Part 3

37.8K 3.3K 191
                                    

"Aku Jul—"

Julian mengaduh, Kiki menyikut perutnya. Lalu tangannya ditarik paksa.

"Tante, maaf, kita cari Julian dulu ya," ujar Kiki. "Sebentar kok.”

Di sisi lain Hazel berhenti di salah satu jalanan sepi di komplek rumah Julian. Tidak ada mobil atau motor yang lewat. Ia memilih duduk di trotoar dan menghidupkan ponselnya. Beberapa pesan masuk, salah satunya dari Aneshka. Hazel membuka pesan itu. Lalu membacanya secara acak. Ia menggulir ke pesan yang lain, nama ayahnya muncul. Wajahnya langsung kusut setelah membacanya.

"Ketemu!" seru seseorang yang Hazel kenal suaranya.

"Ngapain lo di sini?"

"Jemput lo."

Hazel langsung mendongak dan mendapati wajahnya yang kini begitu ia benci akhir-akhir ini. Bukan karena wajah itu jelek atau apa, tapi karena ruh orang lain yang menempati tubuhnya itu punya sifat yang benar-benar menyebalkan.

"Temen lo mana?" tanya Hazel mengalihkan perhatian, Julian tidak langsung menjawab dan ikut duduk di trotoar.

"Gue suruh pulang, gue juga mau pulang," jawab Julian santai.

"Ke rumah lo?"

"Ke rumah lo lah."

"Kenapa?"

"Sejak lo bikin reputasi gue buruk di depan orang-orang lo masih tanya kenapa? Sekarang gini ya, Zel. Kita bikin perjanjian aja supaya semuanya sama-sama enak. Sekarang lo balik ke rumah gue dan bilang baik-baik kalau yang tadi bukan apa-apa. Karena nggak segampang itu gue ngaku ke Mama.”

Hazel tak menjawab. Matanya memandang jalanan yang kotor karena daun pohon yang berserakan di atasnya.

"Gue pasti nemuin cara buat bikin kita balik. Gue—" Julian tak melanjutkan kata-katanya ketika sebuah lengan merangkulnya. Ia merasakan sensasi geli saat rambut mendesak lehernya. Tapi itu cuma sebentar.

"Thanks." Hazel berdiri dan membersihkan celananya. Julian menatapnya dari bawah. "Gih, lo balik. Gue juga mau balik."

"Tapi perjanjian—"

"Iya," potong Hazel, "gue bilang ke nyokap lo kalau nggak ada apa-apa."

Tanpa ingin melanjutkan percakapan mereka, Julian segera pergi dengan perasaan yang begitu aneh. Sejak kulit mereka bersentuhan, Julian merasakan sesuatu yang hangat menjalar ke tulang belakangnya. Namun seluruh tubuhnya menggigil.

Pagi harinya Julian bangun tanpa alarm. Benda mati yang sudah disetel jam lima pagi seperti biasanya tak lagi terdengar olehnya. Mata julian melirik jam itu, pukul tujuh kurang lima belas menit. Seperti dibius oleh kantuk luar biasa, Julian memejamkan matanya lagi. Tak lama kemudian jam yang menunjukkan pukul tujuh kurang lima belas menit itu terbayang-bayang di otaknya. Berjalan naik ke atas lalu menghilang, dari bawah muncul lagi dan menghilang ke atas.

"AH, TERLAMBAT!!!"

Butuh waktu sekitar sepuluh menit untuk Julian cuci muka, gosok gigi dan mengganti pakaian seragamnya. Ia menyesali kegiatan begadangnya dan baru tidur pukul tiga dini hari itu. Dengan cepat ia menyambar kunci motor Hazel di meja sambil berpikir ditaruh di mana motor itu. Selama ini ia tak pernah memakai motor itu dengan alasan takut Aneshka minta jemput. Ia sama sekali tidak  menaruh perasaan apa pun pada Aneshka. Cewek itu cantik, Julian mengakui. Tapi digelayuti tiap hari di sekolah bukannya membuatnya senang justru semakin risih.

Begitulah jadi introvert, sibuk dengan urusan ketenangan diri sendiri. Punya ruang lingkup pertemanan yang minim dan rela menghabiskan waktu berjam-jam di dalam rumah. Apalagi setelah ia mengenal bagaimana pribadi Hazel dan teman-temannya. Mungkin hidup mereka terlalu berantakan, pikirnya.

RUN TO HIM [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang