurnya harus terhenti sejenak, ia menatap suaminya. "Emang disitu nggak ada?"
"Gak ada," jawab Devian.
Kania menghampiri suaminya, ia mencari dasi berwarna abu yang seingatnya kemarin ia menaruhnya di laci itu. Dan benar saja, Kania menemukan dasi berwarna abu yang tertumpuk oleh dasi yang lain.
"Nih, ada, makanya cari nya yang bener." Ketus Kania kesal karena aktivitas nya harus diganggu.
Devian tersenyum kikuk, ia menggaruk tengkuknya tak gatal. "Tadi saya cari gak ada."
Kania tidak menjawab, ia turun ke bawah untuk menyiapkan sarapan mereka pagi ini. Hari ini Kania berangkat lebih siang dari biasanya, jadi Devian berangkat kerja sendiri.
Tidak lama Devian ikut turun dengan pakaian kantornya, ia sudah rapih sekali. Devian sudah tahu kalau Kania hari ini berangkat lebih siang.
"Kania," panggil Devian menatap sang istri yang sedang menuangkan segelas air putih untuknya.
"Kenapa, Mas?"
"Soal permintaan Mama saya ... "
"Kamu belum mau punya anak kan? Tenang aja, aku bisa KB kok." Potong Kania cuek, ia memang tidak mengharapkan anak untuk saat ini, mengingat suaminya yang masih mengingat mantan tersayang.
Devian menatap istrinya tidak enak, ia yakin istrinya pasti sangat ingin mereka segera memiliki anak. Namun apa boleh buat? Ia tidak mau memiliki anak jika hatinya sendiri masih belum bisa mencintai Kania.
"Kamu yakin? Saya nggak masalah dengan kita punya anak." Ucap Devian lain di mulut lain di hati.
"Kamu pikir aku mau punya anak disaat suamiku sendiri masih cinta sama orang lain?" Devian bungkam seketika.
"Udah, makan dulu, nanti kita bahas lagi." Putus Kania tidak mau mood nya hancur pagi-pagi karena pembahasan mereka.
Devian menuruti ucapan istrinya, ia memakan makannya dengan tenang sembari sesekali menatap istrinya.
"Kania ... Saya minta maaf." Lirih Devian takut menyakiti hati Kania.
"Gak apa-apa, resiko aku."
****
Satu hal yang tidak diketahui oleh Devian tentang istrinya, yaitu Kania perokok aktif. Meskipun tidak sering namun ada saat-saat dimana Kania akan mengisap zat nikotin itu. Tidak akan ada yang menyangka jika Kania merokok, secara dari segi pendidikan ia sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
His Shadow
RandomHazana Kania tidak pernah menyangka jika menjadi bayang-bayang seseorang begitu menyakitkan, terlebih jika yang tega melakukan itu adalah suaminya sendiri. Devian, suaminya berjanji untuk mencintainya. Namun pertanyaannya, apakah Kania sanggup menu...