Happy reading
•
•
•
•
•"Mama sama Papa tiba-tiba kesini?" Tanya Devian sembari melepaskan jam tangannya.
Tangan Kania dengan lincah mengetik di laptop miliknya, ia melirik suaminya sekilas. "Hm, iya katanya mampir sekalian lewat."
"Kania," panggil Devian.
Kania berdehem menjawab, ia bertingkah seolah tidak ada apa-apa.
"Saya minta maaf, maaf perkataan saya kasar tadi."
Mendengar itu, barulah Kania menoleh sempurna. "Iya, aku ngerti kok."
"Kania jangan gitu," Devian memegang kedua bahu Kania agar menatap ke arahnya.
"Gitu gimana sih?" Tanya Kania risih, ia melepaskan kedua tangan Devian di bahunya.
"Kamu seperlunya."
"Emang biasanya gimana?"
Devian menghela nafas, "biasanya kamu bawel."
"Aku lagi sibuk, kamu gak liat?" Tunjuk Kania kepada laptopnya yang menampilkan hasil nilai ulangan mahasiswa nya.
"Oh, oke, sorry." Devian tampak kecewa, ia kemudian bangkit dan lebih memilih pergi ke kamar mandi untuk bersih-bersih.
Devian kira setelah ia mandi dan mereka makan malam bersama Kania akan bersikap cerewet lagi, ternyata tidak. Wanita itu masih bersikap seperlunya dan menghindari tatapannya.
"Kania, mau kemana?" Tanya Devian saat istrinya langsung bangkit setelah menyelesaikan makanannya.
"Tidur."
Devian mengikuti langkah wanita itu, "Kania jangan diemin saya."
Kania memutar bola matanya malas, jengah dengan tingkah suaminya ini. "Siapa yang diemin kamu sih? Mending kamu istirahat, tadi kan pulangnya telat, pasti capek."
Devian menurut, ia membaringkan tubuhnya sembari terus menatap Kania yang sedang memakai skincare routine nya.
Inikah tabiat perempuan normal pada umumnya? Memakai skincare setiap malam, make up saat akan pergi keluar, bertanya baju mana yang cocok ketika akan pergi dan masih banyak lagi. Devian memiliki adik perempuan namun mereka tidak sedekat itu untuk bertanya hal-hal kecil seperti ini. Namun Kania, Kania membuat Devian tahu hal-hal kecil tentang wanita itu.
Berbeda saat ia masih bersama Sabina, gadis itu apa adanya dan jarang menggunakan krim kecantikan hingga wajahnya selalu terlihat pucat. Mungkin karena Sabina menderita sakit cukup serius yang mengharuskannya untuk selalu berada di rumah sakit dalam beberapa waktu tertentu. Sabina mana pernah bertanya baju yang cocok apa, berdandan pun gadis itu sangat jarang, Sabina benar-benar definisi gadis yang natural. Meski begitu, Sabina tetap cantik di mata Devian.
"Besok aku pulang telat, Mas gak usah jemput di kampus." Ucap Kania yang menghancurkan lamunan Devian.
"Kenapa?"
"Mau mampir ke mall dulu buat beli kado Nazia, besok dia ulang tahun tapi karena aku gak sempat hadir jadi cuma bisa nganterin kado doang."
"Nazia?" Tanya Devian sedikit familiar dengan nama itu namun ia lupa.
"Nazia adik aku, adik satu ibu. Kalau kamu pusing, Nazia itu anaknya Mama Bia sama Papa Hendri." Jelas Kania tahu jika suaminya belum mengingat semua anggota keluarganya.
Devian mengangguk-angguk, "kenapa gak minta anter?"
"Gak apa-apa, aku bisa sendiri kok."
Harusnya jika Devian peduli laki-laki itu akan peka, namun jawaban devian malah...
KAMU SEDANG MEMBACA
His Shadow
RandomHazana Kania tidak pernah menyangka jika menjadi bayang-bayang seseorang begitu menyakitkan, terlebih jika yang tega melakukan itu adalah suaminya sendiri. Devian, suaminya berjanji untuk mencintainya. Namun pertanyaannya, apakah Kania sanggup menu...